Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Kembalikan Mahakam kepada Pertamina

6 April 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH semestinya pemerintah memberikan konsesi Blok Mahakam, Kalimantan Timur, kepada Pertamina. Seperti terjadi di banyak negara penghasil minyak dan gas, perusahaan negara sudah seharusnya menjadi pilihan pertama untuk mendapatkan konsesi, baik terhadap proyek baru maupun konsesi lama yang kontraknya berakhir.

Mahakam, yang saat ini dikelola Total E&P Indonesie (Prancis) dan Inpex Corp (Jepang), merupakan kontributor gas terbesar di Indonesia. Setiap hari, tidak kurang dari 1,6 miliar kaki kubik dipompa dari blok itu. Kontrak bagi hasil Total-Inpex ini akan habis pada 2017.

Jika pemerintah ingin Pertamina besar dan kuat, perusahaan negara itu harus diberi kepercayaan. Potensi gas dan minyak di sana masih cukup besar. Dengan cadangan terbukti dan cadangan potensial gas sekitar 3,8 triliun kaki kubik, ladang gas ini masih bisa dikuras 6-7 tahun ke depan. Potensi produksinya akan makin besar karena cadangan baru ditemukan di South Mahakam.

Dengan menguasai Mahakam, Pertamina akan memproduksi 3 miliar barel per hari dari total produksi gas nasional 6 miliar barel. Posisi Pertamina akan makin menonjol: kekuatan perusahaan energi biasanya diukur dari cadangan minyak dan gas yang dikuasainya.

Pertamina harus menyediakan dana pengelolaan (participating interest) yang cukup besar, sekitar US$ 3 miliar atau hampir Rp 38 triliun per tahun. Dengan umur produktif sekitar enam tahun, Pertamina mesti menyiapkan dana sekitar Rp 230 triliun. Jika keuangannya memungkinkan, Pertamina bisa menggarap sendiri. Jika tidak, Pertamina bisa menggandeng pihak lain.

Pilihan paling rasional adalah melibatkan Total-Inpex karena opsi ini akan menjamin kestabilan produksi Mahakam selama masa negosiasi dua tahun ke depan. Berdasarkan pengalaman, masa negosiasi acap menurunkan produksi karena alih kelola yang tak mulus. Situasi ini membahayakan negara lantaran akan mengurangi penerimaan. Penurunan produksi juga merepotkan karena dibutuhkan waktu panjang untuk menaikkannya kembali.

Tak ada salahnya jika daerah berminat ikut serta dalam pengelolaan Mahakam. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 sudah mengatur bahwa kontraktor minyak dan gas wajib menawarkan participating interest sebesar 10 persen kepada daerah. Persoalannya adalah apakah perusahaan daerah memiliki uang yang cukup—Rp 3,8 triliun per tahun atau sekitar Rp 23 triliun dalam enam tahun.

Besar kemungkinan PT Migas Mandiri Pratama, perusahaan daerah milik Provinsi Kalimantan Timur, dan PT Tunggang Parangan, milik Kabupaten Kutai Kartanegara, tak memiliki uang sebanyak itu. Sebagai gambaran, modal disetor Migas Mandiri hanya Rp 160 miliar, sedangkan modal disetor Tunggang Parangan cuma Rp 51 miliar. Jumlah modal itu tak memungkinkan keduanya mendapatkan pinjaman dalam triliunan rupiah.

Migas Mandiri belakangan menggandeng PT Yudistira Bumi Energi, perusahaan yang disebut-sebut berkaitan dengan politikus senior PDI Perjuangan, dan Tunggang menggandeng PT Cakrawala Prima Utama. Yudistira dan Cakrawalalah yang mendanai participating interest di Mahakam. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 11 Tahun 2009 tentang PT Migas Mandiri Pratama memungkinkan Yudistira menguasai saham hingga 49 persen. Pembagian yang sama terjadi di Tunggang.

Model ini mengingatkan kita pada kasus pembelian saham Newmont Nusa Tenggara oleh PT Multi Daerah Bersaing. Perusahaan ini merupakan patungan PT Daerah Maju Bersaing (perusahaan yang didirikan Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Sumbawa) dengan PT Multicapital (Grup Bakrie). Lantaran Daerah Maju tak punya duit, pembelian 24 persen saham Newmont Nusa Tenggara ditanggung Multicapital.

Nyatanya, Multicapital pun tak mengeluarkan duit sendiri. Saham itu dijaminkan ke Credit Suisse Singapura untuk mendapatkan utang US$ 300 juta. Akibatnya, seluruh dividen yang diperoleh dari Newmont sejak 2010 hingga tahun lalu dipakai buat membayar pinjaman ke Credit Suisse. Daerah Maju hanya bisa gigit jari: tak mendapat US$ 34 juta, dividen yang menurut data Independent Research and Advisory Indonesia seharusnya sudah dinikmati perusahaan itu.

Kedua pemerintah daerah harus belajar dari pengalaman buruk itu. Masih ada jalan lain untuk mendapatkan manfaat dari Mahakam. Pemerintah daerah, misalnya, bisa meminta "pinjaman" dari Pertamina yang akan ditebus dengan dividen. Mereka akan mendapatkan sisa dividen 100 persen tanpa harus berbagi dengan swasta. Mereka juga bisa mengajukan pinjaman ke PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Prinsipnya, kekayaan negara harus dinikmati sebesar-besarnya oleh negara. Pemburu rente sebaiknya menyingkir saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus