Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Mudarat Pemindahan Ibu Kota

Rencana Presiden Joko Widodo memindahkan ibu kota negara sungguh tidak realistis. Biaya membangun ibu kota baru jelas sangat mahal.

3 Mei 2019 | 07.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro memperkirakan pemindahan Ibu Kota menelan biaya Rp 466 triliun jika luas lahannya 40 ribu hektare.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rencana Presiden Joko Widodo memindahkan ibu kota negara sungguh tidak realistis. Biaya membangun ibu kota baru jelas sangat mahal. Anggaran ratusan triliun untuk proyek mercusuar ini akan lebih baik jika dialokasikan buat memacu pertumbuhan ekonomi dan menekan angka kemiskinan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah perlu menyadari bahwa memindahkan ibu kota bukan sekadar membangun kantor-kantor pemerintahan di lokasi baru. Ratusan ribu aparat pemerintah pusat, termasuk keluarga mereka, harus pula diboyong. Selain kantor pemerintahan, dibutuhkan infrastruktur lain, seperti perumahan, sekolah, dan rumah sakit. Biaya membangun ibu kota baru bisa jauh lebih besar dari yang diperkirakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Boyongan ibu kota negara pun akan berdampak pada kantor kedutaan dan perwakilan negara-negara asing. Perusahaan-perusahan besar yang bermarkas di Jakarta pun akan terpengaruh, terutama berkaitan dengan urusan perizinan bisnis. Hal ini justru akan merugikan bagi iklim investasi.

Dari tiga opsi yang dikaji Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jokowi menyatakan cenderung memilih lokasi baru di luar Pulau Jawa. Salah satu alasannya, Jakarta memikul beban yang terlalu besar sebagai pusat pemerintahan dan bisnis sehingga menyebabkan kota ini menjadi padat dan lalu lintasnya macet. Alasan ini terlihat masuk akal. Tapi sesungguhnya banyak solusi lain untuk mengatasi problem Jakarta.

Kepadatan terjadi karena pemerintah tidak sanggup mencegah urbanisasi dengan menyediakan lapangan kerja di daerah. Sedangkan kemacetan sulit diurai lantaran pemerintah belum berhasil menyediakan sarana transportasi publik yang aman, nyaman, dan murah-serta membuat kebijakan lain yang simultan, seperti membatasi jumlah kendaraan. Pemerintah juga belum bersikap tegas dalam menekan pertumbuhan tempat-tempat bisnis di Jakarta.

Jika tujuannya untuk mengontrol tata ruang Jakarta, pemerintah semestinya membikin perencanaan pembangunan di wilayah Ibu Kota dan sekitarnya secara lebih baik. Pemerintah perlu menggeser sentra industri dan bisnis ke luar Jakarta secara perlahan-lahan sehingga perusahaan akan mengikuti dengan membangun kantor di sana. Pemerintah harus pula menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru. Dengan begitu, wilayah lain akan berkembang.

Ada negara yang berhasil memindahkan ibu kota. Contohnya Australia, yang membangun ibu kota baru di Canberra. Tapi hal ini dilakukan dengan persiapan amat lama dan biaya tidak sedikit. Adapun pemindahan ibu kota Brasil dari Rio de Janeiro ke Brasilia boleh dibilang kurang berjalan mulus. Ibu kota baru, yang tadinya ditujukan untuk orang kaya dan orang miskin, kini hanya menjadi tempat tinggal orang kaya.

Ketimbang menghambur-hamburkan anggaran negara untuk memindahkan ibu kota, Jokowi semestinya berkonsentrasi mendongkrak kinerja pemerintahan pada periode mendatang. Banyak masalah yang perlu dibenahi, dari soal memerangi korupsi, mengurangi ketimpangan sosial-ekonomi, hingga mengoptimalkan manfaat dan dampak pembangunan infrastruktur bagi perekonomian.

Ali Umar

Ali Umar

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus