Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Menembus waktu, mencari matra jazz..

Musik jazz tak usah dimengerti, cukup dinikmati. amat sangat pribadi, syarat unsur-unsur hiburan: pop, klasik. jazz punya dimensi tembus waktu, tak termakan zaman. setiap orang bisa melantunkannya.

26 November 1988 | 00.00 WIB

Menembus waktu, mencari matra jazz..
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SEORANG wanita bertanya lewat rubrik surat pembaca sebuah majalah musik: "Apa sebenarnya musik jazz itu?" Jawaban dari sang redaktur: "Jangan sekali-kali Anda mengerti apa itu musik jazz, karena begitu mengerti, Anda akan langsung mencampakkannya ke kloset." Memang itulah salah satu unsur ukuran matra (dimensi) musik jazz: tidak usah dimengerti, cukup didengar dan dinikmati. Berbeda dengan wanita, karena biarpun seorang wanita dengan susah payah kita coba mengerti, belum tentu bisa dinikmati .... Memang wanita banyak persamaannya dengan jazz. Paling tidak masalah pribadi atau kepribadian menjadi urusan mereka berdua. Maksudnya, unsur ukuran matra jazz yang lain ialah "pribadi". Jazz amat sangat pribadi. Nyaris setiap komposisi jazz punya nilai pribadi sang kreator yang sangat kuat. Malahan pada sebuah "total improvisasi", pribadi sang pemusiklah yang mendominasi warna dari runtutan nada yang lahir lewat tangannya. Karya yang amat sangat pribadi kadang susah dimengerti. Toh indria penikmatan kita bisa terpengiruh oleh hal-hal itu. Malahan, justru unsur pribadi ini membuat jazz menjadi eksklusif. Dan pada hal-hal yang eksklusif, biasanya penikmatannya sangat fanatik mendekati maniak. Unsur inilah yang mendekatkan jazz pada budaya manusia modern. Jazz adalah kesenian pertama yang memberikan legalitas pada teknik improvisasi. Itu sebabnya jazz -- secara tidak sengaja -- pengusung pertama dari konsep "kecelakaan". Maksudnya, jazz bukan benda yang linier. Bagi jazz, si A kawin dengan si B, lalu lahir anak si C, boleh saja, walau tidak harus selalu begitu. Bisa saja justru karena si C harus lahir, maka si A kawin dengan si B, itu juga boleh bagi jazz. Jadi, unsur ukuran matra jazz yang lain ialah tidak linier. Ketidaklinieran ini ternyata mendudukkan jazz dalam konsep dinamisasi nilai. Misalkan sepotong tahu tergolek di piring, di meja makan, jelas tahu itu bernilai makanan. Tapi bila sepotong tahu tadi kita onggokkan di tempat sampah, dia jadi sampah. Lain lagi jika sepotong tahu jadi kita letakkan di langit-langit rumah, maka dia bernilai sesajen. Sepotong tahu tadi mengalami dinamisasi nilai. Demikian halnya dengan jazz. Dia bisa larut dalam nilai pop, hiburan, maupun seni. Jazz bisa jadi sebuah seni sakral bagi penikmatnya yang serius. Jazz juga punya sub-kultur mabuk-mabukan. Di pub-pub -- minimal di Indonesia -- tidak pernah disuguhkan musik klasik atau musik pop, tapi jazz, dan itu merangsang orang untuk sedikit liar. Pertunjukan jazz juga sarat dengan unsur-unsur hiburan. Jadi, dinamisasi nilai termasuk unsur ukuran matra jazz. Tapi bukan berarti kedudukan jazz lebih spesial dibandingkan jenis musik yang lainnya. Jazz tidak dan tidak kurang, sebuah bentuk seni musik. Berarti konsep lunatic melekat juga pada tubuh musik jazz. Konsep lunatic atau konsep bulan ialah bahwa segala yang tercipta di muka bumi ini tentu ada maknanya bagi kehidupan. Kenapa diambil rama bulan? Bulan adalah sebuah meteorit Bumi yang berarti. Padahal, kita menghitung hari dengan bulan. Kadang-kadang bulan menjadi semacam sinyal bagi petani, kapan mereka bisa panenan. Bahkan setiap bulan, wanita "datang bulan". Jadi, konsep ini menganut arti bahwa tidak ada yang tidak berguna. Artinya, lagu cengeng pun ada gunanya. Bayangkan saja jika lagu cengeng dilarang. Berarti jika Anda putus hubungan dengan pacar, nyanyikanlah lagu Maju tak Gentar. Konsep lunatic tadi mengatakan, lagu cengeng "ada" karena harus "ada", dan tidak bisa "tidak ada" jika memang harus "tidak ada", dan "tidak ada" berarti bukan "ada". "Ada" itu sebuah makna, bahkan "tidak ada" pun sebuah makna. Jazz juga ditempeli konsep lunatic tadi. Jazz itu ada. Jazz itu hidup. Maka, secara umum, selain jenis musik lainnya, jazz juga punya unsur ukuran matra, yaitu makna. Jadi, matra jazz secara umum: penikmatan, seni pribadi, non-linier, dinamisasi nilai. Dan kelima, makna. Menurut pelajaran ilmu ukur ruang di SMA dulu, jika ada dua unsur ukuran, benda itu berdimensi dua (hanya ada panjang dan lebar). Lalu jika ada tiga ukuran (panjang, lebar, dan tinggi), benda itu berdimensi tiga. Kalau ada empat ukuran, dimensinya apa? Padahal, musik jazz ada lima ukurannya. Apa bentuk dimensinya? Saya datangi guru fisika saya di SMA dulu. Dia berkata bahwa urusan fisika hanya sampai dimensi tiga, lebih dari itu, urusan metafisika. Saya diberi alamat oleh dia, alamat seorang pakar metafisika. Sampai di alamat beliau, ternyata di sana penuh dengan manusia. Saya pikir, mereka juga mau berkonsultasi masalah metafisik. Eh, ternyata mereka konsultasi masalah kode Porkas dan KSOB. Tiba giliran saya, langsung saya buka permasalahan saya. Dia menjawab, "Yang punya empat ukuran, namanya dimensi tembus waktu." Kalau kita analogikan dengan metafisik tadi, berarti musik jazz, karena punya lima ukuran, termasuk dimensi tembus waktu. Dimensi tembus waktu dapat diartikan bahwa musik jazz sudah masuk daerah klasik, yang tak termakan oleh waktu, dalam arti zaman. Otomatis dia sudah lewat dari dimensi tembus ruang, yang hanya butuh empat ukuran saja. Jika dia sudah tembus ruang, berarti dia sudah tidak terbatas oleh ruang, dalam arti etnik, geografik, sosio dan politik. Kalau dia tembus ruang, artinya mencari matra jazz di Desa Cikelet (yang jaraknya 7 obor dari Garut), sama saja dengan mencari matra jazz di New York, atau mungkin Zimbabwe. Kalau memang sudah demikian universalnya, kenapa harus kita sempitkan lagi? Mungkin untuk sekadar berlatih selera romantis kita, bolehlah kita iseng-iseng mencari matra jazz di Indonesia. Walaupun yang akan kita dapatkah dari pencarian kita, ya, itu-itu juga, sama seperti di belahan dunia lain. Jazz sudah tembus ruang. Orang Rusia pun main jazz. Jazz sudah tembus waktu. Jadi, mencari matra jazz di Indonesia mudah. Di daerah Indra Lesmana, di kulit ari Ireng Maulana, di roh Jack Lesmana. Bahkan di ikan asinnya Bubi Chen, di situlah matra jazz di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus