Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Silat lidah antarmenteri di depan publik masih saja terjadi meski Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla telah berjalan tiga tahun lebih. Pertentangan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di media massa menunjukkan lemahnya koordinasi antar-kementerian di kabinet ini. Semestinya perbedaan pendapat tentang penenggelaman kapal pencuri ikan bisa diselesaikan di dalam rapat kabinet.
Luhut meminta Susi tak lagi menenggelamkan kapal asing yang tertangkap mencuri ikan di perairan Indonesia. Ia kemudian mengaitkannya dengan penurunan pasokan ikan untuk konsumsi ekspor selama ini. Ia meminta Kementerian Kelautan berfokus meningkatkan produksi agar ekspor ikan meningkat. Sebaliknya, Menteri Susi menyatakan pembakaran dan penenggelaman kapal asing pencuri ikan merupakan amanat undang-undang. Kementeriannya juga segera mengeluarkan rilis yang menunjukkan peningkatan ekspor ikan sepanjang tahun lalu.
Persoalan penenggelaman kapal dan ekspor ikan jelas dua hal yang berbeda. Pembakaran dan penenggelaman merupakan bagian dari penegakan hukum di laut. Organisasi Pangan Dunia (FAO) pada 2001 mencatat Indonesia merugi Rp 30 triliun per tahun akibat penangkapan ikan secara ilegal. Pada 2013, Lembaga riset Fisheries Resources Laboratory punya data yang lebih spektakuler: nilai ikan yang dicuri di Laut Arafura saja mencapai Rp 520 triliun selama satu dekade terakhir.
Penegakan hukum dan kedaulatan RI di laut sangat penting. Apalagi Pasal 69 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan menjamin tindakan pembakaran dan penenggelaman kapal asing ilegal. Sudah ribuan kapal ditangkap selama tiga tahun terakhir dan 363 di antaranya ditenggelamkan. Penenggelaman juga tak bisa seenaknya. Pasal 76-A undang-undang itu mensyaratkan pemusnahan harus melalui persetujuan pengadilan.
Konsistensi penegakan hukum akan dipertanyakan jika tiba-tiba pemerintah menghentikan kebijakan tersebut. Menurut data Kementerian Kelautan, efek kejut ini dan kebijakan moratorium kapal eks asing serta larangan bongkar-muat hasil tangkapan ikan di tengah laut justru meningkatkan stok ikan hingga 12,5 juta ton pada 2016 atau naik 2,5 juta ton dibanding tahun sebelumnya.
Memang, Undang-Undang Perikanan tak mengharuskan hukuman dalam bentuk pemusnahan. Menteri Luhut dan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menyatakan akan lebih berharga jika kapal-kapal asing yang ditangkap itu dilelang sehingga uangnya masuk ke kas negara. Tapi investigasi majalah Tempo tiga tahun lalu membuktikan sebagian kapal yang dilelang itu dibeli kembali oleh para pencuri ikan.
Pemerintah tentu perlu menggenjot ekspor dan menjaga keberlangsungan industri perikanan. Tapi bersikap tegas dalam penegakan hukum di laut tak kalah penting. Keduanya harus berjalan beriringan. Menteri Luhut yang membawahkan bidang yang ditangani Susi justru mesti mensinkronkannya.
Tiga tahun lebih kabinet Jokowi telah terbentuk. Sangat melelahkan menyaksikan silang pendapat di antara anggotanya dalam berbagai isu, dari proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt, pembangunan Blok Masela, hingga perdebatan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dengan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli tentang perpanjangan kontrak Freeport. Lalu ada polemik kereta cepat Jakarta-Bandung antara Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno.
Presiden sebenarnya sudah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2017 tentang pengambilan dan pengendalian kebijakan di tingkat kementerian dan lembaga pemerintah, yang melarang menteri mengumbar perbedaan pendapat di depan publik. Kekompakan sejumlah menteri dalam bermain band tampaknya tidak mencerminkan solidnya kabinet ini ketika mengurusi persoalan publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo