Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Surat henry yosodiningrat: tak hanya bagi pencari keadilan

13 Juli 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari kamar berterali besi di balik tembok lembaga pemasyarakatan Kalianda, Lampung, Henry Yosodiningrat mengimbau kepada pencari keadilan dari segala lapisan masyarakat, "marilah menghormati putusan hakim dalam semua tingkatan, terlepas dari rasa puas atau tidak terhadap putusan tersebut", (TEMPO, 1 Juni 1991, Komentar). Saya dan, tentu, juga seluruh warga negara Republik tercinta yang berdiri atas dasar hukum dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka ini niscaya tak akan mengingkari imbauan Henry. Namun, imbauan demikian tentunya bukan hanya tertuju kepada para pencari keadilan saja, tapi lebih-lebih lagi perlu juga ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dalam proses terjadinya putusan hakim itu sendiri. Sudah bukan rahasia lagi bahwa dalam banyak hal, di dalam upaya mencari keadilan di tengah kehidupan dunia ini, orang tidak hanya berhadapan dengan "Hukum Keadilan" belaka. Tetapi sepanjang upaya itu, tidak jarang terasa getar-getar "Hukum Besi" yang bersumber dari kekuasaan dan "Hukum Ekonomi" yang berwawasan pada mekanisme penawaran dan permintaan. Dan para pelaksana hukum termasuk hakim, walaupun dikatakan "semestinya" memiliki sifat Tuhan, toh bukan Tuhan. Mereka manusia biasa, yang tidak mungkin begitu saja melepaskan diri dari getar-getar lingkungan, konfigurasi kekuasaan, serta kecenderungan kehidupan duniawi. Mereka mempunyai kelemahan, kekhilafan, keterbatasan sebagai anugerah Al-Khalik kepada semua makhluk ciptaan-Nya. Maka, imbauan untuk "menghormati putusan hakim" patut didengar dan diresapi oleh semua pihak agar tidak secara angkuh "memanfaatkan" keterbatasan insan-insan penegak hukum, terutama hakim, dengan cara mempengaruhi dan merasuki proses penemuan hukum-keadilan dengan getar-getar pengaruh lain, baik bersumber pada kekuasaan, kemampuan ekonomis, maupun kejiwaan. Kalau kita meyakini bahwa setiap putusan hakim adalah "demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa", kita pun mesti yakin bahwa setiap putusan hakim yang lahir karena pengaruh-pengaruh lain di luar "Hukum-Keadilan" niscaya akan membuat Tuhan memalingkan wajah murkanya kepada kita. Dan, di atas semua itu, segalanya terpulang kembali kepada para penegak hukum sendiri untuk menyadari bahwa memang masih banyak warga masyarakat kita yang "buta hukum". Tetapi mereka tak akan pernah buta terhadap rasa keadilan. Mereka tidak akan pernah kecewa karena ketidaktahuannya tentang hukum, tetapi merekalah yang akan menderita manakala rasa keadilan itu terkoyak. Dan suatu saat kelak, rasa keadilan itu akan tampil membuat "perhitungan". SUSILO YUWONO, S.H. Jl. Kaligarang 42 Semarang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus