Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Memilih ketua di wisma kinasih

Munas ke-3 serikat pekerja seluruh indonesia (spsi) memunculkan imam soedarwo dan bomer pasaribu sebagai calon ketua umum dan sekjen. spsi perlu ditata kembali. ada suara sumbang atas kepemimpinan imam.

1 Desember 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LIMA tahun lalu, ketika Imam Soedarwo terpilih menjadi ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), banyak orang kaget. Bagaimana mungkin seorang direktur utama sebuah perusahaan PMDN dan Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) bisa dipilih menjadi ketua organisasi buruh? Senin pekan ini, organisasi kaum pekerja itu kembali melakukan musyawarah nasionalnya yang ketiga. Persoalan yang paling -- dan selalu -- menarik adalah siapa lagi yang bakal duduk di kursi ketua organisasi buruh satu-satunya yang diakui pemerintah itu. Maka, peserta munas pun, yang rencananya akan berakhir Kamis ini, yang tadinya hanya 400 undangan resmi -- mewakili 27 Dewan Pimpinan Daerah dan 266 Dewan Pimpinan Cabang SPSI -- membengkak menjadi dua kali lipat. Banyak di antaranya hadir di Wisma Kinasih, Bogor, tempat berlangsungnya munas, dengan ongkos sendiri. Bursa calon ketua bermunculan. Sejumlah nama mulai beredar. Imam Soedarwo sendiri, yang berhasil menggeser Agus Sudono pada munas yang lalu, dikabarkan memiliki kemungkinan besar untuk bertahan di kursi ketua. Sementara itu, Awaloedin Jamin, anggota Dewan Pembina SPSI yang juga Ketua Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Bomer Pasaribu, salah seorang ketua SPSI, dan Soekarno M.P.A., salah seorang anggota Dewan Pembina SPSI, merupakan pesaing yang patut diperhitungkan dalam munas yang makan biaya 265 juta rupiah ini. Imam Soedarwo, yang kini mengaku bukan pemilik beberapa perusahaan, tapi cuma orang bayaran, konon selain sudah mendapat dukungan Menteri Tenaga Kerja Cosmas Batubara, juga DPP Golkar. Di DPP Golkar, Imam, kini 60 tahun, duduk sebagai salah satu ketua. Memang, di bawah kepemimpinannyalah, SPSI -- sebelumnya bernama Federasi Buruh Seluruh Indonesia, disingkat FBSI -- menghadapi masa transisi. FBSI yang dulu bersifat federatif, yang anggotanya adalah Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP) -- pengelompokan buruh berdasarkan jenis pekerjaan -- menjadi SPSI yang bersifat unitarian, yang menerapkan unit kerja (tempat kerja) sebagai satuan terkecil dari organisasi pekerja. Dari 26 ribu lebih perusahaan yang terdaftar, Imam kemudian berhasil membentuk tak kurang dari 10 ribu unit kerja (UK). Unit-unit kerja itu dibentuk bukan cuma karena SBLP semasa FBSI sangat otonom dan sulit "dikendalikan". Juga unit-unit kerja itu dimaksudkan untuk meminimalkan kemungkinan-kemungkinan meluasnya aksi mogok jika terjadi gejolak dari serikat-serikat buruh yang tergabung dalam SBLP. Dengan SBLP, kalau ada pemogokan di satu pabrik sepatu, misalnya, kemungkinan aksi itu akan merembet ke pabrik sepatu yang lainnya. Dengan sistem unit kerja, aksi mogok diharapkan hanya akan terlokalisir di satu unit kerja satu pabrik. Untuk ini, Imam memang bisa dibilang "sukses". "Sekarang terbukti sedikit buruh yang mengadu ke DPR," kata Imam. Namun, suara sumbang atas kepemimpinan Imam selama ini cukup bergema. Menurut Ismu Handoko, Wakil Ketua DPD SPSI Ja-Tim, selama ini wibawa serikat pekerja di mata pengusaha sangat lemah. "Tidak lain ini merupakan cermin lemahnya kewibawaan kepengurusan SPSI." Ada pihak yang menilai kepemimpinan Imam kurang mengakar ke bawah, sehingga banyak persoalan yang langsung berhubungan dengan kepentingan pekerja tidak bisa diselesaikan. Tapi serikat buruh, bagi Imam, yang alumni Fakultas Sosial dan Politik UGM tahun 1959 ini, bukanlah hal yang asing. Ia bergabung di Kesatuan Buruh Kerakyatan Indonesia (KBKI) dan pernah menjabat sekjen DPC KBKI Jakarta sampai 1962. Melalui organisasi ini, ia bergabung dengan Sekber Golkar. "Kalau memang masih dipercaya, saya bersedia," kata Imam tentang kemungkinan terpilihnya dia sebagai ketua umum. Bagaimana dengan Agus Sudono, bekas ketua yang digeser Imam sendiri? Anggota Executive Board ILO (Persatuan Buruh Internasional) ini ternyata sudah tidak ingin berkecimpung di SPSI. Pesaing keras Imam Soedarwo pada munas yang lalu ini mengatakan tidak ingin dicalonkan dan mencalonkan diri dalam munas tersebut. Berarti, jalan buat Imam untuk memimpin organisasi dengan satu juta anggota ini semakin licin. Sementara itu, nama Bomer Pasaribu, Wakil Sekretaris FKP di DPR itu, paling banyak disebut untuk jabatan sekjen. Meskipun ada beberapa nama lain seperti Arief Soemadji, sekjen yang sekarang, toh Bomer nampak lebih punya peluang. Siapa pun yang duduk di kepengurusan periode mendatang, yang pasti SPSI perlu ditata kembali. Hal ini dikatakan Presiden Soeharto sendiri dalam acara pembukaan munas tersebut. SPSI, katanya, memerlukan penataan secara sektoral. "Dengan demikian, pimpinan organisasi dapat membina peningkatan kualitas anggotanya," kata Presiden. Dan pimpinan serikat pekerja di setiap sektor hendaknya orang yang memahami persoalan-persoalan di sektor masing-masing. Sebetulnya, penekanan pengelolaan pekerja berdasarkan sektor ini adalah model yang dilakukan semasa FBSI dulu. Dengan pendekatan ini, ketua sektor, baik yang ada di DPP maupun DPD, betul-betul menguasai soal yang berkembang di sektornya. Namun, tugas yang lebih berat adalah yang menyangkut soal Sekber Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP), yang selama ini masih menyempal dari SPSI, dan Serikat Buruh Merdeka Setia Kawan, pimpinan H.J. Princen. "Jika gagal menyelesaikan persoalan intern organisasi, maka akan berkembang pula organisasi pekerja 'liar' di luar SPSI," kata Darwis D.D. dari Departemen Niaga dan Bank SPSI. Kalau ini terjadi, bukan mustahil, persoalan mengatur pekerja bakal bertambah ruwet. Rustam F. Mandayun dan Indrawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus