Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yunus Husein*
Proses seleksi pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi tahap pertama baru saja selesai. Sebanyak 194 kandidat lolos ke tahap berikutnya dan bersaing agar bisa terpilih menjadi empat pemimpin KPK. Ini proses yang sangat menentukan lantaran mencari sosok yang akan memimpin lembaga antikorupsi itu tidaklah mudah, karena beberapa hal.
Pertama, KPK sedang menghadapi masalah serius, baik menyangkut pemimpin maupun pegawainya, yang berakibat pada menurunnya reputasi KPK. Kedua, situasi politik di luar, seperti di Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah, partai politik, dan penegak hukum lain, kurang kondusif untuk memperkuat KPK. Ketiga, korupsi masih marak di Indonesia, di segala bidang dan di berbagai lapisan masyarakat. Artinya, dengan ketiga kondisi itu, prasyarat menjadi pemimpin KPK periode ini jauh lebih berat daripada yang sebelumnya.
Dalam situasi seperti ini, diperlukan pemimpin KPK yang tak hanya memiliki kompetensi dan integritas yang baik seperti yang disyaratkan undang-undang. Mereka juga mesti memiliki niat pengabdian, keberanian, jaringan yang luas, diterima banyak kalangan, dapat berkomunikasi dengan efektif, independen, dan bijaksana. Persyaratan kompetensi dan integritas merupakan persyaratan yang lumrah untuk setiap jabatan publik ataupun privat, tapi KPK memerlukan yang lebih dari itu. Mereka harus memiliki niat mengabdi untuk mencegah dan memberantas korupsi agar tercipta pemerintahan yang bersih.
KPK memerlukan pemimpin yang berani karena bakal banyak ancaman, gangguan, dan rintangan, yang semuanya mengandung risiko. Risiko bisa juga berimbas pada keluarga dan orang terdekat. Risiko-risiko inilah yang harus diidentifikasi, dinilai, dan dihadapi bersama dengan berani.
Lembaga penegak hukum ini juga memerlukan pemimpin yang memiliki jaringan luas agar mudah dalam pelaksanaan tugasnya serta mudah mendapat informasi dan data. Pemimpin yang akseptabel di berbagai kalangan juga diperlukan agar mendapat dukungan dari kalangan yang luas. Kemampuan komunikasi yang efektif pun diperlukan oleh pemimpin KPK, karena dengan komunikasi ini pesan bisa disampaikan dengan baik sehingga masalah dapat dicegah atau terpecahkan dengan baik. Kemampuan komunikasi yang baik diperlukan di atas segala persyaratan lain.
Sikap dan karakter independen mutlak dimiliki agar terhindar dari campur tangan dan tekanan berbagai pihak yang memiliki kekuasaan. Selanjutnya, sikap bijaksana diperlukan agar bisa menyelesaikan masalah dengan hati nurani dan dapat diterima semua pihak. Sikap bijaksana bukan untuk melakukan penyimpangan, melainkan menyelesaikan masalah dengan adil, pasti, dan bermanfaat.
Panitia Seleksi
Anggota Panitia Seleksi yang semuanya perempuan serta dari berbagai latar belakang keahlian harus mampu menggali integritas dan kompetensi setiap calon. Motivasi, sikap, dan komitmen calon untuk mengelola KPK dengan baik dalam rangka mencegah dan memberantas korupsi perlu digali dengan saksama. Rekam jejak, catatan, atau informasi negatif mengenai calon pemimpin KPK harus diketahui seoptimal mungkin dari berbagai sumber, sehingga pada waktu wawancara dapat menjadi amunisi untuk ditanyakan. Independensi calon bukan hanya ditanyakan secara teoretis dan normatif. Lebih penting lagi meminta bukti dan contoh yang konkret dari pengalaman masa lalu setiap kandidat ketika menjabat berbagai pekerjaan. Begitu juga pengetahuan, keahlian, dan pengalaman calon perlu diminta bukti nyatanya.
Untuk memperoleh informasi yang banyak dan bekerja efektif, Panitia Seleksi sudah membuka tetap diharapkan bekerja dengan prinsip good governance, terutama dengan menerapkan transparansi dan partisipasi publik dengan baik. Panitia Seleksi semestinya membuka nama calon pemimpin KPK sedini mungkin sehingga semua orang dapat mengecek track record mereka dengan saksama. Semua pihak harus mendukung kerja Panitia Seleksi dengan Kepolisian, Kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Intelijen Negara, civil society organization, perguruan tinggi, serta media massa.
Kalau para anggota Panitia Seleksi memiliki berbagai keahlian, pemimpin KPK yang dipilih juga diharapkan mempunyai sejumlah keahlian dan pengalaman. Ini tidak terlalu sulit dengan melihat beragamnya latar belakang calon, dari pengacara; anggota kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, dan Tentara Nasional Indonesia; sampai pegiat antikorupsi atau lembaga swadaya masyarakat. Idealnya pemimpin KPK yang terpilih memiliki berbagai keahlian dan pengalaman, sehingga satu sama lain bisa bersinergi saling mengisi dan mendukung. Jangan sampai komposisi pemimpin didominasi salah satu kalangan. Hindari juga calon yang diutus oleh instansi asalnya bekerja, karena dikhawatirkan dia akan lebih mengutamakan korpsnya dibandingkan dengan penegakan hukum dan keadilan.
Sembilan Srikandi yang menjadi anggota Panitia Seleksi seharusnya juga menghasilkan pemimpin bukan hanya pria, melainkan juga perempuan. Terpilihnya wanita sebagai pemimpin KPK merupakan sejarah baru dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Dengan sentuhan tangan wanita, diharapkan pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi lebih beradab.
Transaksi Politik
Dalam proses pemilihan pemimpin KPK, suatu hal yang harus diwaspadai adalah transaksi politik dalam proses seleksi. Transaksi politik bisa terjadi di berbagai tahapan. Namun yang agak merisaukan adalah transaksi politik pada waktu presiden akan menentukan nama calon yang dikirim ke Dewan Perwakilan Rakyat. Dan yang paling mengkhawatirkan adalah proses final penentuan nama calon terpilih di DPR.
Dalam pemilihan pemimpin KPK, peran DPR sangat penting karena lembaga ini dapat menentukan apakah seorang calon bisa terpilih atau tidak. Banyak pihak menggantungkan harapan agar para politikus Senayan bersikap lebih matang sebagai negarawan yang mendahulukan kepentingan negara dibanding kepentingan pribadi, partai, atau golongannya. Ini penting karena pengalaman dalam pemilihan yang lalu ketika DPR cenderung tidak memakai peringkat calon pemimpin KPK yang diajukan panitia seleksi.
Publik mesti cermat memperhatikan kemungkinan terjadinya transaksi politik di DPR. Pada periode lalu, misalnya, DPR mengabaikan pemeringkatan kandidat dari panitia seleksi. Ketua KPK yang terpilih adalah peringkat kedelapan dari delapan calon. Ini menunjukkan, dalam memilih calon pemimpin KPK atau pejabat publik lain, DPR banyak dipengaruhi kepentingan para politikus dalam berbagai bentuk. Ada yang berupa penerimaan uang, janji dari calon, dan dukungan dari pengusaha yang menjadi sponsor. Ada anggota DPR yang meminta kepada calon bahwa ia akan memilih dengan janji ketua umum partainya "tidak diganggu".
Untuk mencegah terjadinya transaksi gelap ini, harus dibuat aturan bahwa calon pemimpin KPK dilarang berkomunikasi dengan anggota DPR atau utusan partai politik. Atau komunikasi setiap calon dengan anggota DPR atau politikus harus dilakukan secara transparan dan dilaporkan kepada panitia seleksi di mana pertemuan dilakukan, dengan siapa, dan apa yang dibicarakan. Dengan berbagai usaha ini, kita berharap Panitia Seleksi bisa melahirkan komposisi pemimpin ideal yang mampu memperkuat KPK dalam upaya mencegah dan memberantas korupsi. l
*) Anggota Komite Nasional Kebijakan Governance Serta Ketua Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan 2002-2011
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo