KETIKA Menteri Penerangan M. Yunus melontarkan ide Departemen Penerangan sebaiknya dibubarkan, banyak yang mengira itu ucapan main-main. Yunus mengucapkan itu dulu, beberapa bulan setelah menjadi menteri. Ia sempat meminta maaf atas kelancangannya itu, ketika didemo karyawannya sendiri.
Sekarang, Departemen Penerangan—bersama Departemen Sosial—betul-betul dihapuskan. Pukulan telak menimpa karyawan Departemen Penerangan. Mereka melakukan aksi demo di depan Istana. Di daerah-daerah, aksi serupa juga terjadi dengan lebih memilukan.
Departemen Penerangan memang punya sejarah yang heroik. Ia sudah lahir sejak kabinet pertama dibentuk, 19 Agustus 1945. Tugasnya berat, menjadi alat propaganda negara. Rupanya, alat propaganda itu terus melekat sampai ke masa Orde Baru, tapi bukan untuk kepentingan negara, melainkan alat penguasa lewat Golkar.
Tentu bukan penyimpangan itu yang membuat pemerintahan Gus Dur-Mega membubarkan departemen ini. Arus informasi sekarang ini sudah tak bisa lagi dibendung. Presiden Gus Dur berpendapat, biarlah urusan penerangan dilakukan oleh masyarakat sendiri. Akan halnya kebijaksanaan pemerintah yang perlu "diterangkan" ke masyarakat, cukup dilakukan melalui humas-humas di departemen dan pemda.
Kebijaksanaan pemerintah ada benarnya. Tugas memberi informasi itu sudah diambil alih masyarakat. Justru kalau pemerintah campur tangan, bisa terjadi kerancuan atau malahan menjadi "polisi" yang membatasi masyarakat melakukan kewajiban memberikan informasi.
Masalahnya jadi rumit mengingat jumlah pegawai di sana luar biasa banyak. Departemen Penerangan terkenal dengan pegawainya yang gemuk. Jumlahnya 52.596 orang. Kalau itu kemudian ditambah dengan 21.941 pegawai Departemen Sosial, lalu ribuan lagi pegawai departemen yang diciutkan menjadi menteri negara, pertanyaannya kemudian adalah, dibawa ke mana abdi-abdi negara ini?
Presiden menjamin mereka akan disalurkan ke departemen lain. Jujur saja, itu sangat sulit, perlu waktu, dan mungkin tak semuanya bisa tertampung. Pengalaman pemerintah menggabungkan dua departemen (Perdagangan dan Perindustrian) menghadapi banyak masalah, belum tuntas hingga kini. Ketika BP7 dibubarkan, ada 200 lebih pegawai yang perlu disalurkan—kini masih 83 pegawai terkatung-katung. Menjadi lebih rumit lagi, pegawai departemen-departemen itu kebanyakan tenaga administrasi, yang tidak gampang dimasukkan ke departemen lain. Barangkali pemerintah harus mencari jalan lain. Karena penutupan ini sudah diputuskan dan pemerintah memang bertekad merampingkan pegawai negeri, pola swasta perlu dicoba: tawari pesangon yang cukup untuk beralih usaha ke bidang lain, ketimbang memberi janji-janji.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini