Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Main Sapu Pimpinan KPK

AKSI main sapu oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap para penyidiknya harus dilaporkan ke Dewan Pengawas.

7 Februari 2020 | 07.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi penyegelan KPK. Dok.TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKSI main sapu oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap para penyidiknya harus dilaporkan ke Dewan Pengawas. Patut diduga, pimpinan KPK kini sedang menyingkirkan para penyidik yang bisa membahayakan kepentingan mereka dan para kroninya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Korban terbaru main sapu itu adalah Komisaris Polisi Rossa Purbo Bekti. Sang penyidik dikembalikan oleh pimpinan KPK ke kepolisian mulai 1 Februari 2020. Gara-gara keputusan pimpinan KPK itu, hak-hak pribadi Rossa saat ini dikebiri. Aksesnya ke gedung KPK sudah dicabut, sementara di kepolisian ia tak punya meja. Ia bahkan dikabarkan belum menerima gaji.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bersama Rossa, ada seorang penyidik polisi lainnya dan dua jaksa dari Kejaksaan Agung yang dikembalikan ke lembaga asal mereka. Jika operasi itu tak segera dihentikan, KPK terancam kehilangan para penyidiknya yang andal dan menjunjung tinggi hukum.

Bila dilepaskan dari konteksnya, tindakan pimpinan KPK mengembalikan penyidik ke instansi asal terkesan wajar. Toh, pada suatu waktu, Rossa dan kawan-kawan memang akan kembali ke korps mereka. Namun banyak kejanggalan di balik pengembalian mereka.

Pertama, masa kerja Rossa di KPK masih lama. Masa tugas penyidik KPK ini baru akan berakhir sekitar delapan bulan lagi, yakni pada September 2020. Kedua, bisa saja Rossa balik lebih cepat jika kepolisian memintanya. Masalahnya, kepolisian pun tak meminta penyidik ini kembali ke instansi asalnya.

Ada alasan lain yang membuat seorang penyidik bisa dikembalikan ke instansi asalnya, yakni jika melanggar disiplin di KPK. Tapi rekam jejak Rossa di KPK terbilang baik-baik saja. Terakhir, Rossa menjadi bagian dari tim KPK yang menangani kasus suap dalam kaitan dengan pergantian antarwaktu anggota DPR yang diduga melibatkan politikus PDI Perjuangan.

Dalam kasus ini, KPK telah menahan eks komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan. Adapun eks calon anggota legislatif PDIP yang diduga menyuap Wahyu, Harun Masiku, masih buron. Kaburnya Harun juga menyebabkan Direktur Jenderal ImigrasiRonny F. Sompie dicopot serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly dituntut mundur.

Sepak terjang terakhir Rossa dalam tim pengusut suap yang melibatkan partai penguasa itu patut diduga menjadi alasan ia dikembalikan ke kepolisian. Untuk membuat terang perkara, Dewan Pengawas KPK harus turun tangan. Jika terbukti ada niat buruk di balik pemulangan Rossa, Dewan Pengawas yang beranggotakan tokoh yang sebelumnya dikenal berintegritas itu harus berani "menjewer" pimpinan KPK.

Mungkin saja, Dewan Pengawas bentukan pemerintah Joko Widodo, yang diklaim untuk memastikan KPK bekerja dengan benar, itu pun tak berbuat apa-apa untuk membela Rossa serta memulihkan kekisruhan di KPK. Bila itu terjadi, anggapan publik bahwa Dewan Pengawas KPK tak ada gunanya bisa semakin kuat.

Bila tidak segera dikoreksi, penyingkiran penyidik berintegritas di KPK menguatkan anggapan publik bahwa klaim Presiden Joko Widodo untuk memperkuat KPK tak lebih dari omong kosong. Sebab, yang terlihat saat ini justru sebaliknya: Presiden bersama para politikus telah berhasil memereteli wewenang KPK. Pada saat yang sama, pimpinan KPK ikut mempercepat kelumpuhan lembaga antirasuah itu.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 07 Febuari 2020

 
Ali Umar

Ali Umar

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus