Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETAHUN belakangan, Istana semakin ingar-bingar saja. Kebijakan dan sikap presiden yang tadinya dimaklumkan Menteri-Sekretaris Negara atau juru bicara kepresidenan, kini ikut disiarkan staf khusus presiden. Mereka yang semestinya bekerja "diam-diam" dan melapor hanya kepada presiden, sekarang giat angkat bicara di televisi, surat kabar, media online, bahkan aktif mengirim berita melalui pesan pendek atau pesan Blackberry.
Perubahan "wujud" ini membuat kisruh. Mereka seperti menggantikan peran menteri untuk menyampaikan informasi ke publik. Ini pun dijalankan dengan sangat "vulgar", sehingga staf khusus terasa lebih berperan sebagai bumper atau juru bantah presiden.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono barangkali beranggapan bahwa ada sejumlah menteri yang tak cukup tangkas buat menjelaskan pelbagai masalah kepada masyarakat. Solusi meminta staf khusus ikut bicara tidaklah tepat. Semestinya kekurangan ini bisa ditambal dengan menunjuk juru bicara yang kuat dan tangkas-dan juru bicara yang kini bertugas bukanlah figur yang memadai.
Yang menuntut penyelesaian cepat adalah pembagian tugas antara "all the President's men" itu dengan kementerian. Tumpang-tindih mesti dihindari dan ini tak terlalu mudah karena tugas staf khusus bidang informasi, misalnya, bersinggungan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Staf khusus bidang internasional sangat dekat wilayah kerjanya dengan Menteri Luar Negeri. Lalu staf khusus bidang hukum, hak asasi manusia, dan pemberantasan korupsi berdekatan wilayah kerja dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Staf khusus bidang bantuan sosial dan bencana sangat mungkin overlapping dengan tugas Menteri Sosial.
Kericuhan terlihat manakala datang bencana alam. Staf khusus bidang bantuan sosial dan bencana lebih sering tampil daripada Menteri Sosial atau Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Staf khusus bidang bantuan sosial ini ternyata mempunyai banyak tugas "sampingan", umpamanya menjadi tameng ketika politikus Senayan menyerang Istana dalam penyelamatan Bank Century. Akhirnya ada begitu banyak mulut yang bicara dari Istana. Bising dan membingungkan.
Presiden memang berhak mengangkat staf khusus. Orang-orang kepercayaan presiden ini bisa difungsikan mengatasi kelembaman, juga resistansi, para birokrat dalam menjalankan kebijakan pemerintah. Tapi tak perlu menjadikan staf khusus ini sebagai semacam "ujung tombak" pemerintahan. Memberikan panggung berlebihan kepada staf khusus mengesankan presiden tak mempercayai para menterinya. Padahal kita tahu Presiden Yudhoyono memilih anggota kabinetnya dengan rigid-antara lain dengan memperhitungkan asal-usul partai, daerah, dan gender. Bila hasil kerja menteri tak memuaskannya, bukan staf khusus obatnya, melainkan segera mengganti menteri yang tak cakap.
Jika tidak dibenahi, cara kerja staf khusus presiden itu bisa berbahaya. Menteri-menteri akan gamang melangkah, khawatir bertabrakan dengan orang-orang kepercayaan presiden. Kepala negara pun bisa salah memahami persoalan masyarakat, bila benar kisah bahwa para staf khusus sekarang ini tak berani menyampaikan pandangan yang berbeda dengan kemauan bosnya.
Belum terlambat membenahi kantor orang nomor satu RI itu. Presiden mesti mengacu kembali pada tugas staf khusus seperti diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 43A Tahun 2009. Staf khusus, dalam aturan tadi, hanya menjalankan tugas tertentu di luar tugas organisasi departemen, kementerian, dan instansi pemerintah lainnya.
Presiden, misalnya, bisa memanfaatkan staf khusus untuk mengawasi jalannya koalisi pendukungnya di Dewan Perwakilan Rakyat. Mereka juga perlu ditugasi menjadi penghubung Istana dan DPR untuk urusan legislasi. Peran legislative liaison selama ini dimainkan oleh para birokrat Sekretariat Negara dengan kedodoran. Padahal peran sebagai jembatan ini penting untuk memuluskan komunikasi Istana dan Senayan dalam banyak hal, misalnya dalam proses pembuatan undang-undang.
"Meraba" sentimen masyarakat juga merupakan pekerjaan yang bisa digarap staf khusus. Mereka bisa saja menyelenggarakan survei rutin buat mengetahui respons masyarakat dalam berbagai kebijakan. Survei ini memungkinkan presiden memilih kebijakan yang selaras dengan keinginan orang banyak.
Staf khusus yang kuat dan bekerja sesuai porsi bisa sangat membantu presiden mengeluarkan kebijakan dengan tepat dan cepat. Presiden mesti segera mengoreksi kerja staf khusus dan tak menjadikan mereka sekadar pemberi reaksi atas pandangan publik yang berbeda dengan pemerintah.
Serangkaian perbaikan itu diperlukan untuk mendongkrak kembali citra dan kepuasan publik terhadap pemerintahan Yudhoyono-yang sedang meluncur deras ke bawah dalam periode kedua ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo