Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI kalangan masyarakat bawah ada istilah ”jaga mulut”. Artinya, jangan omong sembarangan, apalagi menuduh orang kalau tidak punya bukti. Namun, selain istilah ”jaga mulut”, juga ada istilah ”buka mulut”. Yang ini artinya bicaralah terus terang kalau memang mengetahui duduk persoalan, jangan menutup-nutupi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan para kiai Nahdlatul Ulama di Istana Negara, Rabu pekan lalu, mengingatkan para tokoh untuk berhati-hati bicara. Kalau salah bicara bisa memunculkan fitnah dan ini akan membawa masalah hukum. Siapa yang jadi ”sasaran tembak” Presiden? Hanya berselang dua hari kemudian, yakni Jumat siang pekan lalu, Presiden SBY menggelar jumpa pers khusus. Amien Rais disebut secara jelas oleh SBY sebagai penyebar fitnah dan sudah keterlaluan.
Apakah SBY kebakaran jenggot dan terlalu reaktif dengan tuduhan Amien Rais? Ada yang berpendapat demikian, termasuk mantan presiden Abdurrahman Wahid yang tak setuju SBY menanggapi tuduhan Amien dengan menggelar jumpa pers khusus. Namun, kami setuju dengan langkah SBY ini, tuduhan Amien Rais harus dijawab. Selain untuk keterbukaan, juga untuk menghormati ketokohan Amien Rais. Kalau presiden diam saja, itu artinya Amien Rais tak ada bedanya dengan para orator aksi unjuk rasa di jalanan, yang sering tak bisa ”jaga mulut”.
Presiden menyebutkan, tidak ada dana kampanye dari Washington (AS) untuk SBY-JK; ditawari pun belum pernah. Akan halnya dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), penerima dana tak ada kaitannya dengan tim kampanye SBY-JK.
Sayangnya, Amien Rais tidak siap dengan bukti-bukti. Itu baru sinyalemen atawa kabar burung. Jika demikian halnya, dalam kasus ini, Amien masih perlu ”jaga mulut”. Kalau bukti tidak diperoleh, bukankah tuduhan itu sama dengan fitnah?
Yang perlu dipuji dari Amien Rais adalah ia sudah ”buka mulut”, mengakui menerima dana dari DKP. Jadi, ia mengaku salah. Pujian akan jadi sempurna kalau Amien segera mengembalikan uang itu ke kas negara sebelum ada yang ”memerintahkan”. Soalnya, ini nyata-nyata menyalahi aturan dana kampanye pemilihan presiden. Lagi pula, setelah Amien tahu asal-muasal dana itu sekarang, tidakkah kasihan melihat nasib nelayan kecil yang paling berhak atas dana itu? DPP PAN harus membantu mengembalikan dana DKP ini, jika ingin mendapat simpati rakyat.
Syukur pula, yang mau ”buka mulut” bukan cuma Amien, ada juga Hasyim Muzadi, Slamet Effendi Yusuf, Salahudin Wahid, dan Munawar Fuad. Ketimbang mencari alasan yang aneh-aneh, sudahlah, kembalikan saja dana itu. Giliran hukum yang bicara. Ini dikatakan SBY dan juga dikehendaki Amien, kasus DKP harus dibuka lebar-lebar dalam koridor penegakan hukum. Yang bersalah harus pasrah menerima hukuman. Rokhim Dahuri pun harus blak-blakan menyebut kepada siapa dana diberikan. Jangan menyebut institusi, sebut saja orangnya, karena bisa jadi penerima dana itu hanya mengatasnamakan institusi. Buktinya, Munawar Fuad ternyata bukan tim kampanye SBY-JK.
Aparat penegak hukum pun harus lebih gesit. Begitu tahu nama-nama yang menerima dana DKP, segera periksa mereka. Biarkan mereka ”buka mulut”, untuk apa dana itu, siapa yang menyuruh meminta. Semuanya harus transparan sehingga kasus yang sebenarnya ”sederhana” ini tidak sampai menebar fitnah.
Bicara hati-hati memang perlu, tetapi irit bicara juga tak baik. Selebihnya, biarkan hukum yang bicara. n
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo