Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Obligasi Daerah, Apakah Sudah Waktunya?

12 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

  • Robert A. Simanjuntak

    Pertanyaan yang menjadi judul tulisan ini sungguh patut diajukan, karena pemerintah daerah siap menerbitkan surat obligasi, sementara Menteri Keuangan mengimbau agar daerah jangan dulu berutang. Alasannya: demi memantapkan stabilitas ekonomi makro yang masih rawan.

    Masalahnya bagi daerah, benarkah terlalu dini untuk menerbitkan obligasi? Anda yang mengikuti perkembangan isu obligasi daerah tentu masih ingat bahwa wacana ini sudah muncul sejak awal 1990-an. Jadi, sudah lebih dari satu dekade. Lalu, mengapa daerah tetap saja dianggap belum siap?

    Argumen dari pemerintah pusat pastilah menyangkut kondisi perekonomian yang belum stabil. Anggaran untuk cicilan bunga utang dan pokok sangat besar, sehingga APBN terjepit. Situasi ini masih akan berlangsung sampai beberapa tahun mendatang. Dengan demikian, daerah diharapkan tidak menambah rumit permasalahan fiskal dengan membuat utang baru.

    Selain itu, Argentina juga bisa dijadikan contoh, yakni manakala beberapa pemerintah daerahnya yang berutang dinyatakan default, bahkan bangkrut. Salah satu penyebabnya adalah kontrol pemerintah pusat yang kurang kuat terhadap utang daerah.

    Memang benar, larangan pemerintah yang didukung IMF ini "bertentangan" dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999, namun demi kepentingan nasional terpaksa dilakukan. Hanya, apakah larangan itu cuma karena kondisi ekonomi yang belum pulih. Setelah ditilik lebih jauh, ternyata banyak faktor yang bisa dikaji untuk menyikapi persoalan ini.

    Sekali lagi harus diakui bahwa keinginan daerah untuk menerbitkan obligasi itu sah-sah saja, bahkan patut dipuji. Sebab, diperlukan dana yang besar—terutama untuk pembangunan infrastruktur di daerah—di luar sumber-sumber yang "konvensional". Apalagi banyak sarana dan pra-sarana yang kualitasnya merosot selama krisis ini.

    Menilik potensi pemda untuk berutang, dalam jangka pendek yang layak menerbitkan obligasi adalah mereka yang sumber-sumber keuangannya baik. Sumber itu adalah PAD, bagi hasil pajak, bagi hasil sumber daya alam, dan dana alokasi umum (DAU). Hasil kajian LPEM FEUI tahun 2000 menunjukkan bahwa sekitar sepertiga dari jumlah daerah, setelah dibandingkan dengan kewajibannya, memiliki kapasitas keuangan yang cukup. Sumber keuangan inilah yang bisa dipakai oleh pemda untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dari obligasi yang diterbitkannya.

    Lewat obligasi, akselerasi pembangunan di daerah bisa ditingkatkan. Tapi, untuk menerbitkan obligasi, banyak prakondisinya, prasyaratnya. Juga banyak isu yang perlu dipertimbangkan. Sebagian, kalau bukan semua, pra-kondisi ini harus settled dulu, supaya obligasi yang diterbitkan menjadi efektif.

    Pertama, jumlah dana likuid yang ada di pasar modal dewasa ini relatif terbatas. Kalaupun ada yang berminat membeli—yayasan dana pensiun, misalnya—hal itu sangat bergantung pada menguntungkan atau tidaknya obligasi daerah. Artinya, tingkat bunga obligasi harus tinggi. Menerbitkan obligasi dengan tingkat bunga tinggi jelas mahal biayanya, dan salah-salah bisa sangat memberatkan.

    Kedua, perangkat hukum dan peraturan yang men-dukung pasar obligasi belum lengkap. Walaupun sudah ada peraturan pemerintah (PP) mengenai pinjaman daerah, toh pengaturan mengenai obligasi daerah masih jauh dari memadai. Idealnya, dibuat dulu peraturan yang menyangkut penerbitan, perdagangan di pasar perdana, perdagangan di pasar sekunder, proses settlement, dan lain-lain.

    Ketiga, dalam satu-dua tahun mendatang, ada berbagai program pinjaman jangka panjang (dengan subsidi) yang dicanangkan oleh IMF, ADB, dan IBRD. Pinjaman dalam wujud subsidiary loan agreement (SLA) dan regional development account (RDA) ini disiapkan untuk pemda atau BUMD dengan proyek investasi yang baik. Dan tampaknya sulit bagi obligasi untuk bersaing dengan pinjaman jangka panjang yang mendapat subsidi tersebut.

    Keempat, sebelum otonomi daerah mampu menghasilkan sistem pemerintahan dan keuangan daerah yang transparan, akuntabel, dan kredibel, rasanya akan jarang investor (individu atau badan usaha) yang punya minat kuat untuk membeli obligasi daerah. Transparansi dalam sistem keuangan daerah, misalnya, bisa dilakukan dengan menyediakan neraca daerah dan laporan fixed assets daerah. Melihat kondisi rata-rata daerah sekarang, agaknya perlu waktu yang cukup untuk menyiapkan semua itu. Di sisi lain, kredibilitas pejabat daerah juga bisa sangat me-nentukan laku-tidaknya obligasi yang dijual.

    Kelima, perlu dibedakan antara pinjaman pemerintah daerah dan pinjaman perusahaan daerah (BUMD). Di sini mungkin harus ada pengaturan khusus (PP?). Sebab, jenis obligasi yang akan diterbitkan berbeda: obligasi umum untuk pemda dan obligasi pendapatan untuk BUMD.

    Keenam, masih banyak utang masa lalu yang ditunggak oleh daerah, baik oleh pemda maupun oleh BUMD. Ada daerah yang meminta "pemutihan" karena merasa bukan dialah yang membuat utang. Apa pun alasannya, utang-utang itu mesti dibayar. Kalau tidak, akan menambah beban pemerintah pusat.

    Ketujuh, pasar sekunder untuk obligasi masih belum berkembang, apalagi untuk obligasi daerah. Padahal, faktor penting yang menunjang daya tarik obligasi adalah pasar sekundernya.

    Jadi, masih banyak persoalan yang harus lebih dulu dibenahi sebelum daerah menerbitkan obligasi. Isu-isu di atas hanyalah sebagian dari realitas yang lebih kompleks. Akan jauh lebih bijaksana kalau menunggu dulu, sampai kondisi pasar memungkinkan. Jangan sampai terjadi—karena pemahaman yang kurang lengkap—berbagai harapan telanjur melambung tinggi. Padahal masih jauh panggang dari api!

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus