HARI depan Cina bergantung pada Deng Xiaoping yang konon sedang sakit keras. Lalu muncullah spekulasi konfigurasi kepemimpinan pasca-Deng. Pendekatan konflik elite mengatakan, Deng telah mempersiapkan jajaran kepemimpinan lapis ketiga demi melestarikan reformasi yang telah dirintisnya sejak tahun 1979. Langkahnya yang pertama, mengorbitkan Jiang Zemin, bekas bos partai di Shanghai tak lama setelah peristiwa Tiananmen, ternyata kurang mulus. Pendekatan Jiang dalam melindungi reformasi pasca-Tiananmen kurang galak dalam menghadapi rangsekan golongan ''konservatif''. Ia kalah oleh Perdana Menteri Li Peng, jago ''konservatisme'' yang didukung Chen Yun, saingan Deng. Malah Jiang terkesan lebih peduli pada upaya melindungi posisinya sendiri. Mungkin lantaran kurang sabar,Deng, dalam usianya yang begitu lanjut, turun tangan sendiri. Awal tahun silam ia berkeliling ke Selatan, memberi semangat baru pada reformasi. Akibat gebrakan itu seluruh negeri ''demam'' pembaruan. Reformasi seolah memperoleh darah baru dan ''konservatisme'', apalagi setelah Li Peng jatuh sakit, kembali defensif. Setelah itu Deng merekayasa konfigurasi kepemimpinan lewat jalan konstitusional. Pada Kongres Rakyat Nasional (KRN) terakhir, Jiang digeser ke atas sebagai presiden. Sebelumnya, Marsekal Yang Shangkun digusurnya, dituduh bersekongkol dengan beberapa jenderal menyusun kabinet bayangan yang akan memimpin Cina jika Deng meninggal. Zhu Rongji, bekas Wali Kota Shanghai, diangkatnya menjadi salah satu wakil perdana menteri. Qiao Shi, bekas kepala intel dan punya hubungan erat dengan militer, ditempatkan pada posisi KRN. Sebelum itu, dalam Kongres ke-14 PKC, Zhu bersama Qiao Shi dan pendatang muda Tian Jiyun dilambungkan ke posisi anggota Komite Tetap Politbiro PKC, badan politik yang paling berkuasa. Baru-baru ini Zhu diangkat sebagai Ketua Bank Sentral. Ia bertugas mendinginkan ekonomi Cina yang kelewat panas. Ada tanda-tanda Zhu akan menggantikan Li Peng, tokoh paling dibenci di daratan Cina. Namun, ketakhadiran Deng di lingkaran politik aktif, karena kesehatannya, tak begitu saja dilewatkan oleh benteng ''konservatisme''. Majalah Hong Kong berbahasa Cina Dangdai (Masa Kini) memberitakan munculnya kritik terhadap Deng dalam bentuk neibu wegao (dokumen intern). Deng menggunakan itu sebagai kritik terhadap ajaran Mao yang dituding kelewat utopis dalam menciptakan sosialisme. Dokumen itu dengan tersamar menyerang Deng yang kelewat getol menyerukan agar Cina pasang kuda-kuda terhadap bahaya laten sikap ''kekiri-kirian''. Itu, kata penulisnya, bertentangan dengan konsep Shishi Qiushi atau ''mencari kebenaran dari fakta'', slogan Deng. Hingga ''si pemimpin makin jauh ke kanan dan mendorong hari depan negeri ini ke arah nasib yang dialami negeri-negeri sosialis.'' Pemunculan dokumen tersebut memberi indikasi kemenangan reformisme masih belum tuntas. Ada yang mengatakan, pendekatan dikotomis ''reformis-konservatif'' dalam masalah suksesi di Cina masih kurang kuat karena tak mencerminkan dengan lebih tepat kekuatan-kekuatan politik yang nyata. Skenario suksesi di Cina yang kian populer kini adalah ''teori kudeta''. Teori ini didasarkan kejadian pekan terakhir September 1976, tak lama setelah Mao meninggal. Ketika Jiang Qing dengan Kelompok Empatnya berusaha merebut kekuasaan, Li Xiananian dan Jenderal Wang Dongxing mendahului melancarkan gerakan militer. Tapi, begitu Kelompok Empat yang radikal Maois dan pendukungnya dilumpuhkan, kekuasaan segera dialihkan kepada orang sipil di bawah Hua Guofeng, pemimpin yang ditunjuk Mao secara pribadi. Diduga sejarah akan berulang. Ketika Deng meninggal, pergulatan ''konservatif-reformis'' tak akan menghasilkan pemenang mutlak sehingga kevakuman kepemimpinan akan terjadi. Maka, tentara akan turun tangan dan memegang kekuasaan sampai keadaan normal kembali. Paling lama enam bulan setelah itu kekuasaan akan dipindahtangankan kepada orang sipil yang tentu saja harus berbagi kekuasaan dengan militer. Perkiraan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) adalah satu-satunya kekuatan yang mampu melindungi PKC pada saat-saat kritis. Itu terjadi pada masa lalu dan itu pula yang terulang lagi pada pertengahan tahun 1989. Karena itu, TPR menuntut peran lebih besar. Sadar pentingnya unsur tentara dalam mempertahankan kekuasaan komunis di Cina, Deng melibatkan TPR dalam politik. Marsekal Liu Huaqing adalah orang militer yang masih dalam dinas aktif pertama dalam sejarah RRC yang duduk dalam Komite Tetap Politbiro. Dengan demikian, munculnya triumvirat Zhu Rongji-Qiao Shi-Liu Hua Qing yang akan memimpin Cina pasca-Deng dianggap sebagai kemungkinan yang paling besar. Dalam konfigurasi ini diperkirakan Zhu akan menggantikan Li Peng di kursi perdana menteri, Qiao akan mengambil alih kedudukan ketua partai dari Jiang Zemin, yang dalam KRN lalu ditunjuk pula sebagai presiden. Marsekal Liu akan memimpin Komisi Militer Pusat, jabatan yang membuatnya paling berkuasa di Cina. Sayangnya, Marsekal Liu sudah berusia lanjut dan karenanya kehadiran seorang pemimpin militer yang lebih muda dalam Politbiro sedang dinantikan. Menurut perkiraan, susunan kepemimpinan seperti itu akan dapat menciptakan kerukunan nasional dan dapat menjembatani perbedaan persepsi tentang arah perkembangan Cina di kalangan kaum reformis ortodoks Marxis dan tentara. Toh ada yang mengatakan, triumvirat tersebut masih belum menjamin terciptanya kerukunan nasional. Ada lagi faktor lain yang memegang peranan penting, yakni lokalisme, atau lebih tepat, provinsialisme. Salah satu perubahan terbesar yang dimunculkan oleh reformasi adalah beralihnya sebagian kekuasaan dari pusat ke daerah. Itu terjadi lantaran perencanaan terpusat tak berlaku lagi. Dampaknya, para pemimpin daerah, terutama di provinsi-provinsi yang makmur karena reformasi, menjadi penguasa kuat. Mereka sering tak sudi tunduk pada kebijaksanaan yang ditentukan pusat. Reformasi, stabilitas politik, dan terciptanya kepemimpinan kuat dan terpadu, itulah yang dicita-citakan Deng. Tapi, bilamana suara daerah tak digubris, cita-cita akan hanya tinggal cita-cita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini