Saat undang-undang desentralisasi pertama muncul tahun 1903, hanya ada tiga provinsi. Sebenarnya saat itu wilayah Nusantara dibagi dalam delapan gewesten (daerah) oleh pemerintah Hindia Belanda, yang sebelumnya menganut pemerintahan sentralistis murni. Wewenang urus diri diberikan kepada Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Daerah lain tanpa otonomi adalah Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Sumatra, Kalimantan, dan De Grote Oost yang terdiri dari Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan Nieuw Guinea (Irian).
Undang-undang yang disebut Decentralisatiewet itu direvisi tahun 1922, menjadi Undang-Undang Bestuurshervormingswet (perubahan pemerintahan). Setelah Indonesia merdeka, berturut-turut muncul Undang-Undang No.1/ 1945, UU. No. 22/1948, UU No. 1/1957, UU No. 18/ 1965, UU No. 5/1974, dan terakhir UU No. 22/ 1999.
Kapling Wilhelmina
Karena desakan berbagai pihak, pemerintah kolonial akhirnya menghapus sistem sentralisasi menjadi desentralisasi terbatas pada urusan keuangan. Pelaksananya dinamai locale raad dan boleh mengatur pengeluaran uang, meminjam, memenuhi kebutuhan wilayah, dan membuat peraturan daerah di bawah pengawasan gubernur jenderal. Anggotanya bukan wakil rakyat, melainkan pejabat pemerintah. Provinciale raad atau dewan provinsi diwakili oleh 4 orang Belanda, 4 pejabat pribumi, dan seorang asing. Wilayah provinciale raden adalah ressorten van locale raden atau swapraja lokal (locale zelfbesturen). Inilah cikal bakal daerah otonom saat ini.
Undang-undang pertama ini direvisi sembilan tahun kemudian. Provincie memayungi regentschap dan stadsgemeente, yang masing-masing diberi otonomi. Pada saat itu di Jawa dan Madura terdapat 70 regentschappen dan 18 stadsgemeenten. Daerah-daerah di luar Jawa dan Madura diberi hak otonomi meng-atur daerahnya sendiri, dan disebut groepsgemeenschap.
Daerah-daerah tersebut dikelompokkan berdasarkan kesamaan suku dan budaya, seperti Minangkabau, Banjar, Batak, Palembang, Minahasa, dan Ambon. Selain dari pemerintah, hak otonomi ada yang berasal karena adat atau asal-usul, seperti Sumatra Utara dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah-daerah semacam ini disebut landschappen atau daerah yang diperintah raja atau pembesar pribumi, sedangkan daerah di luar itu disebut gubernemen. Semuanya tunduk pada raja Belanda.
Kapling Hirohito
Tahun 1942, pendudukan Jepang dimulai. Komando militer pemerintahan sementara ini secara bertahap menghapus semua hukum kolonial. Berdasarkan Osamu Seirei, undang-undang ketatanegaraan yang dikeluarkan Panglima Tentara Ke-16, pada 7 Maret 1942, wilayah bekas jajahan Belanda dibelah dua: daerah kekuasaan Angkatan Darat, yaitu Sumatra, Jawa, dan Madura; dan daerah kekuasaan Angkatan Laut, yang meliputi sisanya. Jabatan tertinggi dipegang oleh saiko shikikan (panglima tertinggi). Gunseikan (kepala pemerintahan militer) secara struktural berada di bawah saiko shikikan. Gunseikan di Jawa adalah Panglima Tentara Ke-16.
Tak terlalu jelas apakah Undang-Undang Osamu No. 27/1942 mengubah tata pemerintahan daerah atau sekadar mengganti istilah-istilah Belanda dengan istilah bahasa Jepang. Pemerintahan daerah otonomi tertinggi adalah syuu, setara dengan keresidenan zaman Belanda, dan dipimpin syucokan, sekarang gubernur. Tiap-tiap syuu punya wewenang mengatur urusan daerahnya sendiri, termasuk ekonomi dan kepolisian. Daerah otonomi yang diawasi oleh syucokan adalah ken (kabupaten) dan si (kotamadya).
Juliana Rebut Kapling
Ada benarnya bila dikatakan bahwa semangat 1945 itu tulus. Undang-Undang No.1/1945 tentang Daerah menyerahkan semuanya kepada daerah, asal tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah yang mencakup lingkungan lebih luas. Yang tak dijamah oleh daerah akan ditangani oleh pusat. Tiga tahun kemudian keluar Undang-Undang No. 22/1948, yang lebih memperhatikan struktur dibanding pendahulunya.
Wilayah negara dibagi menjadi daerah-daerah otonom yang tersusun dalam tiga lapis. Desa, yang disebut daerah tingkat III, berada pada lapisan terbawah dan dijadikan titik berat pelaksanaan otonomi. Dalam penjelasan undang-undang, pada 1948 dicantumkan maksud tulus desentralisasi dan otonomi, yakni bahwa ia "adalah hadjat pemerintah akan menjerahkan kewadjiban itoe sebanjak-banjaknja kepada daerah."
Tahun 1949, dalam upayanya yang kesekian kali, pemerintah Belanda masih berusaha mencengkeram Indonesia dengan mendirikan negara federal, Republik Indonesia Serikat. Federasi ini terdiri dari 16 negara bagian yang berdiri sendiri-sendiri. Sejak permulaan, pihak Republik sudah curiga pada upaya sepihak Belanda membentuk negara-negara bagian, dan menempatkan orang-orang kepercayaannya di posisi-posisi kunci. Sebelum berumur satu tahun, negara ini bubar dan kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan 10 provinsi.
Pada 1957, dua tahun sebelum kudeta Sukarno, keluar suatu undang-undang yang mulus-tulus menginginkan desentralisasi. Tapi apalah daya, Undang-Undang No.1/1957 dicegat oleh kampanye merebut Irian, nasionalisasi perusahaan Belanda, berdirinya serangkaian dewan di luar Jawa yang berontak terhadap Jakarta, dan konsepsi Presiden Sukarno yang mendesak mengikutsertakan PKI dalam pemerintahan. Setelah pembubaran Konstituante, proklamasi pemerintah revolusioner republik Indonesia di Padang, pembubaran partai Masyumi dan PSI, dan proklamasi Dekrit 5 Juli 1959, tenggelamlah Undang-Undang No.1/1957.
Kapling Soeharto
Rezim Soeharto pada dasawarsa pertamanya memberi cap khusus kepada perundang-undangan otonomi daerah. Cap khusus dibubuhkan bukan pada undang-undangnya, melainkan pada cara mengulur waktu pelaksanaannya. Dalam Undang-Undang No. 5/1974, lima urusan yang sebagian diberikan kepada pemerintah daerah adalah bidang pertambangan, kesehatan, pekerjaan umum, kepariwisataan, serta lalu-lintas dan angkutan jalan. Bukan hanya pemekaran wilayah yang terus berlanjut hingga kini, juga pemberian wewenang yang lebih besar ke pemerintah daerah.
Kekuasaan pusat terbatas pada lima bidang, yaitu moneter, peradilan, pertahanan dan keamanan, luar negeri, dan agama. Ada satu masalah dengan Undang-Undang No.5/1974: ia belum pernah dilaksanakan. Peraturan pelaksananya saja, Peraturan Pemerintah No.45/ 1992, baru muncul delapan tahun kemudian. Setelah itu pun belum juga dilaksanakan karena pemerintah Soeharto masih mau melihat apakah daerah tingkat II mampu mengurus diri sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang.
Untuk itu harus ada proyek contoh, yang dimulai pada 1995, tiga tahun setelah per-aturan pelaksanaan keluar. Tiga tahun kemudian Soeharto jatuh?ambruk pula undang-undang yang muncul 24 tahun sebelumnya. Masuk akal bila orang menduga bahwa ekstremitas dan kecerobohan Undang-Undang No. 22/1999 merupakan reaksi keras terhadap tarik-ulur rezim Soeharto selama seperempat abad.
Otonomi Berantakan
Provinsi Aceh dan Papua menuntut undang-undang khusus. Papua minta bendera, lambang, dan lagu kebangsaan sendiri. Aceh ingin menjalankan syariah Islam di daerahnya. Perubahan drastis dalam masa reformasi disebabkan oleh desakan politis dari daerah dalam keadaan vakum kekuasaan politik di pusat. DPR di masa Habibie terlalu terburu-buru menyusun Undang-Undang No.22/1999. Banyak pihak cemas bahwa para pihak bersikap "mumpung" atau balas dendam. Daerah yang kebetulan dikaruniai sumber daya alam merasa punya hak istimewa atas pembagian hasil sumber tersebut.
Di lain pihak, ada kelemahan dalam menjalankan pemerintahan secara baik. Sementara itu, DPR, yang sibuk bersiap cari dana untuk pemilu mendatang, sangat kurang perhatian. Lalu setiap kabupaten atau kota main rebut sumber penghasilan secara emosional dan rakus.
Dalam perjalanan panjang sejarah otonomi, tampak satu daerah muncul sebagai kawasan yang berhasil mandiri. Meski tidak sepenuhnya otonom, Batam memiliki otoritas dalam pengelolaan dirinya sebagai kawasan industri. Dengan manajemen yang baik, mirip dengan yang dipraktekkan Singapura, Batam mampu mendongkrak sumber penghasilan. Ia lolos dari krisis 1998 karena pertumbuhan ekonominya tidak defisit, masih bisa mencapai angka 2,7% dari 12,52% pada 1997. Itu pun sekarang mulai diusik oleh pemerintah Kota Batam, yang ribut mau mengambil alih semua hak perizinan daerah.
Laksmi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini