Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kembali Ke Workwana

Puluhan pengungsi dari kamp black water pulang ke kampung halamannya atas inisiatif sendiri setelah menderita akibat perlakuan OPM. Mereka dijemput dan diantarkan ke Workwana. (nas)

5 Januari 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CAMAT Arso, Kabupaten Jayapura, tiba-tiba diserbu puluhan pelintas batas di Vanimo, Papua Nugini. Kali ini, Drs. Billy Jamlean, camat itu - bersama sekretaris tim verifikasi dan tim tetap perbatasan, Suryanto Sri Wardoyo - disambut dengan pelukan haru dan isak tangis. Sebanyak 98 pelintas batas asal Kecamatan Arso, yang sudah tinggal di kamp Black Water sejak Maret tahun lalu itu, meminta kepada anggota tim verifikasi yang menjemputnya untuk segera dikembalikan ke kampung asalnya. Kembalinya 99 orang pengungsi - seorang dilahirkan dalam perjalanan ke Irian Jaya - yang pertama, 22 Desember lalu itu, dijemput dengan kapal perintis KM Dhuta Nusantara. Menurut pengakuannya, mereka pulang atas inisiatif sendiri. "Kami berjuang untuk pulang dengan taruhan nyawa," kata salah seorang pengungsi. Soalnya, setelah sembilan bulan menderita di kamp Black Water, dengan penjagaan ketat oleh anggota gerombolan OPM, mereka bertekad angkat kaki dari kamp itu. Lewat tengah malam, sebanyak 98 orang - 23 kepala keluarga dengan diam-diam meninggalkan kamp dan meminta perlindungan polisi di Vanimo. Polisi kemudian melaporkannya ke pejabat pemerintah setempat yang segera mengontak Jayapura untuk mengirimkan kapal jemputan. Mereka, sambil menunggu jemputan, disembunyikan di tempat rahasia dengan penjagaan ketat polisi PNG. Soalnya, gerombolan OPM, yang merasa kecolongan, menguber mereka dan berniat menggiring kembali mereka ke kamp. Karena itu, ketika mereka naik kapal yang merapat di dermaga Vanimo, hampir terjadi bentrokan: beberapa anggota OPM menyerbu dan melemparinya dengan benda-benda keras. "Pengecut, pengkhianat, dan berbagai caci maki diteriakkan gerombolan OPM di tengah hiruk pikuk itu kepada kami," kata seorang pengungsi kepada TEMPO. Insiden antara pelintas batas dan OPM yang memang bebas bergerak di wilayah PNG itu bisa dicegah oleh polisi PNG yang menjaga dengan ketat pemulangan pelintas batas itu. Rupanya, bentrokan semacam itu memang sering terjadi di beberapa kamp karena perlakuan seenaknya anggota OPM. Mereka sampai ke kamp Black Water juga karena digiring oleh OPM. Ini terjadi 19 Maret 1984, lewat tengah malam, setelah sekitar 150 anggota pengacau keamanan menyerbu Kampung Workwana, asal pengungsi itu. "Lama perjalanan empat hari empat malam," kata seorang pengungsi. Selama di kamp pengungsi, mereka selalu diawasi, kekurangan makanan, dan tidak bebas keluar. Karenanya, ketika mendarat kembali di Jayapura Sabtu tengah hari, mereka kelihatan kurus dan lemah seperti kurang makan. Mereka disambut oleh Gubernur Izaac Hindom, Pangdam XVII/Cenderawasih Brigjen R.K. Sembiring Meliala, dan Wagub Sugiyono. Setelah mendapat nasi bungkus dan bekal secukupnya, pelintas batas yang pertama kembali itu langsung diantar dengan bis ke kampungnya di Workwana. "Tidak usah pakai prosedur macam-macam," kata Sugiyono kepada TEMPO, "kami percaya mereka akan baik." Apalagi mereka mengungsi karena digiring OPM. Di Workwana, kata Sugiyono, telah disediakan 210 rumah untuk para pelintas batas yang mungkin akan menyusul meninggalkan kamp pengungsi di PNG. Kecuali memperoleh jatah tanah pertanian, mereka juga bisa bekerja di proyek perkebunan kelapa sawit sekitar 5.000 ha di dekatnya. Sementara itu, untuk sekitar 9.000 pelintas batas yang kini masih di kamp-kamp pengungsi, telah disiapkan 10 lokasi dengan perumahan dan tanah pertanian. Bahkan, beberapa anggota OPM mungkin juga bisa pulang dan tidak di tahan. Sebagai misal, delapan aktivis OPM yang pulang 20 Desember. Setelah melarikan diri dari Jayapura 12 Desember lalu, mereka ditangkap polisi PNG di Wutung. Pelarian OPM itu meminta suaka politik atau izin tinggal sementara untuk mendapatkan suaka di negara ketiga. Tapi, pihak PNG menolaknya dan mengembalikannya ke Irian Jaya. Pengembalian anggota OPM itu juga disambut oleh Gubernur Izaac Hindom dan Wagub Sugiyono. "Pelintas batas" yang masih bertubuh kekar itu terharu, dan beberapa sempat meneteskan air mata. "Mereka tidak percaya akan mendapatkan sambutan sebaik itu," ucap Sugiyono. Tanpa melalui pemeriksaan atau ditahan, aktivis OPM itu langsung dikembalikan ke rumah masing-masing di sekitar Jayapura dan Abepura.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus