Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

PEMERKOSAAN MASSAL

3 Oktober 1998 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mungkinkah terjadi pemerkosaan massal? Peristiwa di Bosnia membuktikan bahwa itu mungkin. Seperti pengakuan Borislav Herak kepada Slobodan Drakulic, seorang jurnalis Serbia. Herak, bekas tentara Serbia, mengakui bahwa bersama teman-temannya mereka memerkosa warga Bosnia. "Kami memerkosa atas perintah," katanya. Ada yang memperkirakan hasil perintah itu 14.000 wanita diperkosa, ada yang menduga sampai 120.000. Yang memperkirakan bukan pihak resmi, tapi oleh kelompok relawan--dan dunia mengakui adanya peristiwa itu.

Latar belakang pemerkosaan massal seperti itu lebih bersifat politis daripada persoalan nafsu. Alexandra Stiglmayer dalam buku Mass Rape (1994) mengatakan bahwa "perusakan tubuh dan penghancuran harga diri kaum perempuan lawan adalah sentral bagi upaya penaklukan". Pemerkosaan merupakan trauma yang berakibat jauh. Selain kehancuran harga diri, perempuan itu akan merasa dirinya sudah tercemar, akan ditolak dan dikucilkan oleh keluarga dan kerabatnya. Adakalanya ia juga takut menikah atau mempunyai anak. Seorang penulis lain, Catherine MacKinnon, menyebut pemerkosaan seperti yang terjadi di Bosnia sebagai pembunuhan skala besar, melalui "blocking the procreation of the group" (membuat korban tidak mau atau tidak dapat punya anak).

Dalam kerusuhan Mei 1998 di Jakarta lalu, yang seperti di Bosiniakah yang berlangsung? Pemerkosaan yang jumlah korbannya sampai ratusan? Mungkin benar, mungkin pula tidak. Bahwa ketika itu terjadi pelecehan seksual yang kasar, banyak diakui oleh saksi mata, yaitu yang berupa penelanjangan dan penjamahan bagian tubuh secara tak semena. Secara logika mungkin saja ada perusuh yang melihat perempuan yang ditelanjangi itu dan timbul nafsunya lalu memerkosa. Tapi untuk itu ia mebutuhkan suasana yang tenang dan tidak ramai. Dua hal yang sulit ditemukan saat itu.

Selain pelecehan semacam itu mungkin juga terjadi penyiksaan--antara lain dengan memasukkan benda-benda ke kemaluan korban. Mungkin juga ada perusuh yang mempunyai kelainan perilaku seksual, yang nafsunya melonjak ketika melihat korban ketakutan dan kesakitan. Tapi secara statistik populasi mereka tidak banyak.

Dengan kata lain, pada saat itu telah terjadi kekerasan seksual berupa penelanjangan dan penjamahan, mutilasi alat kemaluan, dan mungkin juga pemerkosaan. Dari laporan beberapa dokter yang menangani korban, memang tak jelas apakah telah terjadi pemerkosaan dalam definisi yang umum. Yang datang adalah mereka yang mengalami guncangan psikis, adakalanya sangat hebat sehingga sulit memastikan apakah ia diperkosa atau hanya ditelanjangi dan dijamah secara kasar. Kasus yang lain adalah kasus perusakan (mutilasi) alat kelamin. Ini makin sulit dilacak apakah ia diperkosa terlebih dulu ataukah langsung disiksa. Jumlah ketiga jenis kasus tadi mungkin saja lebih dari seratus, meskipun kasus pemerkosaan yang sebenarnya bisa saja tak terlalu banyak.

Terjadi pemerkosaan atau tidak, korban dari ketiga jenis perlakuan tidak manusiawi itu telah mengalami trauma yang dapat berdampak jauh. Mereka telah mengalami penghinaan, degradasi diri sebagai manusia, dan ketakutan yang amat sangat, selain juga kesakitan secara fisik. Mereka memerlukan penanganan yang profesional, termasuk konseling untuk memulihkan harga diri hingga akan sanggup kembali hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Kata Psikolog Sarlito Wirawan dalam seminar yang diselenggarakan majalah Matra bulan lalu, kerusuhan medio Mei 1998 berlatar belakang politik, bukan sekadar ulah orang yang kelaparan. Bila demikian, penyelesaian masalah ini harus juga mencakup aspek politik tersebut. Dalam kasus Bosnia, selain pelaku yang mengaku dijatuhi hukuman badan, juga penanggung jawab politik Serbia diadili oleh mahkamah internasional. Tapi, berbeda dengan kejadian di Bosnia, sangat sulit melacak pelaku kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei itu. Pertama, korban tidak mungkin mengenali pelakunya secara jelas. Teror yang menyelimuti dirinya ketika itu tidak memungkinkannya memperhatikan satu per satu pelaku yang telah memperhinakannya. Apalagi jika pelakunya beramai-ramai. Kedua, berbeda dengan peristiwa Bosnia, yang banyak dilakukan oleh tentara yang berseragam, pelaku kekerasan seksual bulan Mei di Indonesia tidak berseragam.

Sikap ABRI yang bersikeras menemui korban untuk melacak pelakunya tidak realistis. Selain alasan di atas, korban sangat sulit diminta melapor. Hendaknya dipahami bahwa sangat berat bagi korban untuk mengulang ceritanya karena itu berarti ia harus mengingat lagi peristiwa yang menakutkan dan menghancurkan itu. Apalagi, polisi akan tetap sulit menangkap pelakunya, terutama kalau polisi menghendaki ada bukti fisik. Sikap mencari korban dan pelakunya itu justru dapat menimbulkan dugaan bahwa pemerintah ingin mengabaikan aspek politik dari peristiwa tersebut dan hanya memusatkan pada aspek kriminalnya.

Persoalan kemudian diperumit oleh desas-desus yang mengesankan bahwa peristiwa itu dilatarbelakangi persaingan antaragama. Para tokoh agama pun ikut terjebak dan bertengkar. Para relawan pun sebaiknya mawas diri bahwa mereka dapat terkecoh. Emosi yang tinggi telah membuat mereka tidak teliti dalam memilah mana laporan yang benar, yang palsu, dan yang benar tetapi tidak sebesar yang diceritakan. Bukan pelapor mengada-ada, tetapi rasa takut dapat mengakibatkan terjadinya distorsi persepsi terhadap peristiwa yang dialaminya. Sudah saatnya semua kembali memperhatikan korban. Berikanlah suasana yang tenang agar para profesional dapat membantu memulihkan kesehatan korban.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus