Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisi Pemberantasan Korupsi tidak boleh mengendurkan semangat bekerja. Meski revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi resmi berlaku hari ini, lembaga antirasuah itu tetap bisa melanjutkan penyidikan terhadap sejumlah kasus pidana korupsi. Termasuk melakukan penyitaan, penyadapan, dan melakukan operasi tangkap tangan sepanjang mengantongi bukti-bukti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kekhawatiran perihal mandeknya operasi KPK mengemuka setelah revisi undang-undang mewajibkan proses penindakan korupsi mengantongi izin dari dewan pengawas. Tak sedikit masyarakat sipil yang memprediksi lembaga antirasuah akan lesu darah dalam beberapa bulan ke depan. Apalagi mulai muncul kebimbangan di kalangan internal KPK. Mereka tidak mau mengambil risiko karena setiap langkah penindakan korupsi berpotensi menuai gugatan hukum di kemudian hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah revisi Undang-Undang KPK resmi berlaku, pelemahan terhadap sendi-sendi pemberantasan korupsi memang bukan isapan jempol. Pasal 47 revisi undang-undang itu menyebutkan dewan pengawas memiliki wewenang untuk memutuskan apakah penyidik KPK boleh melakukan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan. Dalam dua tahun ke depan, pegawai KPK juga akan beralih status menjadi aparat sipil negara, bukan lagi entitas independen yang terpisah dari eksekutif. Artinya, KPK harus tunduk kepada struktur birokrasi. KPK juga nantinya harus merekrut penyidik dari kepolisian-institusi yang selama ini kita pertanyakan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi.
Meski pelemahan itu sudah di pelupuk mata, peluang KPK untuk melakukan penindakan tetap ada di sisa waktu yang tersedia. Pasal 69D undang-undang baru itu menyebutkan, sepanjang dewan pengawas belum terbentuk, kewenangan operasional KPK tetap merujuk pada payung hukum yang lama. Artinya, lembaga antirasuah ini tetap bisa melanjutkan proses penindakan terhadap berbagai kasus korupsi yang sedang mereka tangani. Jangan sampai penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan terhadap tindakan lancung yang merugikan duit negara mandek di tengah jalan.
Intinya, KPK harus memaksimalkan waktu yang tersisa. Apa yang dilakukan KPK dalam beberapa hari terakhir sudah berada di jalur yang benar dan seyogianya dilanjutkan. Tiga hari lalu, mereka melakukan operasi tangkap tangan terhadap Bupati Indramayu Supendi. Besoknya, KPK menekuk Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah XII, Refly Ruddy Tangkere. Operasi tangkap tangan berlanjut setelah KPK menangkap Wali Kota Medan Dzulmi Eldin. Sejumlah operasi senyap itu memberi sinyal kepada para pencoleng uang negara bahwa KPK masih punya nyawa. Itulah tindakan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat sipil.
Publik dan KPK jangan berharap terlalu banyak kepada Istana. Sejak proses revisi ini bergulir, komitmen Presiden Joko Widodo terhadap pemberantasan korupsi sudah selayaknya dipertanyakan. Hingga menjelang berlakunya undang-undang baru itu, tak ada tanda sedikit pun Jokowi hendak menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Meski akal sehat belum berpihak kepada KPK, komisi antirasuah tak perlu kendur dalam bekerja. Sepak terjang KPK dalam menindak para koruptor akan membekas di ingatan publik sebagai sebuah ikhtiar yang tidak sia-sia.
Catatan:
Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 17 Oktober 2019