Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Mitigasi belum Optimal

Tanpa kebijakan permanen menghadapi bencana gunung api, penyelamatan morat-marit. Hindari simpang-siur media sosial.

24 Februari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMERINTAH terlihat lamban dalam menanggulangi dampak erupsi. Seolah-olah tak belajar dari akibat letusan Sinabung yang morat-marit, dari penyediaan masker sampai pasokan air minum, selimut, dan obat-obatan­, pemerintah terkesan kurang sigap-tanggap. Terkatung-katungnya sejumlah pengungsi karena pos penampungan mereka ternyata sudah digunakan pengungsi lain membuktikan manajemen penanggulangan yang serba dadakan.

Operasi tanggap darurat yang dilakukan pemerintah terkesan sebatas respons reaktif, spontan, dan sporadis. Sudah saatnya kita memiliki kebijakan permanen yang mampu mengantisipasi dan meminimalkan dampak bencana, yakni kebijakan yang berangkat dari database pemetaan daerah rawan letusan gunung berapi. Dibutuhkan operasi dengan persiapan koordinasi penyelamatan, penyediaan infrastruktur, sampai pelatihan relawan yang dilakukan sejak prabencana.

Negara seperti Jepang, yang merupakan langganan gempa, secara sistemik memiliki program kesiap-siagaan menghadapi bencana. Mereka menyiapkan teknologi tahan bencana dan membangun sistem sosial yang tanggap bencana. Mereka menginginkan masyarakatnya memiliki kultur sadar bencana yang rasional. Sedangkan dalam alam pikir masyarakat kita, letusan gunung masih dianggap sesuatu yang insidental, yang walaupun merupakan malapetaka tetap mengandung "hikmah" tertentu.

Kemampuan pemerintah memberikan informasi penting yang harus dipatuhi masyarakat masih lemah. Akibatnya, banyak korban jatuh yang sebetulnya bisa dihindari. Erupsi Kelud, misalnya, tak banyak memakan korban langsung. Korban meninggal dan luka-luka justru karena dampak tak langsung. Beberapa orang tewas karena keruntuhan atap rumah ketika membersihkan debu yang menumpuk di bubungan.

Tatkala hujan turun, air membuat debu mengeras, menjadi mirip campuran semen. Atap pun ambruk karena tak kuat menahan beban. Masih ada kemungkinan korban bertambah akibat masyarakat melanggar zona bahaya. Sampai sekarang, dalam radius sepuluh kilometer, masyarakat dilarang masuk karena kemungkinan datangnya awan panas. Tapi, dalam kenyataannya, banyak penduduk menerobos karena menganggap keadaan sudah aman.

Kesimpang-siuran informasi hampir selalu terulang pada setiap bencana. Setelah letusan Kelud, di media sosial ramai dibicarakan Gunung Bromo-Semeru akan menyusul. Isu palsu ini bisa membuat panik. Erupsi tak mirip virus influenza. Setiap gunung memiliki aktivitas vulkanis sendiri-sendiri, tidak tergantung gunung lain.

Seyogianya pemerintah tangkas memberi informasi yang terang-benderang, yang tingkat akurasinya mampu menyelamatkan masyarakat. Pada kenyataannya, masyarakat lebih sering mempercayai prediksi dari sumber tak jelas, misalnya "juru kunci". Pemerintah, bagaimanapun, harus mampu mensinergikan deteksi bencana yang bertolak dari ilmu pengetahuan dan pengalaman lokal.

Tugas mitigasi termasuklah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang ciri-ciri letusan gunung secara ilmiah. Tugas mitigasi juga membangun manajemen rasional penanggulangan berbasis masyarakat. Daripada menghamburkan uang untuk hal-hal tak penting, lebih baik pemerintah mulai menyiapkan infrastruktur mitigasi yang benar.

berita terkait di halaman 47

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus