Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pluralisme hukum waris

Tanggapan pembagian hak waris atas santunan astek (tempo, 21 nov 92, hukum).dalam pembagian warisan, dilakukan dua sistem, berdasarkan hukum islam dan kitab undang-undang hukum perdata.

2 Januari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masalah pembagian hak waris atas santunan Astek telah membawa sebuah keluarga ke sidang pengadilan (TEMPO, 21 November 1992, Hukum). Kasus yang terjadi di Lhokseumawe itu adalah dampak logis dengan adanya pluralisme sistem hukum waris di Indonesia. Ini suatu tantangan bagi para pembentuk undangundang, apakah memungkinkan mengadakan unifikasi dalam bidang hukum waris di negara dengan aneka ragam adat dan agama yang juga mengatur masalah pewarisan. Selain aneka ragamnya sistem hukum waris yang berlaku, pengertian harta bersama juga menjadi masalah, seperti yang ditunjukkan oleh pendapat majelis hakim yang menangani perkara Mariana vs Pocut tersebut. Majelis hakim beranggapan bahwa santunan asuransi bukan sebagai harta bersama, tapi sematamata harta almarhum. Apakah santunan asuransi sebagai harta bersama atau bukan, itu tentunya harus dilihat dari tujuan menjadi peserta asuransi dan asal uang yang dipergunakan untuk membayar premi asuransi tersebut. Salah satu tujuan asuransi (kematian) antara lain sebagai kompensasi atas hilangnya penghasilan dengan meninggalnya seseorang. Dan premi asuransi biasanya dibayar dari penghasilan almarhum dalam pekerjaannya atau sebagai imbalan jasa kepadanya, sehingga santunan yang diterima kelak dapat dipandang sebagai harta bersama. Sebab tidak ada yang menjadi peserta asuransi sematamata sebagai hadiah yang khusus diperuntukkan bagi almarhum dengan mengenyampingkan ahli warisnya. Kriteria harta asal dan harta bersama rasanya telah cukup jelas dalam semua sistem hukum yang berlaku di negara kita. Lembaga asuransi tidak dikenal dalam sistem hukum Islam dan hukum adat. Sehingga, kalau kita berpedoman pada Psal 131 IS, maka seseorang yang ikut program asuransi dapat dianggap telah menundukkan diri secara suka rela terhadap hukum yang berlaku bagi lembaga asuransi tersebut, yaitu hukum perdata Barat. Dan konsekuensinya, hukum yang menguasai asuransi itulah yang berlaku bagi nasabah dan para ahli warisnya bila terjadi klaim sesuai dengan prinsip hukum antargolongan. Berdasarkan alasanalasan tersebut, dalam kasus di atas sebaiknya diberlakukan dua sistem hukum dalam pembagian warisan almarhum. Pertama, karena almarhum beragama Islam suasana hukum Islam lebih dominan di Lhokseumawe maka pembagian warisan atas seluruh harta kekayaan almarhum dilakukan berdasarkan hukum islam. Artinya, orang tua almarhum berhak atas bagian warisan anaknya. Kedua, khusus atas santunan asuransi dibagi menurut hukum waris berdasarkan Kitab UndangUndang Hukum Perdat karena almarhum semasa hidupnya dalam melakukan tindakan tersebut (menjadi peserta asuransi) telah menundukkan diri terhadap hukum perdata Barat, sehingga yang berhak atas santunan asuransi hanyalah istri dan anakanaknya. HERMAN W. SUTISNA Jalan Pangkalan Raya I Nomor 7 Bogor 16710 Jawa Barat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus