Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Pikir Ulang Penyelamatan Jiwasraya

Kementerian BUMN akan melaksanakan skema penyelamatan Jiwasraya dengan membentuk anak usaha yang dimodali perusahaan negara. Bakal menjadi preseden buruk jika diteruskan.

26 Oktober 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pikir Ulang Penyelamatan Jiwasraya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir semestinya menghitung kembali skema penyelamatan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang dirancang pendahulunya. Di zaman Rini Soemarno, empat perusahaan negara diminta patungan memodali PT Jiwasraya Putra, anak perusahaan pelat merah yang gagal bayar utang Rp 802 miliar pada Oktober 2018 itu.

Memaksakan badan usaha lain menanggung risiko kerugian suatu perusahaan merupakan praktik ekonomi tak sehat. Prahara Jiwasraya disebabkan oleh kesalahan manajemen menempatkan investasi atas polis bancassurance-nya, JS Proteksi Plan. Dalam hal ini, tidak sepatutnya negara menanggung kekeliruan suatu lembaga keuangan. Berbeda dengan bank, perusahaan asuransi tak memiliki lembaga penjamin simpanan. Skema penyelamatan untuk Jiwasraya akan menjadi preseden buruk bahwa kerugian lembaga keuangan mana pun akan ditanggung pemerintah.

Kalaupun berhasil, skema pembentukan anak usaha ini diperkirakan baru dapat membantu restrukturisasi keuangan Jiwasraya dalam 5-10 tahun, setelah anak perusahaan itu dijual ke investor. Masalahnya, seberapa kuat PT Bank Tabungan Negara Tbk, PT Kereta Api Indonesia, PT Pegadaian, dan PT Telekomunikasi Selular menanggung risiko gagal bayar Jiwasraya yang disebut mencapai Rp 16 triliun itu? Penyelamatan institusi keuangan oleh lembaga lain hanya bisa dilakukan jika lembaga penolong betul-betul kuat. Jika tidak, justru lembaga penyelamat yang terseret ke jurang kerugian.

Bagaimanapun, masalah di Jiwasraya perlu segera dibereskan. Apalagi wajah bopeng asuransi jiwa di Indonesia pun menjadi perhatian internasional. Bank Dunia juga menyoroti problem keuangan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera, yang harus segera pula diselesaikan Otoritas Jasa Keuangan. Kesulitan keuangan Bumiputera yang berujung pada kegagalan membayar klaim tidak menunjukkan perkembangan berarti selama tiga tahun.

Meski demikian, penyelesaian masalah Jiwasraya perlu dilakukan dengan cara yang tepat. Wacana penyuntikan modal dari pemerintah yang sempat digagas pun merupakan pilihan lebih buruk. Dengan kesulitan likuiditas dan utang jatuh tempo, Jiwasraya hampir pasti menggunakan dana segar suntikan pemerintah tersebut untuk membayar utang. Ujung-ujungnya, modal tersebut ambyar dan negara bisa merugi.

Kementerian BUMN sebagai kuasa pemegang saham bisa melakukan audit investigasi Jiwasraya bersama Otoritas Jasa Keuangan. Audit ini bisa menelusuri temuan Badan Pemeriksa Keuangan, yang pada 2016 mendeteksi investasi tak wajar, yakni pembelian saham PT Trikomsel Oke Rp 449,5 miliar, PT Sugih Energy Rp 318,1 miliar, dan PT Eureka Prima Jakarta Rp 118 miliar. BPK menilai transaksi itu kurang cermat karena lemahnya fundamen perusahaan-perusahaan tersebut. Hingga kini, belum ada seorang pun yang dinyatakan bersalah. Kelalaian OJK, sebagai pengawas pasar modal dan asuransi, ikut berkontribusi dalam kasus ini.

Masih ada jalan untuk meredakan gonjang-ganjing Jiwasraya. Misalnya mencairkan aset finansial. Berdasarkan laporan keuangan terakhir, 2017—laporan keuangan 2018 belum disampaikan—perusahaan ini memiliki reksa dana senilai Rp 19,2 triliun, saham Rp 6,6 triliun, deposito berjangka Rp 4,3 triliun, surat utang negara Rp 3,1 triliun, dan obligasi korporasi Rp 1,8 triliun. Ada juga aset berupa properti senilai Rp 6,6 triliun, di antaranya pusat belanja Cilandak Town Square di Jakarta Selatan. Mencairkan aset tersebut dapat memulihkan kepercayaan nasabah Jiwasraya.

Penyakit di Jiwasraya, juga Bumiputera, telah menurunkan kepercayaan publik terhadap asuransi. Pada awal kepemimpinannya di Kementerian BUMN, Erick Thohir perlu mengambil langkah yang tepat. Kepercayaan publik terhadap asuransi harus dipulihkan. Sebab, modal utama asuransi adalah kepercayaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus