Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MASA penerimaan mahasiswa selalu membuat banyak orang tua waswas. Setelah terkuras dompetnya untuk membayar uang masuk, mereka cemas atas keselamatan sang anak saat mengikuti perpeloncoan. Kecemasan yang beralasan mengingat siswa di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri dan di Pendidikan Brimob saja bisa tewas akibat siksaan para instrukturnya.
Kendati beralasan, kecemasan seperti ini seharusnya tidak boleh ada. Sebab, program inisiasi di perguruan tinggi seharusnya dirancang untuk membantu siswa mengenal kampus barunya dan mendapatkan petunjuk cara belajar yang baik, bukan dipermalukan para senior. Kalaupun ada program perpeloncoan untuk meningkatkan keakraban dengan siswa lama, acara itu sepatutnya bersifat sukarela dan tetap tanpa menggunakan cara kekerasan. Selain itu—ini yang paling penting—harus dengan izin dan mendapatkan pengawasan serius dari pengurus universitas.
Tanpa pengawasan, kemungkinan terjadinya ekses kekerasan sulit ditangkal. Sebab, seperti pernah ditulis Paulo Freire dalam bukunya yang terkenal The Pedagogy of the Oppressed, mereka yang biasa tertindas umumnya akan menjadi penindas bila berkuasa. Mahasiswa lama yang merasa disiksa ketika masuk akan melepaskan "dendamnya" kepada mahasiswa yang baru dan hal ini berulang kembali di masa penerimaan berikutnya. Freire, pakar pendidikan tersohor kelahiran Brasil, menyebutnya "daur ulang penindasan."
Ini menyedihkan karena pendidikan tinggi seharusnya justru menjadi alat pemangkas siklus jahanam itu dan bukan malah membuatnya semakin cepat bergulir. Alhasil, masa inisiasi siswa baru wajib dijauhkan dari cara penindasan, baik secara fisik maupun verbal, bahkan sepatutnya diisi dengan pelajaran untuk memangkas siklus penindasan di masyarakat. Jangan lupa, mahasiswa adalah calon-calon pemimpin kita di masa depan.
Di pihak lain, mahasiswa itu umumnya adalah anak muda. Mereka tentu ingin dan sewajarnya mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan kreativitas dan potensi kepemimpinannya. Karena itu, sekadar melarang kegiatan perpeloncoan tanpa memberikan alternatif hanya akan berujung pada aksi liar yang justru lebih berbahaya.
Cara yang lebih bijak adalah mempersiapkan program inisiasi dengan cermat. Ini bukan soal mudah, tapi juga tidak mustahil. Para pengurus perguruan tinggi, misalnya, dapat belajar kepada para pengelola acara outbound tentang metode menimbulkan keakraban para peserta kegiatan ini tanpa kekerasan fisik ataupun verbal. Mahasiswa senior yang ingin menjadi panitia perpeloncoan pun dapat dilatih untuk menjadi asisten dalam program ini.
Memang pada awalnya ini mungkin terasa mahal, tapi makin lama pasti akan semakin terjangkau. Selain itu, jangan heran jika semakin banyak dosen yang akan tergiur untuk ikut aktif mengawasi acara ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo