Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Penguatan Ekonomi Domestik

Pada 2016, perekonomian global masih tak pasti. Pemerintah harus mendorong penguatan ekonomi domestik.

2 November 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK banyak pilihan yang dimiliki pemerintah untuk memperbaiki perekonomian. Harapan pada perekonomian global harus dicoret dari daftar opsi. Dua negara penghela ekonomi dunia, Amerika Serikat dan Cina, sedang bermasalah. Ekonomi Amerika masih tak menentu. Ekonomi Cina terus menurun. Indonesia tak bisa lagi mengandalkan dua negara itu, terutama sebagai pasar ekspor.

Yang harus segera dilakukan adalah mendorong perekonomian domestik. Perbaikan infrastruktur dan penghapusan ekonomi biaya tinggi seharusnya semakin digalakkan dalam kondisi ekonomi yang cenderung stagnan. Sudah terlalu lama dunia usaha Indonesia digencet dua persoalan mendasar ini. Akibatnya, daya saing produk Indonesia lemah, tidak hanya terhadap produk negara lain di pasar ekspor, tapi juga di dalam negeri.

Pemerintah memang sudah mengeluarkan sejumlah paket kebijakan untuk menyelesaikan pelbagai persoalan tersebut. Salah satunya mengenai pemangkasan perizinan. Tapi yang jauh lebih penting adalah realisasinya. Kebijakan tak boleh hangat-hangat tahi ayam: awalnya gebrak sana-sini, lalu melempem di ujungnya.

Kebijakan perpajakan juga perlu diperbaiki. Tarif pajak Indonesia masih tergolong tinggi, yakni 25 persen. Angka ini sama dengan Malaysia, tapi lebih besar daripada Singapura (17 persen) dan Thailand (23 persen). Akibatnya, Indonesia sangat sulit menarik uang pengusaha nasional yang ditanam di luar negeri kembali ke Tanah Air. Berbagai kebijakan memang sudah dikeluarkan, termasuk oleh Bank Indonesia, tapi hasilnya belum terlihat. Bagaimanapun, Indonesia memerlukan uang mereka untuk mendorong perekonomian.

Kasus perburuhan dan pengupahan juga masih terus menghantui dunia usaha. Pemerintah sebaiknya membuat peta jalan (road map) tentang upah buruh, minimal dalam lima tahun ke depan, sehingga dunia usaha bisa memperkirakan biaya tenaga kerjanya. Selama ini dunia usaha selalu waswas menjelang akhir tahun menunggu keputusan pemerintah tentang upah buruh.

Semua ini diharapkan dapat memperbaiki sisi suplai dalam perekonomian nasional. Namun pemerintah sebaiknya juga memperbaiki sektor permintaan (demand). Tak ada gunanya perusahaan meningkatkan produksi atau ekspansi jika tak ada yang membeli. Hal itu hanya akan menciptakan lingkaran setan baru karena perusahaan akan kembali mengurangi produksi, melakukan efisiensi. Salah satunya dengan pemutusan hubungan kerja.

Pemerintah memang tak mungkin mengatasi semua hal dengan anggaran yang terbatas. Padahal anggaran pemerintah terbukti bisa mengungkit perekonomian. Pada triwulan ketiga 2015, ketika anggaran mulai cair, pertumbuhan naik menjadi 4,9 persen dibanding triwulan sebelumnya sebesar 4,67 persen. Karena itu, pemerintah mesti menyelesaikan problem klise anggaran: realisasi yang sering terlambat.

Banyak pos anggaran yang bisa digunakan untuk memperbaiki daya beli. Selain anggaran infrastruktur—tahun depan mencapai Rp 313,5 triliun—pemerintah masih punya dana transfer daerah dan dana desa Rp 770 triliun. Jika pemerintah bisa memperbaiki proses pencairan anggaran dan menjauhkan tangan-tangan kotor dari dana sebesar itu, niscaya daya beli akan meningkat. Tentu saja masih diperlukan jaminan lain, yaitu terjaganya harga bahan pangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus