Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

H.B. Jassin dan Bahasa Indonesia

24 Juli 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada 1940-an, H.B. Jassin menulis puisi dan cerita pendek berjumlah sedikit, sebelum beralih menekuni kritik sastra dan menunaikan tugas sebagai redaktur di pelbagai majalah. Puisi dan cerpennya dari masa lalu pernah terbit menjadi buku berjudul Darah Laut (Balai Pustaka, 1997). Buku itu terbit setelah umat sastra Indonesia khatam buku-buku berisi esai dan kritik sastra garapan Jassin. Pengenalan terlambat tapi berfaedah untuk memberi penghormatan utuh bagi tokoh penting dalam perkembangan sastra di Indonesia.

Pada 1942, Indonesia sedang mengalami guncang kekuasaan. Keberakhiran kekuasaan kolonial Belanda memberi pelbagai impian dan kecewa. Jassin menggubah puisi berjudul "Selintas Kesan". Empat bait berisi diksi-diksi agak sloganistik. Jassin menulis kesan: Genderang berderam-deram,/ Sepatoe berderap-derap,/ Terompet meteret-tet-tet,/ Sorak manoesia rioeh gempita.// Lihat mereka tegap dan gagah,/ Arab, India, Tionghoa, dan Indonesia./ Berbaris rapat tegoeh bersatoe,/ Satoe toedjoean: Asia Raya! Puisi itu dokumentasi zaman. Jassin mungkin dituduh sedang mengadakan propaganda dengan puisi. Pada bait keempat: Seloeroeh Asia bangoen berbangkit,/ Melepaskan belenggoe perboedakan Barat,/ Menoedjoe Sinaran Matahari Terbit. Di mata Sapardi Djoko Damono (1997), puisi itu juga cerminan penggunaan bahasa "baku" pada 1940-an.

Kaum pergerakan politik, pengarang, guru, dan jurnalis sedang melakukan pemuliaan bahasa Indonesia saat pemerintah kolonial Belanda sering memberi kekangan dan larangan. Poedjangga Baroe tampil sebagai pemuka bahasa Indonesia dalam sastra. Bahasa Indonesia dipilih menjadi bahasa sastra. Jassin turut mengurusi bahasa Indonesia semasa bekerja di Balai Poestaka sampai ada di jajaran redaksi pelbagai majalah. Pada masa pendudukan Jepang, bahasa Indonesia beruntung saat mendapat restu digunakan dalam pendidikan-pengajaran, penulisan sastra, sandiwara, dan pembuatan slogan-slogan. Jassin mungkin berada dalam situasi girang berbahasa Indonesia, tapi tetap "terperintah" secara politis. Indonesia masih terjajah.

Buku berjudul Kesusasteraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei jilid I memuat tanggapan Jassin mengenai bahasa Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Jassin (1954) berpendapat, "Bahasa Indonesia tambah kuat kedudukannja karena didjadikan bahasa resmi dan digunakan dalam surat kabar dan radio sampai kepelosok negeri-negeri kita." Pembuktian kedudukan bahasa Indonesia tersaji secara gamblang dan argumentatif di buku Jassin berjudul Kesusasteraan Indonesia Dimasa Djepang (1948). Jassin selalu melakukan penelaahan sastra berpijak pada penggunaan bahasa Indonesia.

Kemajuan bahasa Indonesia pun tampak dari kerja penerjemahan teks-teks sastra dunia ke bahasa Indonesia. Jassin (1962) menganggap usaha penerjemahan membuktikan perbandingan bahasa dan keterpengaruhan estetika. Semula, hasil terjemahan disangsikan para pembaca. Jassin mencatat, "Kesukaran menterdjemahkan terletak pula ketjuali dalam isi jang mengandung suasana rasahidup jang asing, djuga dalam bahasa jang berlainan struktur dan kandungan isinja." Kesulitan dan sangsi dijawab secara elok oleh Chairil Anwar. Pujian Jassin kepada Chairil Anwar selaku sang penerjemah, tak melulu penulis puisi: "Tapi kesukaran ini sesudah perang dunia kedua tidak djadi masalah lagi sedjak Chairil Anwar memperlihatkan penggunaan bahasa Indonesia dengan mejakinkan akan kemampuannja mendukung dan menjawai dunia-dunia jang paling asing." Jassin tak lelah membuat dokumentasi dan catatan perkembangan bahasa Indonesia berbarengan dengan pemajuan sastra di Indonesia, dari masa ke masa.

Esai terpenting dari Jassin berjudul "Bahasa Indonesia dalam Perkembangannja". Esai itu ditulis pada 1961, belum terpengaruh politik bahasa bercap Orde Baru melalui kebijakan pembuatan ejaan baru dan tata bahasa baku bahasa Indonesia. Kita diajak berpikir rumit tentang bahasa Indonesia. Jassin mengingatkan: "Sesudah Indonesia merdeka tidaklah ada lagi jang menjebut bahasa Indonesia jang dipergunakan dalam masjarakat dengan nama bahasa Melaju. Hanja jang masih djadi persoalan ialah pemakaiannja dalam rangka sedjarah." Para penulis sejarah sastra masih dibingungkan dengan perbedaan kesusastraan Melayu dan kesusastraan Melayu klasik dengan kesusastraan Indonesia dan kesusastraan Indonesia baru. Segala kebingungan ditanggapi oleh Jassin melalui jawaban sederhana: sebutan sastra Indonesia berarti sastra ditulis dalam bahasa Indonesia. Jassin tak memberi argumentasi panjang, tapi memastikan usul itu gampang disepakati.

Jassin tak cuma menulis kritik sastra, tapi serius memberi pendapat-pendapat mengenai bahasa Indonesia. Dulu, Jassin memuji Chairil Anwar sebagai penerjemah ampuh. Jassin pun melakukan kerja penerjemahan, memastikan kesanggupan bahasa Indonesia untuk "mendukung dan menjawai dunia-dunia jang paling asing". Kita mengenang hasil terjemahan Jassin paling moncer adalah novel Multatuli berjudul Max Havelaar (1972).

Jassin telah mewariskan kepada kita pelbagai dokumentasi serta tanggapan atas sejarah dan perkembangan sastra. Jassin pun serius mengurusi bahasa Indonesia sejak masa kolonial. Kita berhak mengenang Jassin sebagai tokoh bahasa, tak mutlak berjulukan kritikus sastra saja. Begitu banyak esai dan bukunya membuktikan keseriusan dan kejelian Jassin mengurusi atau memajukan bahasa Indonesia.

Bandung Mawardi

Pengelola Jagat Abjad Solo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus