Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Pabrik Semen di Cekung Air Tanah

PT Semen Indonesia akan menambang lebih dari 500 hektare bukit karst di Rembang. Mengancam konservasi air tanah.

7 September 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LARANGAN penambangan di daerah cekungan air tanah sebetulnya sudah amat jelas. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah menyatakan bahwa daerah cekungan air tanah merupakan wilayah konservasi air yang harus dipertahankan. Tak ada pengecualian.

Keputusan presiden itu tentu melindungi juga perbukitan karst Watuputih di deretan Pegunungan Kendeng Utara, Rembang, Jawa Tengah. Perbukitan ini merupakan penyimpan air tanah yang amat penting. Air dari daerah itu menjadi sandaran masyarakat Rembang dan sekitarnya untuk bertani dan hidup sehari-hari. Ia juga sumber air utama perusahaan air minum dan cadangan air kala musim kemarau panjang.

Karena itu, ironis nian ketika peraturan yang melindungi hajat hidup orang banyak tersebut diterjang oleh pemerintah sendiri. Hanya dua bulan setelah keputusan presiden terbit pada September 2011, pemerintah kabupaten memberikan izin usaha pertambangan batu gamping (bahan baku semen) di wilayah Watuputih kepada PT Semen Indonesia. Gubernur Jawa Tengah kemudian mengeluarkan izin lingkungan untuk menambang lebih dari 500 hektare. Masa eksploitasi lahan seluas itu diproyeksikan mencapai 130 tahun!

Pembangunan itu penting, tentu saja. Di tengah ancaman krisis ekonomi seperti sekarang, pembukaan pabrik baru—apalagi pabrik semen yang sangat mendukung pembangunan infrastruktur—bisa menggerakkan perekonomian daerah. PT Semen Indonesia, yang akan beroperasi di Rembang tahun depan, pun sudah memproyeksikan sanggup memproduksi semen senilai sedikitnya Rp 3 triliun per tahun. Itu angka yang signifikan untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah.

Namun patut diduga izin eksploitasi itu tak disertai data analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang valid. Amdal perusahaan ini menyebut karst di Watuputih dikategorikan karst muda atau karst kelas II dan III. Sesuai dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, hanya karst kelas I yang tak boleh ditambang. Ciri karst I antara lain terdapat gua berstalaktit-stalagmit, mata air, dan ponor (titik resapan air).

Perusahaan negara ini mengklaim tak ada ponor, mata air, dan gua di wilayah izin penambangan itu. Tapi investigasi majalah ini membuktikan sebaliknya. Setidaknya ada dua gua (satu berstalaktit), 20 ponor, beberapa sungai bawah tanah, dan mata air di kawasan izin penambangan itu. Jelas sangat aneh bila kemudian Balai Lingkungan Hidup Provinsi, yang seharusnya memverifikasi dengan akurat, justru memparaf amdal PT Semen Indonesia.

Komisi penilai Balai Lingkungan Hidup bisa saja lalai memeriksa dokumen amdal yang juga diduga belum memiliki surat kesesuaian tata ruang daerah itu. Padahal Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rembang 2011-2031 telah secara jelas menyebut cekungan Watuputih sebagai kawasan lindung geologi, yang berarti tak boleh ditambang.

Dengan berbagai fakta itu, proyek penambangan di Rembang semestinya dikaji ulang. Sejumlah penambang kecil yang telah beroperasi sejak 15 tahun lalu saja telah menggerus hampir separuh pasokan air perusahaan air minum, apalagi perusahaan dengan kemampuan mengeruk secara masif batu kapur selama 130 tahun. Bukan mustahil karst yang berperan sebagai spons penyerap dan penyimpan air permukaan akan ludes, ponor-ponor tertutup, sungai bawah tanah kering, mata air hilang. Bencana lingkungan pun tak terhindarkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus