Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TERBONGKARNYA jejaring suap dan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidaklah mengejutkan. Reformasi birokrasi dan kenaikan remunerasi meniupkan semilir angin perubahan, tapi tak cukup deras untuk menghentikan kebiasaan buruk yang sudah berjalan puluhan tahun di lembaga itu.
Kejahatan terbongkar berkat data awal dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, yang mendeteksi transaksi mencurigakan sejumlah pegawai Bea dan Cukai periode 2006-2010. Berdasarkan temuan itu, petugas kejaksaan dan kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih dalam.
Entah mengapa penelusuran kejaksaan berakhir antiklimaks, dengan terbitnya surat perintah penghentian penyidikan. Sebaliknya, pada Oktober 2013, penyidik polisi menangkap Heru Sulastyono, Kepala Subdirektorat Ekspor Bea dan Cukai, dan Yusran Arief, pengusaha yang menyuap Heru Rp 11,4 miliar. Sungguh ironis bahwa Heru, 47 tahun, termasuk generasi muda Bea dan Cukai yang sebetulnya diharapkan menggantikan generasi tua yang rekam jejaknya kelabu.
Penelusuran majalah ini menemukan kasus suap dan korupsi itu tak hanya melibatkan Heru dan Yusran, tapi juga sejumlah pengusaha, seperti Alex Sumadi Seng dan Adi Sugiharto Taylor alias Adi Kancil. Beberapa atasan Heru di Bea dan Cukai diduga terlibat pula dalam kongkalikong ini. Penyebab utama penyelewengan adalah wewenang besar, sementara duit berseliweran di sekitar mereka. Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad pernah bertamsil: bekerja di Bea-Cukai-dan Pajak-seperti bekerja di bengkel, pasti kotor terkena oli. Pertanyaannya, apakah sang pegawai meminta oli, mencuri oli, atau sekadar kecipratan oli.
Pegawai Bea dan Cukai idealnya punya mental baja dan tahan godaan. Tapi kita juga tak bisa mengharapkan Superman menjadi pegawai Bea dan Cukai. Pemimpinlah yang harus membuat aturan ketat agar penyelewengan bisa diminimalkan. Menghadapi situasi darurat korupsi ini, Menteri Keuangan Chatib Basri perlu berupaya lebih keras membenahi Bea dan Cukai. Program radical reform dan cut-off untuk memotong habis pegawai yang bermasalah harus dijalankan tanpa pandang bulu. Pada saat bersamaan, program quickwins, percepatan pelayanan masyarakat, harus terus diikhtiarkan agar roda ekonomi berjalan lebih efisien.
Salah satu contoh masalah pembinaan pegawai pernah diceritakan Menteri Keuangan Chatib Basri. Ada pegawai Bea dan Cukai yang bertobat dan ingin bekerja benar. Tapi rekam jejak sang pegawai menyanderanya. Pihak lain yang tahu "kartu"-nya di masa silam bisa mengancam dan memeras, sehingga ia akhirnya terpaksa kembali menempuh jalan gelap.
Di masa lalu, pemerintah pernah memberi pelajaran keras kepada Bea dan Cukai dengan menyerahkan proses pemeriksaan barang kepada Societe Generale de Surveillance dari Swiss. Bea-Cukai dibekukan dan pegawainya dirumahkan. Tapi, di masa demokrasi seperti sekarang, langkah dramatis menyerahkan pemeriksaan barang kepada lembaga asing niscaya akan menuai keributan besar.
Menteri Chatib sudah berikhtiar membenahi Bea dan Cukai dengan mewajibkan semua pegawai menyerahkan laporan harta kekayaan. Laporan itu diharapkan menghasilkan efek transparansi di lingkungan pegawai. Sebaiknya Menteri Chatib juga menunjuk figur dari luar untuk memimpin Bea dan Cukai. Pemimpin dari luar tak tersandera masa silam dan diharapkan bisa tegas menjalankan reformasi radikal di lembaga itu.
berita terkait di halaman 94
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo