Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diah S. Saminarsih
Penasihat Senior Direktur Jenderal WHO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tahun ini, Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menggarisbawahi posisi strategis pembangunan kesehatan dalam upaya mencapai Agenda 2030. Cakupan Kesehatan Semesta (UHC) diletakkan sebagai elemen strategis pada tujuan kesehatan Agenda 2030, karena pergeseran cara pandang dalam peran sentral sistem kesehatan nasional yang berpihak pada populasi, bukan penyakit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari sudut pandang kebutuhan dan komitmen anggaran untuk kesehatan, melalui tujuan ketiga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), dunia mengakui bahwa beban dan ancaman penyakit kronis terus meningkat. Pada era SDGs (2015-2030), dunia bersepakat bahwa penyakit kronis adalah ancaman serius terhadap populasi dengan konsekuensi finansial tinggi.
Bagaimana menentukan arah kebijakan pembangunan kesehatan nasional? Skenario seperti apa yang hendak kita rancang untuk masa datang, khususnya untuk mencapai sumber daya manusia unggul dan berkualitas? Apa faktor-faktor penentu keberhasilannya?
Pertama, menyadari realitas bahwa kebijakan kesehatan nasional juga mempunyai implikasi global. Berbagai kejadian dan tren di luar Indonesia mempengaruhi arah kebijakan dan kerangka regulasi yang dibuat di dalam negeri. Sebaliknya, seiring dengan semangat SDGs dan tuntutan Global Program of Work 13 dari WHO, pencapaian target kesehatan nasional menjadi penentu keberhasilan dunia menyelamatkan hidup tiga miliar orang lagi. Dengan 260 juta penduduk, posisi sebagai anggota G20, dan negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara, Indonesia mempunyai posisi tawar sangat strategis dan bahkan salah satu penentu arah kebijakan pembangunan global. Masih terdapat ruang gerak cukup luas agar pembuatan kebijakan kesehatan nasional dapat bereksplorasi lebih dalam dan dengan sengaja menggunakan dinamika diplomasi global-nasional dalam prosesnya. Hingga kini, Indonesia telah menjadi anggota dan bahkan pemimpin untuk periode tertentu dalam beberapa kemitraan global untuk kesehatan, seperti UHC Partnership, Forum Policy on Global Health, dan Global Health Security Agenda.
Kedua, mengambil keputusan strategis yang direfleksikan secara konkret dalam rancangan teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024 dan rencana strategis kementerian/lembaga. Cakupan kesehatan semesta tidak akan tercapai tanpa transformasi layanan kesehatan primer karena membutuhkan lebih dari sekadar jumlah kepesertaan sistem asuransi kesehatan nasional. Meski demikian, capaian dan komitmen pemerintah dalam menjamin pembayaran iuran asuransi kesehatan untuk kelompok populasi miskin dan hampir miskin melalui APBN juga harus diberi apresiasi sangat tinggi.
Kesehatan primer adalah pendekatan yang paling inklusif, efektif, dan efisien yang menjamin kesehatan fisik dan mental sebuah populasi. Sebagai garda pertama dan tulang punggung sistem kesehatan nasional, ketangguhan dan kualitas layanan kesehatan primer menjadi penentu tercapai-tidaknya target pembangunan kesehatan nasional dan selesai-tidaknya masalah-masalah kesehatan lainnya. Dalam layanan kesehatan primer tercakup semua aspek pembangunan kesehatan, dari promotif preventif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan, ketersediaan dan kecakapan tenaga kesehatan, akses terhadap dan kualitas layanan kesehatan, akses terhadap obat-obatan esensial, hingga pembiayaan. Bila semua elemen tersebut dilaksanakan, termasuk berjalannya sistem rujukan, layanan spesialistik di rumah sakit, hingga sinkronisasi layanan dengan pendidikan, barulah kita bisa mengatakan bahwa cakupan kesehatan semesta sudah tercapai.
Ketiga, komitmen dan keberanian politikus untuk melihat kembali kebijakan apa yang belum berhasil diimplementasikan dalam periode lima tahun ke belakang. Berkaca pada hasil Riset Kesehatan Dasar 2018 yang menunjukkan peningkatan signifikan pada prevalensi jumlah perokok, makin mudanya usia perokok pemula, dan tingginya jumlah penderita penyakit kronis, penyempurnaan peta jalan pengendalian tembakau menjadi salah satu opsi yang bisa dilakukan berbarengan dengan kenaikan cukai dan harga jual rokok. Demikian pula dengan penanganan stunting, yang menjadi penentu keberhasilan pembangunan sumber daya manusia. Perbaikan kebijakan yang mengatur determinan kesehatan komersial, yaitu penentuan kadar gula, garam, dan lemak yang sesuai dengan standar kesehatan, hendaknya berjalan beriringan dengan perubahan perilaku masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi tinggi. Semuanya memerlukan kecakapan dan kapasitas mumpuni dari birokrasi yang lincah dan efisien.
Pada akhirnya, kita semua hendaknya menyadari bahwa pembangunan kesehatan adalah investasi jangka panjang yang menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya, karena sehat adalah hak dasar semua orang.