Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Pasal Zombie Mengancam Demokrasi

Pasal penghinaan presiden dan wakilnya hendak dihidupkan lagi. Kemunduran dalam berdemokrasi.

10 Agustus 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LANGKAH pemerintah mengajukan kembali pasal penghinaan terhadap presiden dalam rancangan baru Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sungguh langkah mundur. Mahkamah Konstitusi pernah membatalkan pasal ini pada 2006 dengan alasan bertentangan dengan konstitusi, yang menjamin kebebasan berpendapat. Jika sekarang pemerintah mengajukan lagi "pasal mayit" itu dalam bungkus KUHP baru, langkah ini tak ubahnya menghidupkan zombie untuk menakut-nakuti siapa saja yang dianggap menghina presiden.

Pasal baru penghinaan presiden itu termuat dalam draf rancangan KUHP yang diserahkan ke pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat pada 8 Juni lalu. Urusan penghinaan presiden tercantum dalam dua dari total 786 pasal KUHP baru. Meski namanya rancangan KUHP baru, esensi pasal ini sama buruknya dengan pasal di KUHP lama yang sudah dinyatakan tak berlaku. Lihatlah, misalnya, penjelasan tentang apa yang dimaksud penghinaan terhadap presiden dan wakilnya. Draf Pasal 264 mendefinisikan penghinaan sebagai "mempertunjukkan, menempelkan tulisan, memperdengarkan rekaman, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden".

Sungguh definisi yang sangat lentur. Bila pasal ini disahkan, hakim bisa menghukum siapa pun berdasarkan tafsiran yang bisa meliuk ke sana-kemari. Padahal ancaman hukumannya cukup berat, maksimal 5 tahun penjara atau denda sebanyak-banyaknya Rp 500 juta.

Tak kalah lenturnya adalah draf penjelasan Pasal 263, juga tentang penghinaan presiden. Di situ disebutkan: "menghina adalah perbuatan apa pun yang menyerang nama baik atau martabat Presiden atau Wakil Presiden di depan umum". Maka, bayangkan, cukup dengan penjelasan pasal ini, komedian yang berani memparodikan presiden, misalnya, bisa saja ditangkap dan diadili.

Betapa suramnya iklim politik kita bila kelak orang begitu mudah dihantui tuduhan menghina presiden. Pasal-pasal penghinaan terhadap penguasa merupakan warisan pemerintah Belanda, ketika mereka tak ingin ada yang berani membangkitkan semangat melawan penjajah. Pasal seperti ini pula yang sekarang masih berlaku di beberapa negara tetangga dengan sistem politik yang masih menekan rakyatnya.

Di sini korban kemarahan pemerintah karena merasa dihina pun sudah berjatuhan. Majalah D&R pada 1998 "diperingatkan dengan keras" karena sampulnya mengilustrasikan wajah Presiden Soeharto bak raja di kartu remi. Bahkan, setelah era Soeharto, korban tetap ada. Dua mahasiswa Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta dan aktivis asal Bali pernah divonis penjara pada periode pertama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka diadili dan dinyatakan terbukti menghina setelah membakar foto Presiden dalam sebuah demonstrasi.

Kita tak ingin masa suram berdemokrasi seperti itu kembali hidup. Ini bukan zamannya orang harus takut mengkritik pemerintah atau presiden. Dalih bahwa pasal itu perlu untuk membedakan mengkritik dengan menghina presiden sebagai simbol negara juga terlalu dicari-cari. Simbol negara tak akan runtuh hanya karena ada yang membakar foto presiden atau mencela kebijakannya.

Presiden Joko Widodo semestinya memerintahkan pencabutan pasal tersebut dari rancangan undang-undang KUHP baru. Tak perlu berargumen bahwa rancangan pasal itu sudah ada sejak masa pemerintahan sebelumnya. DPR juga harus menolak. Pemerintah dan DPR selayaknya membuat undang-undang dengan semangat membangun iklim politik yang lebih demokratis, bukan malah memutar mundur jarum sejarah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus