Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Pengarang Yang Dimusuhi

Pengarang polandia czeslaw milosz memperoleh hadiah nobel. tapi ia dimusuhi pemerintahnya, dan karyanya tak boleh dibaca di negerinya. dan karena itu kini ia semacam pemerintahan tandingan.

15 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aku bicara padamu dengan kebisuan sebungkah mega atau pohonan. BUKAN karena kebisuan Czeslaw Milosz memperoleh Hadiah Nobel Kesusastraan 1980. Penyair Polandia ini, yang kini tinggal di Amerika Serikat, menulis sejak tahun 1930-an. Sebuah novelnya tentang masa kecil, Lembah Issa, masih akan terbit awal 1981. Dengan kata lain, ia telah banyak berbunyi, selama setengah abad. Tapi mungkin benar jika ia tahu apa maknanya membisu. Ketika ia berumur 21 tahun, Milosz (dibaca: Miwosh) sudah menerbitkan kumpulan sajaknya. Judulnya: Sajak Waktu Yang Beku. Puisinya muram. Ia seakan meramalkan malapetaka. Yang menakjubkan ialah, bahwa perasaannya akan tragedi benar. Kota kelahirannya, Vilnius, kini ibukota Soviet Lithuania, adalah "negeri hutan, danau dan sungai deras, yang tersembunyi dalam ngarai berpohon-pohon." Inilah sebuah negeri, tempat "tak seorang pun memimpikan pembunuhan massal dan deportasi manusia besarbesaran." Tapi perang pecah, Hitler masuk, dan Eropa Tengah serta Timur dibongkar pasang oleh perkembangan keras sejarah. Joseph Brodsky, penyair Rusia yang beberapa tahun yang lalu dibuang dari negerinya, menulis: "Czeslaw Milosz anak sejati abad ini, karena dalam banyak hal, ia telah dibikin yatim piatu olehnya." Brodsky bisa merasakan itu. Milosz di masa muda adalah seorang kiri. Ia yakin bahwa setelah Hitler kalah, sosial- isme satu-satunya jalan. Tapi di tahun 1951, Milosz meninggalkan Polandia yang sosialis. Ia mencari suaka, ketika ia jadi diplomat di Prancis. "Saya telah menolak Imam Baru," katanya kemudian. Ia akhirnya tak tahan, ketika yang berkuasa terus mendesaknya untuk menulis berdasarkan garis Partai--termasuk bila ia menulis sepotong sajak. "Seseorang mungkin dapat membujuk dirinya sendiri, dengan penalaran yang paling logis, bahwa akan bermanfaat bagi kesehatannya bila ia menelan kodok hidup," tulisnya. "Dan, setelah yakin secara rasional, ia pun menelan kodoknya yang pertama, lalu yang kedua tapi ketika tiba kodok yang ketiga, perutnya akan berontak." Di tahun 1950-an, periode paling riuh dalam Perang Dingin antara kekuatan Barat dan Blok Sosialis, peristiwa pembelotan Milosz jadi bahan propaganda yang pintar bagi Amerika dan sekutunya. Tapi kini peristiwa itu mungkin hanya terasa sebagai hasil cetak ulang yang sudah menguning Polandia, yang baru memberikan kebebasan bagi serikat buruh, tak seketat dulu lagi. Karya Milosz di negerinya memang hanya bisa beredar secara gelap. Tapi ketika ia jadi berita sebagai pemenang Hadiah Nobel, televisi resmi ikut menyiarkannya. Malah karya-karya Milosz dianjurkan untuk diedarkan lebih leluasa. Kenapa harus tidak? Semakin dimusuhi seorang pengarang oleh pemerintahnya, semakin tumbuh ia jadi semacam pemerintah tandingan. Ada sebuah pepatah Persia "Jangan menginjak-injak permadani atau seorang mullah, ia akan naik harganya." Dalam hal mullah, pepatah ini dibenarkan oleh kasus Khomeini, yang dihantam bekas Syah dan malah tambah berwibawa. Dalam hal pengarang, pepatah ini di Polandia dibenarkan oleh kasus Milosz. Kita belum tahu adakah Milosz sendiri memang besar. Mungkin banyak orang yang meragukan mutunya - seraya berranya-tanya tidakkah pemberian Hadiah Nobel kali ini bukan karena Perang Dingin menghangat lagi. Tapi kasus Milosz, betapa pun, mengatasi dua Blok. Joseph Brodsky menulis bahwa puisi Czeslaw Milosz adalah puji-pujian kepada hidup "yang datang dari kerongkong yang tercekik" --dan karena itu lebih fasih ketimbang bel canto mana pun. Kerongkong yang tercekik, itulah yang pernah diuraikan Milosz dengan jelas dalam bukunya yang terkenal, The Captive Mind. Milosz di situ memperkenalkan kembali pengertian Ketman, yang dipinjamnya dari sebuah buku karya Gobineau dari abad lalu tentang kehidupan beragama di Timur Tengah. Ketman adalah cara kaum cerdik-pandai, yang secara cerdik dan pandai mengatur kata-katanya, untuk menyembunyikan kebenaran di lubuk hati dan kepalanya. Dan Ketman, seperti diperingatkan Milosz, bukan hanya berlangsung di Timur Tengah. Bukan pula hanya di Eropa Timur. Ia adalah pertanda sedih zaman kita.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus