Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI penjara, M. Nazaruddin tak pernah kehilangan akal. Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat yang dihukum tujuh tahun penjara akibat kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games itu semakin kreatif untuk memperoleh keistimewaan. Setelah Nazaruddin dipindahkan ke penjara Sukamiskin, Bandung, Mei lalu, tiba-tiba saja Kepala Lembaga Pemasyarakatan Giri Purbadi ditelepon Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie agar Nazar dijaga baik-baik dan dikabulkan apa yang diinginkannya.
Nazar, yang mengeluh tak enak badan dan muntah-muntah, meminta dirawat di rumah sakit. Giri Purbadi menyadari hak terpidana seperti termaktub dalam Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Pemasyarakatan: narapidana harus mendapat pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. Hanya, mereka yang perlu dirawat di rumah sakit harus sesuai dengan saran dokter penjara. Permintaan itu ditolak karena dokter mengatakan Nazar hanya mengalami stres.
Akibat penolakan ini kemudian terjadi dua hal. Pertama, Marzuki Alie kembali menelepon agar kepala penjara mengabulkan permintaan Nazar. Kedua, salah satu anggota keluarga Nazar yang mengatasnamakan dirinya sebagai anggota parlemen datang berkunjung dan mempertanyakan keputusan kepala penjara yang tak mengabulkan permintaan Nazar.
Kedua "pengayom" Nazar membantah ihwal keterlibatan mereka dalam urusan perlakuan khusus ini. Di luar soal ada-tidaknya intervensi itu, sikap kepala penjara Sukamiskin ini harus didukung. Ia sudah melakukan tugasnya secara profesional dan taat prosedur, yakni mengecek kepada dokter penjara tentang kesehatan Nazar.
Sikap Giri sudah tepat mengingat rekam jejak Nazaruddin sebelumnya. Saat masih di penjara Cipinang, Jakarta, dia "pelesir" bersama sang istri, Neneng Sri Wahyuni. Keduanya, yang tengah dibui di penjara berbeda pada Maret lalu, "jatuh sakit" bersamaan, lalu dirawat di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur. Sebulan kemudian, Nazar mengaku menderita penyakit batu empedu, lalu dirawat bersama istrinya di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Menteng, Jakarta Pusat.
Sungguh memalukan jika ada pemimpin lembaga legislatif yang menghubungi kepala penjara agar memberi fasilitas istimewa kepada seorang narapidana. Ketua DPR sama sekali tidak berhak melakukan intervensi apa pun terhadap sistem lembaga pemasyarakatan. Ia telah memasuki area kewenangan eksekutif, yaitu Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Publik bisa saja menilai bahwa intervensi ini dilakukan lantaran Ketua DPR Marzuki Alie dan Nazar berasal dari Partai Demokrat.
Harus pula diingat, vonis tujuh tahun untuk kasus suap Wisma Atlet hanyalah secuil dari rangkaian kasus yang melibatkan Nazaruddin. Proyek Nazar yang terkena jerat hukum bejibun, diperkirakan lebih dari 30 buah, dengan total nilai sekitar Rp 6 triliun. Kasus berikutnya yang sudah disidik dan siap diserahkan ke kejaksaan adalah perkara pencucian uang yang berkaitan dengan pembelian saham PT Garuda Indonesia.
Biasanya pada saat-saat inilah Nazar beraksi di depan kamera dan mengejutkan masyarakat. Ia "bernyanyi" mencemplungkan satu-dua nama yang terlibat dalam proyek bermasalah. Tak mengherankan jika para pengayomnya, terutama dari Partai Demokrat, heboh membantu agar dia bisa hidup lebih nyaman di penjara. Karena itu, Kepala LP Sukamiskin Giri Purbadi tak hanya perlu dipuji lantaran memperlakukan Nazar seperti narapidana lain, tapi juga layak dijadikan teladan bagi para petugas penjara lainnya.
berita terkait di halaman 34
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo