Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
kekasihku
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
gugur, ya gugur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
semua gugur
hidup, asmara, embun di bunga
yang kita ambil cuma yang berguna
ITU adalah bait terakhir puisi W.S. Rendra,"Sajak Bunga Gugur". Dalam sajak itu, Rendra memakai kata"gugur" untuk menggambarkan kematian, seperti pada bait di atas. Dengan kata yang sama, di awal puisi itu, Rendra memakainya untuk makna yang asli, yaitu luruhnya bunga atau dedaunan dari tangkai pohon, selain makna kiasannya, kematian.
bunga gugur
di atas nyawa yang gugur
gugurlah semua yang bersamanya
"Gugur" adalah salah satu kata yang dipakai untuk menggambarkan kematian. Biasanya kata ini dipakai untuk pejuang atau tentara yang meninggal di medan pertempuran, seperti dalam lagu Gugur Bunga. Dalam puisi itu, Rendra memakainya untuk kematian seorang kekasih. Mungkin dia ingin menggambarkan kekasihnya sebagai seorang pahlawan, atau ingin mengejar rasa puitis.
"Gugur" adalah satu dari sekian banyak ekspresi dalam bahasa Indonesia untuk kematian. Yang lain adalah kata"mati","wafat","syahid","tewas","mampus","meninggal","pergi","menutup mata","berpulang","mengembuskan napas terakhir","tidak bernyawa","terbujur kaku", dan sebagainya. Uniknya, hampir semua kata itu adalah kiasan, seperti"meninggal","pergi","menutup mata","berpulang","mengembuskan napas terakhir","tidak bernyawa", dan"terbujur kaku". Atau, jika bukan kiasan, itu adalah kata dari bahasa asing, dalam hal ini bahasa Arab, seperti"mati","wafat", dan"syahid".
Kiasan dan serapan dari bahasa asing itu kita ambil mungkin karena kita menganggap dua kata yang asli Indonesia,"tewas" dan"mampus", terlalu kasar."Tewas" dipakai untuk kematian dengan sebab yang tragis, seperti kecelakaan atau pembunuhan. Sedangkan"mampus" lebih banyak dipakai untuk makian.
Penyerapan dari bahasa asing juga terjadi untuk halhal lain yang berhubungan dengan kematian, seperti tubuh yang sudah tak bernyawa. Ada tiga ungkapan yang paling sering dipakai, yaitu"mayat" (atau"mayit" dalam bahasa percakapan),"jenazah", dan"jasad". Ketiganya diambil dari bahasa Arab. Ada juga"bangkai", yang hanya kita pakai untuk binatang. Sebenarnya ada sejumlah kata lain, seperti"kunarpa" dan"layon". Sayangnya, kedua kata dari bahasa daerah ini belakangan jarang dipakai.
Hal yang sama terjadi pada tempat menanam jenazah, yaitu"pekuburan","permakaman", dan (liang)"lahad". Ketiganya juga berasal dari bahasa Arab. Yang agak aneh adalah kata"makam" karena dalam bahasa Arab ini berarti tempat berdiri (maqam). Itulah kenapa banyak yang menyangka Maqam Ibrahim di dekat Kakbah sebagai kuburan Nabi Ibrahim, padahal itu adalah batu yang diinjak oleh beliau saat membangun Kakbah bersama anaknya, Ismail. Lagilagi, sebenarnya ada kata lain dalam bahasa Indonesia untuk ini, yaitu"pusara", yang lebih sering dipakai dalam karya sastra.
Dominasi kata serapan dari bahasa asing dalam dunia kematian ini diduga kuat ada hubungannya dengan agama. Kata seputar kematian yang diserap amat ketat hubungannya dengan terminologi Islam. Perubahan tata cara pengurusan jenazah di masyarakat pada masa laludari cara Hindu menjadi cara Islamturut mengubah terminologi yang dipakai. Katakata asli Indonesia akhirnya jarang dipakai dan hilang.
Qaris Tajudin
Wartawan Tempo
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo