Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Marx

Bagi orang marxis ada masalah yang ekstrem yaitu revisionis, yaitu untuk orang yang keluar dari ajaran marxisme. tapi sebagai idiologi, wajar walau marxisme. Kelahiran "revisionise" karena pikiran orang berbeda-beda.(ctp)

5 Januari 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA putrinya melahirkan bayi laki-laki, Karl Marx pun jadi kakek. Ia menulis sepucuk surat: "Tak enak menjadi seorang orang tua di masa ini, karena seorang tua hanya bisa melihat ke masa depan, dan tak menyaksikannya." Itu di bulan April 1881. Di bulan Maret 1883 sang kakek meninggal, dengan keyakinan bahwa anak-anak dunia kelak akan "menghadapi periode paling revolusioner yang pernah dialami manusia". Para pengkut dan sahabatnya agaknya tahu kira-kira apa yang dimaksud dengan itu. Ketika Marx di makamkan di Highgate, London, di hari yang sudah semerbak oleh musim semi itu, seseorang berpidato atas nama kaum buruh di seluruh dunia. Seratus tahun kemudian memang banyak revolusi terjadi. Sayangnya, bagi Kakek Karl, ia tak menyaksikan bahwa di antara pergolakan besar itu, revolusi kaum buruh tak persis terjadi seperti yang dibayangkannya - bahkan diramalkannya. "Marx meninggal ]01 tahun yang silam," demikian sebuah tulisan muncul 7 Desember 1984. "Beberapa idenya tak dengan sendirinya kena." Tulisan itu bukan cercaan. Ia malah barangkali sebuah apologi, setengah pembelaan dan minta maaf, mengingat ia adalah sebuah tajuk rencana harian resmi sebuah partai komunis besar, vakni di Cina. Namun, bagaimana juga, sesuatu yang sangat penting agaknya telah terjadi, sehingga koran itu, Renmin Ribao ("Harian Rakyat"), sampai menuliskan pendapat seperti itu. Dalam kamus orang-orang Marxis ada sebuah kutukan yang sangat keras: "revisionis" . Dulu, ketika kedua-duanya masih hidup, Mao menuduh pemimpin Uni Soviet Krushchev sebagai "revisionis", sebuah nama jelek untuk orang yang murtad dari ajaran. Kini Renmin Ribao agaknya ambil risiko untuk dicaci demikian. Sebenarnya, suatu gerakan ideologis wajar saja melahirkan orang-orang yang jadi "revisionis", karena meskipun kepala sama berbulu, latar hidup berbeda-beda, baik dalam ruang maupun waktu. Tapi Marxisme, yang oleh lawan-lawannya sering diejek sebagai "sudah jadi agama", memang tidak sembarangan: para pendukungnya menganggap paham ini ilmiah, dan kebenaran karena itu sudah ditemukan. Tinggal soal bertindak. Sebagai suatu ide yang tak berniat hanya merumuskan, melainkan juga merombak keadaan, ia tak bisa berlama-lama duduk berjuntai di kursi seminar dan diskusi. Ia ingin praktis. Pada saat angin topan mendesau-desau, yang diperlukan memang sebuah tindakan agar kita bebas dari kecelakaan. Segala omong karena itu lebih baik ditutup, dan orang-orang yang suka ribut diamankan. Marxisme adalah sebuah paham yang dengan terang benderang bersikap dalam keadaan angin topan atau seperti itu Kesabaran sangat nipis di sini, tapi mungkin pada mulanya adalah Marx sendiri. Karl, kira-kira 50 tahun sebelum jadi kakek, adalah seorang anak yang seperti tirani kecil bagi kakak dan adiknya yang perempuan, seorang yang selalu disepelekan ibu dan seorang yang dicintai dan ditakuti teman-temannya sekaligus. Meskipun ia hanya seorang murid yang angka rata-rata di kelas, ia punya kepandaian khusus: membikin sajak cemooh yang paling pedas bagi lawan-lawannya - suatu keterampilan yang tak pernah lekang dalam dirinya sampai mati. Ada yang mengatakan bahwa Marx terbawa oleh dongeng Prometheus yang membangkang terhadap surga para dewa. Ada yang mengatakan bahwa cucu Yahudi yang membenci Yahudi ini mewarisi sikap Nabi Yeremiah yang garang dalam Taurat. Apa pun penjelasannya, Marx, dengan hidupnya yang semrawut, yang biasa iapar dan sakit, punya kebahagiaan lain. Pada suatu hari seorang bertanya apa kebahagiaan baginya. Ia jawab, "Berkelahi". Seorang penulis Rus yang mengenalnya di Belgia, Annenkov, kemudian melukiskan tokoh ini sebagaimana dilihatnya di tahun 846, ketika Marx berumur 28, dengan rambut panjang yang tebal dan hitam. Suara Karl, tulis Annenkov, "berdering seperti logam". Nadanya "menyarankan keyakinan teguh tentang misinya untuk bertahta di atas pikiran manusia dan mendiktekan hukum-hukum mereka". Seorang yang kukuh, seorang yang pcnuh energi dan kemauan, seorang yang bicara hanya dalam tanda scru: tapi barangkali hanya dengan watak itu Marx bisa menghimpun suatu partai revolusioner Lcnin kemudian menirunya di Rusia. Mao kemudian melanjutkannya di Cina. Sejarah memang tidak dibikin oleh orang-orang kuat, tapi tampaknya revolusi yang membawa nama Marx akhirnya memang harus tergantung pada orang-orang kuat itu. Mungkin hanya orang yang yakin akan wewenangnya untuk bertahta di atas pikiran manusia lain yang bisa jadi juru mudi dalam topan. Tapi siapa yang dapat bertahan terus-menerus di situ? Bahkan di masa hidupnya sendiri, Marx tidak bisa mengendalikan pertentangan paham tentang mana yang benar "Marxis" dan mana yang tidak. Ia bentrok dengan kaum sosialis Prancis, yang mengklaim bahwa paham merekalah yang benar "sosialisme ilmiah" sebagaimana yang ditegakkan oleh Marx. Kalau pasti begitu, kata Marx kepada Lafargue, "sayalah yang bukan Marxis". Menarik juga untuk membayangkan bahwa Marx sendiri mungkin bisa diadili, lalu didepak dari gerakan Marxisme. Ah, revisionis! Goenawan Mohamad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus