Komentar tentang Kata "Tak-Gayut", "Teragih" dan "Analisis" Perkenalkanlah saya menanggapi tulisan Saudara Ir. Sunarno, yang mengeluh tentang tidak/belum "sama"-nya bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang "awam" dan orang "perguruan tinggi" (TEMPO, 27 Oktober 1990). Sebagai contoh Saudara Ir. Sunarno mengemukakan penggunaan kata tak-gayut (mengapa tidak ditulis saja: takgayut), teragih dan analisis, yang tidak diterima oleh orang awam dengan makna seperti yang diberikan oleh perguruan tingginya kepada kata-kata tersebut, yaitu tak-gayut = independen, dan teragih = terdistribusi. Dalam kamus Poerwadarminta kita temukan: gayut, bergayut = bergantung berayun-ayun, dengan diberi contoh kalimat pendek: kera bergayut di dahan kayu. Saya pun dapat melanjutkan kalimat itu dengan: kera itu hidup tidak bergantung manusia. (Maksudnya: dapat hidup sendiri tanpa bantuan manusia). Dari dua kalimat itu, jelas adanya kelainan makna kata "gayut" dan "bergantung" (= dependent). Pada "gayut" ada makna hurufiah, sedangkan pada kata "gantung" ada makna kiasan. Untuk lebih meyakinkan, harap buka lagi kamus di mana kita temukan banyak contoh (ada dua lajur!) tentang penggunaan kata "bergantung", antara lain: "engkaulah tempatku bergantung" "hasilnya bergantung kepada kita sendiri". Jadi, tidak akan kenalah kalau saya berkata: "kera itu hidup tidak bergayut kepada manusia", karena orang akan membayangkan bahwa kera itu bergantung berayun-ayun di leher manusia. Kesimpulan: saya sarankan mengindonesiakan independent dengan tak bergantung "tak-gayut" (= tidak bergayut) digunakan untuk mengindonesiakan not hanging. Sekarang tentang kata "agih", yang dalam kamus diartikan: bagi(an), beri, membagikan, memberikan. Kalau kata ini digunakan untuk mengindonesiakan distribusi, jelas tidak kena. Sebab, distribusi mengandung arti membagi-bagi(kan) (kepada banyak orang atau banyak bagian), tidak hanya membagikan (mengagihkan) kepada satu orang atau satu bagian. Distribusi adalah "membagi-bagi rata", yang nyata dari contoh kalimat: daya listrik didistribusikan ke seluruh negeri. Tetapi "membagi-bagi" dapat dirancukan dengan divide. Karena itu, baiklah kalau dipakai saja kata "distribusi" untuk membedakannya dari "membagi" (= divide), atau kalau mau yang Indonesia murni: "menyebar-rata" seperti dalam kalimat: Kapasitas tersebar-rata (distributed) di sepanjang saluran, tidak mengempal di satu tempat. Dari kedua contoh tersebut, nyata bahwa membentuk istilah dengan paksaan akan merancukan komunikasi (yang dikeluhkan Ir. Sunarno). Pembentukan istilah selain harus "enak dibaca dan dipertanggungjawabkan" juga harus mensugesti dan dirasa "sreg", artinya: "pas dan enak dikenakan:" sambil (yang terutama) harus mengindahkan kaidah-kaidah ketatabahasaan Indonesia. Sekarang hal analisa-analisis. Dalam membangun bahasa Indonesia di zaman penjajahan Belanda dulu, para perintis dengan gigih dan konsisten memberikan corak Indonesia kepada kata-kata Belanda/asing yang terpaksa dipungutnya. Salah satu contoh penerapan kaidahnya adalah bentuk: metode-metoda, volume-voluma, fase-fasa, analyse-analisa. Kata-kata itu disayat kebelandaannya supaya menjadi Indonesia dengan menukar akhiran "e" (asing) dengan "a" (Indonesia). Tetapi angkatan sekarang justru berusaha keras untuk menginggriskan kata-kata pungutannya tidak mengindonesiakan kata asing, melainkan justru menginggriskan falsafah dan kaidah bahasa Indonesia. Begitulah: metoda dibelandakan kembali menjadi metode, voluma dibelandakan kembali menjadi volume, dan fasa menjadi fase. Itu adalah pembelandaan (bukan penginggrisan), sebab bahasa (lafal) Inggrisnya adalah method (tanpa e), volyum (tanpa e), dan feis (tanpa e). Bahwa usaha ini membikin cacat bahasa Indonesia akan nyata kalau kata-kata itu dijadikan pemetodean (methodizing), pemvolumean (voluming), dan pemfasean (phasing). Tidakkah pemetodaan, pemvolumaan, pemfasaan dirasa lebih alami (tidak membikin lidah keseleo) dan Indonesiawi? Usaha-usaha menginggriskan kata-kata yang sudah jadi dan mapan ternyata hanya mengkalutkan bahasa Indonesia. Lihat saja: metoda-metode, tetapi parabola tidak parabole populer diinggriskan menjadi popular, tetapi militer tidak menjadi militar konperensi diinggriskan konferensi, tetapi telepon tidak telefon frekwensi (tandingkan dengan: kwaci, kwini) diinggriskan dengan frekuensi, tetapi dwiwarna tidak duiwarna dan swasta tidak suasta analisa-analisis, tetapi nuansa jangan diubah menjadi nuansis, sebab kata ini berasal dari bahasa Prancis, nuance! WASITO S. Penganggit Kamus Ensiklopedi Elektronika Inggris-Indonesia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini