Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Editorial Tempo.co
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
---
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUGAAN pemerasaan terhadap Syahrul Yasin Limpo ketika masih menjabat Menteri Pertanian oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri, jika terbukti, merupakan pengkhianatan terhadap semangat pemberantasan korupsi dan institusi KPK.
Seorang saksi yang menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya mengatakan pemerasan tersebut terjadi pada Desember 2022 di lapangan bulu tangkis GOR Tangki, Jakarta Pusat. Setelah bermain bulu tangkis, Firli menjumpai kader Partai Nasdem itu di pinggir lapangan. Dua jam berbincang-bincang, Syahrul pamit. Sebelum pergi, ajudan Syahrul diduga memberikan sebuah tas kepada ajudan Firli. Syahrul sudah diperiksa oleh Polda Metro Jaya sebagai saksi pada Kamis pekan lalu.
Kasus ini merupakan bukti terbaru pembusukan KPK oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Dewan Perwakilan Rakyat. Duet lembaga eksekutif dan legislatif telah melemahkan lembaga anti rasuah melalui revisi Undang-Undang KPK dan penempatan orang-orang yang punya rekam jejak buruk sebagai pemimpinnya.
Sejak awal menjabat, para pemimpin KPK periode 2019-2023 sudah tersandung banyak kasus pelanggaran etika. Dewan Pengawas KPK memutus bersalah beberapa di antaranya. Tapi umumnya hanya diberi sanksi ringan. Bahkan ada yang mereka nyatakan tidak bersalah, meski jelas-jelas melakukan pelanggaran.
Ketidakmampuan Dewan Pengawas mengambil sikap yang benar setiap kali menangani laporan pelanggaran etika pemimpin KPK menyebabkan penyelewengan terus terjadi. Khusus Firli, ia sudah mulai dilaporkan atas dugaan pelanggaran sejak 2020. Di antaranya, karena menggunakan helikopter milik perusahaan swasta dari Palembang menuju Baturaja, pencopotan Direktur Penyelidikan KPK Endar Priantoro, dan kebocoran dokumen hasil penyelidikan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Bagi Firli ini bukan kali pertama dia menemui orang yang tengah diselidiki KPK. Pada 2018, ketika masih menjabat Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, dia juga bertemu dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat M. Zainul Majdi yang sedang diselidiki dalam kasus dugaan korupsi. Dalam proses pemilihan pemimpin KPK, Presiden dan DPR mengabaikan cacat tersebut.
Pemimpin KPK yang lain setali tiga uang, sama buruknya. Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar mengundurkan diri pada pertengahan 2022 setelah sebelumnya diputus melanggar etika oleh Dewan Pengawas KPK karena berhubungan dengan M. Syahrial, mantan Wali Kota Tanjung Balai, yang sedang berperkara di KPK.
Dugaan pelanggaran terbaru Firli ini jelas membuat KPK semakin terpuruk. Lembaga yang awalnya didirikan karena ketidakpercayaan pada institusi penegak hukum yang ada dalam memberantas korupsi, kini sudah tiada bedanya dengan yang lain.
Tak ada ironi yang lebih besar daripada melihat pemimpin lembaga antikorupsi diselidiki polisi karena kasus korupsi. Apapun hasil penyelidikan polisi, KPK tak lagi akan dianggap sebagai lembaga yang bisa dipercaya.
Jokowi masih punya kesempatan untuk memperbaiki KPK, kalau sungguh-sungguh punya komitmen terhadap pemberantasan korupsi. Mumpung masih menjabat, masih punya kewenangan, Presiden bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU untuk dan mengembalikan lembaga itu kepada tatanan UU Anti Korupsi yang lama.
Di sisi lain, kepolisian harus sungguh-sungguh mengumpulkan bukti dan memeriksa semua orang yang terkait, termasuk Firli Bahuri. Jangan main-main. Jika sudah ada tersangka, segera umumkan. Polisi tidak boleh menggantung kasus ini sebagai alat tawar untuk maksud-maksud tertentu.
Hingga kasus ini terang, Presiden Jokowi sebaiknya menonaktifkan Firli. Dan jangan mengulang kesalahan yang sama dengan memilih calon dengan rekam jejak buruk sebagai penggantinya.