BERITA tentang Operasi Zebra berjudul Zebra di Praperadilan (TEMPO, 5 Oktober, Hukum) menarik perhatian. Inilah komentar kami. Tata Usaha Negara, dalam menerapkan ketentuan-ketentuan administrasi, menggunakan bentuk-bentuk karakteristik yang dikenal dengan nama izin (verguning atau bewijs) kuasa (machtiging), konsesi dispensasi, pembebasan (vrijstelling), pencabutan (ontheffing), dan sebagainya. Ciri khas berbagai bentuk tersebut ialah bahwa suatu larangan yang berlaku umum-abstrak-universal diterobos atau tidak diberlakukan pada suatu hal yang khusus-kongkret-individual. Surat izin mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), misalnya, menerobos larangan mengemudi kendaraan bermotor di jalan raya (pasal 4 WVO), dan karena kedua surat izin tersebut diterbitkan pihak kepolisian, terminologi Tata Usaha Negara: "dengan perbuatan sepihak" oleh kepolisian, maka wewenang yang diperoleh pemegangnya bukanlah hak sebagaimana yang dikenal dalam hukum kontrak. Sehingga, pihak kepolisian bukan hanya dapat menahan tetapi juga mencabutnya. Itu sama halnya dengan izin pengacara dan notaris yang dapat dicabut oleh Menteri Kehakiman, izin praktek dokter oleh Menteri Kesehatan, izin usaha dagang oleh Menteri Perdagangan, dan seterusnya. Bila pihak kepolisian menahan SIM atau STNK, itu tidak berbeda dengan tindakan ketua suatu pengadilan negeri, misalnya, berupa schorsing seorang pengacara berpraktek pada pengadilannya. Tiada seorang pun menghebohkannya. Mengherankan, penahanan kendaraan dihubunghubungkan dengan kesalahan pengemudi atau diidentikkan dengan penyitaan. Sebab, bukankah penahanan itu merupakan tindakan pengamanan belaka terhadap milik orang? Bila dipikir-pikir, bukankah selain menahan STNK, juga pihak kepolisian dapat saja mencopot nomor plaat yang bersangkutan tanpa memindahkan kendaraannya? Izin, konsesi, dispensasi, dan lain sebagainya, agaknya belum lagi diresapi sebagai perbuatan sepihak (eenzijdige handeling) oleh Tata Usaha Negara yang menerobos larangan-larangan yang berlaku umum. Semua itu menciptakan beveegdheid atau privilege bukan hak, sehingga teoretis pengadilan negeri pun tidak berwenang mencabutnya. Bayangkan bila pengadilan negeri dapat mencabut izin membangun atau izin pengacara, yang nyata-nyata termasuk kekuasaan eksekutif. J.Z. LOUDOE Penjernihan IV/11 Jakarta Pusat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini