Menarik untuk mengomentari acara TVRI mengenai diskusi dengan Ketua IGGI, Mr. Pronk, yang ditayangkan pada Minggu, 19 Mei 1991. Menarik karena isi pembahasannya terkesan tidak imbang dan bisa memberikan persepsi yang distortif terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul dalam dan sebagai akibat dari pembangunan (di negara kita). Mr. Pronk nampaknya menggunakan paradigma yang melihat pembangunan ekonomi secara holistik, yang tidak memisah-misahkan kebijaksanaan ekonomi dengan kebijaksanaan sektor lain serta permasalahan-permasalahan yang menjadi bagian daripadanya. Atau, paling tidak beliau mencoba melihat integrasi satu hal dengan hal lainnya. Sementara itu, kedua pembahas dalam acara tersebut melihatnya secara terpisah-pisah. Sebagai contoh, pembahas menganggap persoalan lingkungan sebagai bagian terpisah dari kebijaksanaan ekonomi. Padahal, bukankah suatu regulasi (atau deregulasi) dalam kegiatan ekonomi memiliki akibat baik langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan, termasuk di dalamnya persoalan-persoalan sosio-ekonomi yang dihadapi masyarakat? Selain itu, ada hal lain yang menyangkut segi moril pembahas dalam pembahasan, yang juga menarik dikomentari ketika pembahas mengambil ilustrasi masalah lingkungan Tokyo. Dikatakan bahwa Tokyo terkena polusi berat sebelum negaranya maju, dan sebaliknya menjadi bersih setelah negaranya maju. Pembahasan tersebut menyiratkan: sementara belum maju lingkungan dapat dikorbankan, dan setelah maju permasalahan lingkungan akan terselesaikan karena kemajuan yang dicapai itu. Bukankah sampai sekarang sekalipun masalah lingkungan di negara-negara maju, baik sebagai warisan masa lalu maupun yang tercipta karena kemajuan sekarang, masih tetap menjadi beban negara-negara bersangkutan, serta bahkan dipindahkan ke negara-negara lain (baca: negara berkembang) melalui berbagai proses, entah itu penjualan teknologi atau investasi dalam kegiatan usaha khususnya industri? Dan tidakkah terpikirkan implikasi yang mahahebat dari penerapan prinsip di atas- yaitu membiarkan kesalahan ( lingkungan) telanjur terjadi- bahwa harga untuk membayar kesalahan ini secara moneter akan jauh lebih besar daripada biaya pembangunan itu sendiri, belum termasuk berbagai jenis human costs yang harus dikorbankan? kita semua tahu bahwa kedua pembahas, yaitu Dr. Mari Pangestu dan dr. Anwar Nasution, memiliki reputasi yang tidak diragukan dalam bidangnya. Namun, karena isu-isu yang dilontarkan atau menjadi perhatian Mr. Pronk berdimensi jamak, seyogyanya TVRI menampilkan juga pembahas dari bidang lain yang relevan yang menguasai permasalahannya. Termasuk apabila tayangan tersebut bertujuan memberi kontra-argumen terhadap Mr. Pronk. Yang kita harapkan dari tayangan yang diberikan TVRI semacam itu adalah juga agar kita semua menjadi lebih pintar. ISMET B. HARUN Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Teknologi Bandung PO Box 1371 Bandung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini