Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Kontribusi PDB perikanan masih sangat kecil dibanding potensi sumber daya kelautan perikanan.
Produktivitas perikanan tangkap Indonesia sangat fantastis, tapi validitasnya diragukan.
Jika data yang menjadi indikator PDB perikanan bias, kebijakan pemerintah ikut terpengaruh.
INDEKS kinerja utama (IKU) sektor perikanan merupakan indikator penting untuk mengukur perkembangan sektor kelautan dan perikanan. IKU produk domestik bruto (PDB) perikanan sering menjadi sorotan karena menjadi salah satu indikator kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan. Utamanya dalam pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan para pemangku kebijakan sektor tersebut selama periode tertentu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada tiga pendekatan dalam menghitung PDB: produksi, pengeluaran, dan pendapatan. Secara konsep, ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang hampir sama. Metodologi pendekatan pengeluaran dapat didasarkan pada dasar harga yang berlaku dan atas dasar harga konstan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 2023, PDB perikanan mencapai Rp 555 triliun, naik dari nilai pada 2014 yang sebesar Rp 245,5 triliun. Kenaikan itu menempatkan PDB perikanan pada peringkat ke-11 dari 18 sektor. Kontribusinya terhadap PDB nasional juga meningkat dari 2,32 persen (2014) menjadi 2,66 persen (2023). Namun nilai itu masih sangat kecil dibanding potensi sumber daya kelautan perikanan.
Dalam satu dekade, estimasi potensi sumber daya ikan naik sangat signifikan. Tapi kenaikan ini sekadar kebanggaan karena tidak mempengaruhi PDB perikanan. Padahal, pada periode yang sama, volume produksi perikanan tangkap laut meningkat lebih dari 20 persen. Anehnya, volume ekspor perikanan tangkap laut malah turun sekitar 18 persen.
Validasi data produksi perikanan tangkap harus dikaitkan dengan kapasitas gross ton (GT) nasional alias fishing effort. Tinggi-rendahnya produktivitas penangkapan ikan nasional diukur dengan cara membagi volume produksi perikanan tangkap dengan kapasitas GT nasional. Produktivitas perikanan tangkap Indonesia sangat fantastis, tapi validitasnya diragukan karena melampaui 7-8 kali dari kapasitas fishing effort-nya.
Sementara itu, tingkat produktivitas Cina relatif wajar, yakni 1,3 kali dengan kapasitas 10,3 juta GT. Total produksi perikanan Cina secara keseluruhan mencapai 67,5 juta ton, menduduki peringkat pertama dunia. Sebanyak 80,9 persen (54,6 juta ton) berasal dari perikanan budi daya (GAIN, 2022). Indonesia seharusnya meniru kebijakan Cina yang serius dan berfokus mengembangkan perikanan budi daya dengan skala luar biasa.
Data produksi, ekspor neto, dan angka konsumsi ikan nasional sesungguhnya saling terkait erat. Tapi validitas data tersebut juga diragukan. Cek saja, bagaimana produksi perikanan nasional yang dialokasikan untuk ekspor hanya 0,97 juta ton (6,2 persen). Lalu, apakah sisanya yang sebesar 14,61 juta ton (93,8 persen) terserap untuk konsumsi pasar domestik? Data tersebut meragukan karena jumlahnya melampaui total volume ekspor lima negara eksportir perikanan terbesar dunia.
Berbagai keraguan ini seharusnya menjadi momentum untuk membenahi data perikanan secara keseluruhan. Indonesia perlu mengacu pada metodologi Organisasi Pangan PBB (FAO) untuk menghitung angka konsumsi ikan agar valid. Hal ini penting karena data konsumsi dan produksi, termasuk komponen, yang sangat mempengaruhi nilai PDB. Jika datanya bias, kebijakan pemerintah ikut terpengaruh.
Komponen lain yang menentukan PDB adalah ekspor, impor, investasi, serta pengeluaran pemerintah. Tren PDB perikanan berkorelasi positif dengan tren produksi dan tren konsumsi. Sedangkan nilai ekspor neto perikanan (ekspor-impor-reimpor) relatif stagnan. Malah nilai ekspor hasil perikanan pada 2023 sebesar US$ 5,63 miliar, turun 9,8 persen dibanding pada 2022. Bahkan nilai ekspor neto perikanan riil hanya US$ 4,93 miliar sehingga rasio kontribusinya terhadap PDB perikanan hanya 14,2 persen (2023).
Tren realisasi investasi penanaman modal di sektor perikanan juga relatif stagnan. Sepanjang periode 2014-2023, nilai realisasinya hanya Rp 12 triliun. Meski realisasi investasi 2023 bertambah sebesar Rp 2,9 triliun, justru hal itu berkorelasi negatif terhadap volume ekspor neto. Ironisnya, kondisi ini tidak mampu mendongkrak rasio realisasi investasi sektor perikanan terhadap PDB perikanan yang hanya 0,5 persen.
Komponen realisasi investasi dan ekspor neto perikanan seharusnya menjadi kontributor utama PDB perikanan karena memiliki efek berganda terhadap perekonomian. Sayangnya, rasio kontribusinya hanya 14,25 persen. Komponen pengeluaran pemerintah dan pendapatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) perikanan bahkan lebih kecil rasio kontribusinya. Maka, dapat disimpulkan bahwa nilai PDB perikanan sebesar Rp 555 triliun mayoritas berasal dari komponen produksi dan konsumsi yang validitas datanya justru diragukan.
Topik yang sedang hangat dibicarakan saat ini adalah rasio pajak Indonesia yang relatif rendah, yakni hanya 10,21 persen (2023). Pemerintahan berikutnya pun ingin meningkatkan rasio pajak hingga 23 persen. Upaya pemerintah meningkatkan rasio pajak, termasuk di sektor perikanan, patut didukung semua pihak demi memperkuat anggaran pendapatan dan belanja negara. Sebaiknya nilai PDB nasional berikut data komponen pendukung yang mempengaruhinya perlu dikalkulasi ulang secara lebih teliti.
Jika penghitungan nilai PDB perikanan tidak tepat, dan dijadikan dasar pedoman untuk menghitung rasio pajak, dipastikan kebijakannya akan kontraproduktif. Iklim usaha pun menjadi tidak kondusif dan akan makin menyurutkan minat investasi pelaku di sektor perikanan yang selama ini sangat minim.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.