Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Icmi: mau ke mana cendekiawan indonesia?

19 Januari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak pertemuan di Malang yang melahirkan ICMI dan sekaligus mengangkat Habibie sebagai ketua, tiba-tiba saja kaum cendekiawan menjadi pembicaraan orang di mana-mana. Mulai dari definisi tentang apa cendekiawan itu, bagaimana jalan pikirannya, dan sampai kepada apa yang akan dihasilkannya. Dengan agak mentereng, ada yang menyebutkannya sebagai elite strategis. Kenapa? Karena kemampuan ide dan kemampuan berpikirnya. Begitu besar pengaruh ide ini, hingga ada yang mengumpamakan- nya dengan api jagat raya yang dicuri dari genggaman para dewa oleh Prometheus, tokoh dalam mitos Yunani Purba, untuk dibawa ke bumi. Api ini, yang sebelumnya dimonopoli para dewa, kemudian menjadi kekuatan di bumi seperti juga kekuatan ide dari kaum cendekiawan. Tapi tidak semua orang melihat kaum cendekiawan dengan tulus dan hormat. Ada yang skeptis. Orang-orang ini menyerukan "hati-hati terhadap kaum intelektual". Betapa banyak ide yang mempunyai kekuatan itu membawa akibat tragis karena meminta banyak korban manusia. Janjinya yang muluk-muluk, kenyataannya, hanya sebuah konsep utopis yang membawa kesengsaraan. Karena ide, orang bertikai satu dengan yang lain, hingga melahirkan perpecahan. Orang yang skeptis ini kemudian memberi nasihat: "hindarkan kaum intelektual dari kekuasaan. Begitu ia dekat dengan kekuasaan, maka konsep idenya yang utama bukan untuk kepentingan orang banyak". Karena itu, despotisme yang paling buruk adalah tirani yang kosong perasaan dari ide-ide ini. Belum lagi tudingan bahwa kaum cendekiawan bisa kurang setia terhadap cita-citanya. Dia bisa menjadi konformis, sehingga alur pikirannya menjadi kabur dan kekuasaan menjadi mimpinya di kala siang maupun malam. Apakah sikap ini tepat? Sekalipun sikap kritis sewaktu-waktu diperlukan, saat ini, harapan lebih banyak tercurah pada kaum cendekiawan berikut ide-idenya. Orang menanti-nanti buah pikirannya yang mampu mendatangkan keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan bagi rakyat. Seiring dengan perkembangan pemikiran yang tergabung dalam ICMI, maka relevan ICMI itu bertujuan membawa iklim keterbukaan dan dialogis bagi masyarakat Islam yang memang mengharapkan wadah tersebut. Tapi bila wadah tersebut dijadikan forum untuk kampanye politik, karena negeri ini mayoritas Islam, maka kita orang awam mesti hati-hati terhadap wadah tersebut. Dan melalui ICMI, cendekiawan Indonesia mau ke mana? SHORICHI PURWADY Jalan Cempaka Baru Tengah III/1 Jakarta Pusat 10640

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus