Pendapat dan ulasan tentang krisis Teluk selalu memenuhi berbagai media cetak. Bahkan banyak di antara kita, tanpa dis- adari, telah terbawa arus berita sepihak yang memberikan penilaian tak adil terhadap pihak-pihak yang sedang mengalami konfrontasi. Sebagai orang awam sekaligus muslim yang hidup di Dunia Ketiga, saya merasa terpukul atas perang yang banyak memakan korban warga sipil tak berdosa. Sekali lagi, saya kaget dan heran dengan fatwanya Gus Dur beberapa waktu lalu, yang mengatakan bahwa "Saddam wajib diperangi". Saya tak tahu harus bilang bagaimana dengan fatwa tersebut. Tapi yang jelas, sebagai orang nomor satu di NU, suaranya tentu didengar. Pendapat-pendapatnya selalu menjadi bahan omongan dan pertimbangan khalayak, kenapa Gus Dur tidak menyerukan yang mengarah perdamaian, bahkan sebaliknya seolah-olah ikut mengobarkan api peperangan yang telah disulut Amerika. Saya setuju kalau Gus Dur menyerukan pada kaum muslimin Indonesia untuk mendoakan agar Irak dan negara-negara Arab lain- nya damai serta selamat dari kehancuran Perang Teluk. Dengan demikian, akan terwujud kesejahteraan dan ketegaran dunia Islam. Pro dan kontra adalah lumrah. Dan adalah hak bagi kita memihak atau sekadar bersimpati kepada mereka yang sedang bertikai. Kalau Gus Dur mewajibkan untuk memerangi Saddam, saya pribadi tak setuju. Mungkin juga saudara kita yang lainnya di sini dan di belahan bumi sana. Secara tak langsung fatwa tersebut seolah-olah cenderung mendiskreditkan Saddam Hussein dan mengacu kepada peperangan. Padahal, perang selamanya akan membawa kehancuran, kerugian, dan menambah seribu persoalan yang menyedihkan. Irak memang salah. Tapi lebih salah dan tak dapat dibenarkan interfensi Amerika di kawasan Teluk. Dengan dalih perdamaian dan melindungi negara kecil, sebenarnya Amerika tak lebih membela kepentingan sendiri sekaligus menghancurkan negara yang mencoba melawan keinginannya. Bush, yang kurang rendah hati, selalu mendiktekan kehendaknya. Amerika, yang membekukan resolusi PBB No. 242 tapi begitu berapi-api meneriakkan resolusi PBB 678, adalah lebih tepat disebut Yahudi Besar. Dalam menghadapi konflik semacam ini, mungkin kita membutuhkan pengamatan serta pemikiran yang cermat dan teliti. Tidak lagi dengan apa kita melihat tapi dari mana kita melihat pokok permasalahan. Kita akan lebih arif jika terlebih dulu melihat dan mengamati permasalahan ini dari beberapa sudut pandangan yang berbeda. Mungkin ada di antara kita yang memihak Irak karena melihat konflik ini dalam kerangka berpikir: Islam melawan non-lslam semata. Secara implisit, persepsi saya kali ini lebih condong bersimpati pada Irak, bukan karena saya muslim. Tapi karena melihat realita problematik ini secara global, antara Amerika, Israel, Irak khususnya, dan dunia arab umumnya. Y.B. Mangunwijaya (seorang pastor dan budayawan terkenal), misalnya, sebelum memberikan ulasan serta pendapat yang akurat tentang krisis Teluk yang berkecamuk ini, beliau menggunakan pemikiran dan pengamatan yang cermat. Pemihakan yang secara implisit kepada Irak tanpa dipengaruhi rasa keakuan dan tendensi lain, kecuali berangkat dari pemikiran yang jernih, siapa sebenarnya yang lebih haq dan siapa yang bathil. Barangkali ini sebagai bukti bahwa menghadapi konflik ini tak cukup dengan melihat kerangka agama saja. Rasanya terlalu bodoh saya bicara soal politik. Dalam hal ini saya mengutarakan kepedihan hati, melihat kehancuran negara Arab oleh Amerika dan sekutunya. Hati siapa yang tak tersayat mendengar jerit tangis saudara-saudara muslim di Irak dan Palestina. Ratusan mayat tertimpa dan terjepit di antara reruntuhan gedung. Puluhan wanita dan anak-anak terkapar dan tewas di atas genangan darah, sebagai konsekuensi dari percobaan alat-alat pembunuh supercanggih Amerika. Entah berapa lagi yang menjadi korban dari ketamakan pemimpin yang dholim ini. Lepas kepada siapa masing-masing kita bersimpati, sesama muslim janganlah hanya menjadi penonton dan menghitung untung rugi dari dampak yang ditimbulkannya. Tapi marilah kita selalu panjatkan doa di tengah-tengah khusyuk dikir dalam ibadah kita, buat saudara-saudara muslim di Timur Tengah. Semoga perang yang lebih banyak kerugiannya bagi dunia Islam ini segera berakhir. ANJARASIHONO Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini