Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Jangan Remehkan Rasa Keadilan

Kisah pelarian Adrian Waworuntu berakhir di Penjara Cipinang. Tak mau diadili "pemerintahan lama".

25 Oktober 2004 | 00.00 WIB

Jangan Remehkan Rasa Keadilan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

UNTUK sementara, Opera Adrian Waworuntu berakhir antiklimaks. Ending-nya bisa ditarik ke sana-kemari. Adrian menyatakan dia menyerah. Polisi bilang merekalah yang menguntit kemudian membekuk "selebriti" kasus pembobolan BNI senilai Rp 1,7 triliun itu. Kepala Polri Da'i Bachtiar bersikap low profile. "Yang penting dia sudah di sini," katanya. Ini yang paling betul.

Entah mengapa Adrian memilih mendarat di Bandara Polonia, Medan, bukan langsung di Jakarta. Belum jelas apakah ia pernah membaca khazanah fiksi Medan era 1950-an, yang dikenal sebagai "roman picisan", dan kaya betul dengan cerita spion-spionan dan buron-buronan. Soalnya, perjalanan keraiban Adrian Waworuntu tak kalah romantis dan dramatisnya dengan kandungan kepustakaan (maaf) "picisan" tadi.

Selama hampir sebulan, Adrian berhasil membuat polisi empot-empotan. Padahal senjata Adrian sepele banget: sepucuk surat dari seorang dokter yang entah di mana, yang menyatakan sang pasien sedang dirasuk batuk pilek. Ketika polisi akhirnya benar-benar percaya bahwa Adrian sudah kabur, mereka bertindak cepat tanggap. Sampai-sampai mengeluarkan red notice, supaya jernih bahwa kalau polisi di sini tak berhasil menangkap seorang buron, polisi internasionallah yang harus bertanggung jawab.

Dengan penciuman tajam, polisi akhirnya mengetahui Adrian bersembunyi di Los Angeles, Amerika Serikat?kota tempat istrinya tinggal. Sebuah tim yang terdiri dari perwira menengah dan perwira tinggi diutus ke sana, seraya hadiah uang Rp 1 miliar dijanjikan kepada siapa saja yang bisa memberikan petunjuk tentang keberadaan buron yang menggemaskan itu. Belakangan ternyata Adrian malah menerima wartawan di "persembunyian"-nya di Singapura, layaknya acara ramah-tamah.

Sebetulnya banyak hikmah bisa dipetik dari Opera Adrian Waworuntu ini. Pertama-tama, tentu, janganlah meremehkan kasus yang menyentuh rasa keadilan masyarakat. Uang Rp 1,7 triliun itu bukan main-main, dan lazimnya kait-berkait dengan banyak orang dan mungkin juga lembaga. Adrian sendiri mengaku kasusnya mengandung muatan politik. Nah, apa pula ini? Kan menarik dikembangkan?

Untuk membuat kasusnya makin berbobot, Adrian juga mengatakan ia memang berusaha mengelak diadili oleh "pemerintahan lama". Ini jangan coba-coba dibengkokkan dengan memelintir logika, bahwa Adrian sesungguhnya adalah "pendukung" pemerintahan baru. Yang kita harapkan, justru, di bawah pemerintahan baru yang sudah bolak-balik berjanji memberantas korupsi, Adrian "and his combo" betul-betul diadili dan diusut sampai ke seantero jaringannya.

Dari sebuah apartemen mewah di kawasan perbelanjaan di Singapura, Adrian Waworuntu kini mendekam di sebuah sel di Penjara Cipinang, Jakarta Timur. Korban susulan kasusnya mulai jatuh: Kepala Direktorat II Kejahatan Ekonomi Khusus, yang mengusut kasus pembobolan BNI, sudah dicopot dari jabatannya dengan alasan "tidak cakap". Polisi masih memeriksa sejumlah anggotanya, mungkin juga dengan standar "cakap" atau "tidak cakap" itu tadi?wallahualam.

Adrian sendiri terancam hukuman tak main-main: seumur hidup. Tapi kuasa hukum BNI masih menyayangkan penyidik belum mengutak-atik kunci penyibak kasus ini, yaitu 196 transaksi yang diungkap Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Dari transaksi yang tercatat di 48 rekening bank?dalam dan luar negeri?itulah, kuasa hukum BNI yakin penyidik dapat mengendus jejak otak pembobolan BNI. Nah, ini kan petunjuk bagus untuk polisi?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus