Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Nol buat gedung tinggi

Ternyata tak satupun gedung yang lengkap sarana pencegah kebakarannya. hasil penelitian yang dilakukan oleh dinas pengawasan pembangunan kota pemda dki jakarta bersama pu. (kt)

5 Januari 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUSIBAH kebakaran seperti Sarinah masih sangat besar kemungkinannya terjadi di Jakarta. Soalnya: ternyata, tak satu pun gedung tinggi di Jakarta yang mempunyai sarana pencegahan kebakaran lengkap. Ini hasil penelitian Tim Peneliti Sarana Kebakaran pada Bangunan Tinggi di Jakarta, yang baru pertama kali dilakukan dan diserahkan kepada Menteri Pekerjaan Umum pekan lalu. Penelitian yang dilakukan Pemda DKI Jakarta (diwakili Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Biro Pembangunan Daerah, dan Dinas Kebakaran) bersama Kanwil Departemen Tenaga Kerja Jakarta serta Departemen PU itu berlangsung selama 14 hari dan berakhir 17 Desember. Dari 200 bangunan yang diteliti, hasilnya: 54,5 persen dinilai rawan, sedang 45,5 persen peralatannya tidak lengkap tapi tidak rawan. Yang lengkap sarana pencegah kebakarannya: nol. Keadaan seperti itu, "Memang sudah kami duga sejak semula," ujar Ery Chajaridipura, ketua tlm yang sehan-harl menJabat kepala Biro Pembangunan Daerah DKI Jakarta. Sebabnya bisa macam-macam. "Ada yang biayanya kurang, sehingga rencana yang sudah baik tidak bisa dilaksanakan," kata Ery. Ada pula penyimpangan yang dimulai waktu pelaksanaan. Ada juga yang lengkap waktu pelaksanaan, tapi waktu pemakaian tak berfungsi. Misalnya: peralatan pencegahan kebakaran itu disimpan di gudang. Banyak hal aneh yang ditemukan tim peneliti. Misalnya kotak hidran yan seharusnya berisi slang air ternyata diisi tumpukan sepatu bekas. Atau panel alarem yang belnya tak terpasang. "Kelihatannya masalah sosialnya lebih menonjol daripada masalah teknisnya," kesan Hario Sabrang, direktur Tata Bangunan Departemen PU yang menjadi penasihat tim. Contohnya, peralatan ada, tapi tak dipasang karena takut dicuri. Misalnya kotak tabung pemadam kebakaran yang seharusnya terbuka malah dikunci, hingga ketika diperlukan tak bisa diambil. Hario Sabrang juga menuding banyaknya bangunan yang diubah pemakai. Misalnya ruang yang direncanakan open lay out (pengaturan terbuka), ternyata disekat-sekat. Akibatnya, efektivitas sprinkler (penyemprot air) yang terpasang tak sesuai dengan asumsi semula. Atau bahkan penyekat itu menutup sprinkler. Menurut Hario, yang lebih penting adalah sikap sosial itu. "Lorong untuk evakuasi bila terjadi kebakaran sangat tak memadai, yang banyak ditemukan pada pasar atau pusat pertokoan. Lorong malah disewakan untuk kios, dan penuh meja atau almari, sehingga tak bisa atau sulit dilewati. Padahal, jalur evakuasi ini penting, karena menyangkut jiwa manusia bila terjadi musibah," kata Hario. Belum jelas apakah peralatan yang ada itu juga berfungsi. Penelitian bulan lalu memang baru mengecek sarana pencegah kebakaran dan belum mengetes peralatan. "Sasaran penelitian kali ini memang mengidentifikasi-kan kesiapan bangunan menghadapi kebakaran. Jadi, meski alatnya lengkap, kalau tak berfungsi 'kan percuma," kata Ery. Bangunan yang diteliti dibagi dua kelompok. Pertama, yang berdiri sebelum adanya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3/1975 yang bertingkat lima ke atas. Kedua: bangunan yang ada setelah Perda 3/1975 yang dibedakan antara yang lima lantai sampai sembilan lantai dan sepuluh lantai ke atas. Pembedaan antara yang lima dan sepuluh lantai itu berkaitan dengan Perda 3/1975 yang menyangkut sistem penanggulangan dari peralatan yang dimiliki Dinas Kebakaran. Di situ dikatakan, untuk bangunan sctinggi 40 meter, sekitar 8 atau 10 tingkat, peralatan Dinas Kebakaran masih mampu melayani. Dari 61 bangunan yang didirikan sebelum 1975, 46 buah dikategorikan rawan. Sedang dari 139 bangunan yang berdiri setelah 1975, 63 dinyatakan rawan. Tampaknya, tak adanya bangunan tinggi yang mempunyai sarana pencegah kebakaran lengkap karena selama ini hampir tidak ada pengawasan. Hario Sabrang sendiri juga bertanya-tanya, "Apakah terlalu banyak toleransi dalam penerapan rencana yang sudah baik itu, ataukah pada waktu pemanfaatan tak ada kontrol?" Menurut G.J. Kaunang, kepala Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, kontrol terhadap bangunan sebenarnya telah dilakukan. "Sejak perencanaan kita telah melakukan kontrol dengan IMB (Izin Mendirikan Bangunan)," katanya. Dan ketika seorang perencana membuat perencanaan, pemerintah mengendalikannya lewat SIBP (Surat Izin Bekerja Perencana). Waktu pembangunan, kontrol dikendalikan dengan SIBP dan SIPP (Surat Izin Pekerjaan Pemborong). Waktu pemanfaatan, kontrol dilakukan dengan IPB (Izin Pemanfaatan Bangunan). Kesulitan timbul ketika IPB diberlakukan. "Setiap tahun bangunan yang dibangun 'kan membengkak hebat, sementara tenaga pengawasnya relatif kecil. Jadi, perbandingan antara bangunan yang harus diawasi dan pengawasnya tak berimbang," kata Hario. Penelitian tim ini, dan tentu saja juga musibah kebakaran beruntun bulan lalu, rupanya menimbulkan dampak positif. Misalnya pada Hotel Sahid Jaya. Hotel 18 tingkat yang berbintang empat ini mulai mengadakan pembenahan. "Sekitar 70 juta rupiah kami anggarkan untuk melengkapi sarana kebakaran di hotel kami," ujar Rae Sita, humas Hotel Sahid. Antara lain pergantian pipa hldran yang tidak cocok dengan yang dimlliki Dinas Kebakaran. Kini tiap kamar hotel juga dilengkapi tabung pemadam kebakaran. Gedung Departemen Luar Negeri di Pejambon yang bertingkat 10 juga akan berbenah. Di gedung inilah tim peneliti menemui kotak hidran berisi sepatu bekas. "Malah isinya juga sapu," kata Maskan, kepala Keamanan dan Lingkungan Deplu, berterus terang. Yang memanfaatkan kotak itu para petugas kebersihan. Kesalahan, kata Maskan, terletak pada pemborong yang tidak melengkapi sarana. "Kini kami sedang mencari pemborongnya," kata Maskan. Hasil penelitian tim, menurut Ery akan segera dibagikan kepada pemilik gedung. "Akan kami berikan tenggang waktu untuk melakukan perbaikan sebelum kami melakukan ceking," katanya. Pencabutan IPB ? "Kemungkinan itu ada, tapi kami mengharapkan mereka punya kesadaran baru," kata Ery.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus