Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Mengatur Daerah Berbasis Agama

Pembahasan rancangan peraturan daerah berbasis Injil di Manokwari harus dihentikan. Biarkanlah iman berada di wilayah privat. Negara tak perlu repot-repot mengaturnya.

14 Mei 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RENCANA mengatur Kabupaten Manokwari dengan peraturan daerah berbasis Injil sebaiknya tak usah diteruskan. Kalau gagasan ini kelak akhirnya disetujui dan disahkan, dampaknya bisa gawat: memicu terjadinya konflik horizontal. Bentrok antarumat beragama sangat mungkin terjadi karena mereka salah paham dalam menafsirkan aturan tersebut.

Coba simak isi draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Injil itu. Ada salah satu pasal yang melarang aktivitas pelayanan publik pada hari Minggu, selain kegiatan pembinaan mental spiritual. Ini bisa diartikan bahwa semua warga di sana harus menghormati jemaat yang pergi ke gereja. Tak boleh ada kegiatan lain. Bayangkan seandainya pada hari itu ada pemeluk agama lain yang bikin kenduri besar tapi tak ada urusannya dengan gereja. Bisa geger.

Ada draf versi lain yang terasa bombastis. Di situ dinyatakan bahwa pemerintah daerah dapat memasang simbol agama (maksudnya tentu salib) di tempat umum dan perkantoran. Menonjolkan identitas dan simbol keagamaan semacam ini jelas berlebihan—selain juga rawan. Apalagi bupati diberi kekuasaan luar biasa dalam mengatur perkara iman ini. Dia agaknya difungsikan sebagai ”wakil Tuhan” yang menentukan tetek-bengek sanksi, termasuk tata cara pengucilan bagi warga yang melanggar aturan ini.

Luar biasa. Karena itulah, kami sejalan dengan para pemimpin Katolik dan Protestan yang tidak mendukung rencana digelindingkannya beleid ini. Sekali lagi, mumpung masih berupa draft pra-rancangan—dengan kata lain, masih jauh dari tahap pengesahan—sebaiknya niat membahas rancangan peraturan daerah berdasarkan agama Kristen atau dikenal dengan Raperda Kota Injil ini dihentikan saja. Akan lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya.

Bahwa Manokwari memiliki sejarah istimewa bagi masyarakat Kristen di Papua sana, rasanya tak ada yang menyangkal. Kabupaten di bagian tempurung peta bumi Cenderawasih ini dijadikan gerbang pertama penginjilan ke Papua. Agama Kristen masuk ke kawasan itu sekitar satu setengah abad silam. Penginjil asal Jerman, Carl W. Ottow dan Johann Gottlob Geissler, mendarat di Pulau Mansinam, tiga kilometer dari Pelabuhan Manokwari, pada 5 Februari 1855—peristiwa penting yang dianggap sebagai tonggak sejarah dimulainya peradaban baru di Papua.

Namun justru sejarah penting ini seharusnya dijadikan spirit untuk membangun daerah dan masyarakat setempat agar bisa hidup sejahtera, rukun dan damai. Tak usahlah keberagamaan mereka lantas dipaksa-paksa dan diformalkan dalam bentuk peraturan daerah. Patut disayangkan kalau niat ini muncul sebagai reaksi dari euforia ”perda syariah” atau ”perda antimaksiat, antimiras, antijudi, dan antipelacuran” yang sudah disahkan di pelbagai daerah berpenduduk mayoritas muslim.

Secara konsisten majalah ini tetap pada sikapnya yang tak sependapat dengan beleid berbasis hukum agama tersebut, kendati hanya diberlakukan secara internal bagi pemeluk Islam. Bagi kami, biarkanlah perkara iman dan takwa berada di ruang privat. Negara, atau pemerintah, di pusat dan daerah, tak perlu repot-repot mengaturnya. Peraturan semacam ini niscaya akan menggiring terciptanya daerah yang ”tertutup” atau tersekat-sekat berdasarkan agama, budaya, dan suku.

Padahal sebuah kota, kalau mau maju dan rakyatnya hidup sejahtera, haruslah dibiarkan terbuka dengan memberikan ruang publik yang seluas-luasnya. Apalagi di Manokwari, ibu kota Provinsi Papua Barat, mayoritas penduduknya masih hidup di bawah garis kemiskinan. Kalau mau sibuk bikin peraturan daerah, mestinya ihwal problem laten inilah yang harus dibahas dan dituntaskan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus