Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kami Siap Masuk Kabinet

Wawancara tempo dengan ismail hasan metareum tentang macetnya sidang-sidang BP-MPR, pemilihan presiden dan wapres, PPP mencalonkan soeharto, dan kesiapan anggota untuk menjadi menteri.

2 Januari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KENDATI sudah duduk di kursi Wakil Ketua DPR/MPR, ''Buya'' Ismail Hasan Metareum, 63 tahun, masih tetap seperti dulu: mudah dihubungi dan ramah. Di kawasan Joglo, di rumah pribadi anggota DPR miliknya yang jauh dari kebisingan Jakarta, Ketua Umum Partai Bintang asal Pidie, Aceh, ini bicara soal demokratisasi, SU-MPR, dan soal wakil presiden, kepada Toriq Hadad dan Iwan Himawan dari TEMPO, Selasa pekan lalu. Petikannya: Dalam sidang-sidang Badan Pekerja MPR yang sedang berlangsung, banyak masalah politik yang terpaksa ''dipending'' karena pembahasan macet. Mengapa? Barangkali itu lantaran keterbukaan yang sudah digelindingkan sejak 1989, dan kini terus meningkat. Arus demokratisasi juga seperti bergandengan tangan dengan keterbukaan. Contohnya, pemberian konsep GBHN dari presiden kepada semua OPP. Dalam konsep itu semua masalah yang tadinya ditolak oleh fraksi yang mendukung pemerintah ternyata dimasukkan. Apa contohnya? Misalnya konsep jujur dan adil dalam pemilu. Pada tahun 1988, sudah diusulkan PPP, tapi kalah oleh kelompok mayoritas melalui pengumpulan suara. Sekarang, dalam konsep Wanhamkamnas, rumusan itu masuk, berarti sudah ada antisipasi dari staf Presiden dan kemudian tidak dicoret atau dibuang oleh Presiden. Tapi agaknya pembahasan jadi alot? Beberapa usulan rancangan ketetapan (rantap) itu belum selesai, mengakibatkan 22 butir usulan rantap dalam GBHN masih dipending. Dan itu umumnya adalah bidang politik. Ini karena masih ada pihak yang selama ini menyatakan diri sebagai single majority (mayoritas tunggal). Dan kelihatannya berbagai macam cara dipakai untuk mempertahankan mayoritas tunggal itu. Dalam hal apa misalnya? Soal pemilu, misalnya. PPP mengusulkan ikut serta dalam KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara). Sampai hari ini belum mendapatkan keputusan. Lalu, masalah kepartaian. Seolah-olah konsep floating party itu masih dipertahankan. Saya mengusulkan ada kepengurusan sampai ke desa. Kami tidak bicara masalah formal, tapi bicara soal hati nurani: apakah mau memberi kesempatan pada yang lain untuk berkembang sewajarnya. Tap MPR tentang proses pemilihan presiden dan wapres juga belum rampung. Apakah ini akan menjadi salah satu yang krusial dalam sidang umum nanti? Itu tergantung PDI. Tentang usulan PDI, walaupun satu calon presiden harus diadakan pemungutan suara, buat PPP itu tak bisa diterima. Sistem yang kita anut sekarang ini adalah mendahulukan musyawarah mufakat dan baru voting. Kalau satu calon presiden juga harus di-voting, berarti itu mendahulukan voting, baru musyawarah. PDI juga tak setuju kalau calon wapres itu konsultasi dengan presiden. Bagi kami, telah ada keputusan bahwa wapres akan ditentukan PPP setelah mengadakan konsultasi dengan presiden terpilih. PPP sudah memastikan akan kembali memilih Soeharto untuk periode 1993-1998 nanti. Apa nilai plusnya? Kalau dilihat dari 1971 sampai sekarang, demokratisasi makin meningkat. Apa kalau bukan Pak Harto yang terpilih situasi akan terbalik, itu belum bisa dibayangkan. PPP melihat, dengan Pak Harto, demokratisasi akan lebih berkembang. Bagaimana dengan kriteria wakil presiden? Misalnya ABRI atau non-ABRI? Angkatan 45 atau pasca-45? Saya tidak setuju kalau ada yang mempertentangkan ABRI dan non-ABRI, karena ABRI sendiri selalu menyebut bahwa dirinya manunggal dengan rakyat. Yang penting adalah yang bersangkutan sanggup memimpin bangsa. Alih generasi juga tidak semata-mata kepada wakil presiden, karena itu kami juga tidak membuat syarat apakah itu untuk angkatan 45 atau pasca-45. Karena alih generasi bisa diterapkan di semua angkatan. Apakah PPP tak berkeinginan ada anggotanya menjadi menteri dalam kabinet yang akan datang? Itu hak prerogatif presiden. Kalau kami minta kursi di kabinet, nanti dikira pencalonan kami ini bersyarat. Kami mencalonkan Pak Harto untuk kepentingan bangsa dan negara, dan bukan karena diberi satu atau dua kursi menteri. Ada anggapan di luar kelompok partai yang menang pemilu, tak ada seorang yang berkualitas sebagai menteri .... Tidak. Menurut penjelasan Pak Harto, seorang menteri harus dilihat secara profesional. Tentu saya berharap, nanti akan ada yang diangkat dengan kriteria profesional dari kalangan PPP. Pos mana yang siap diisi kader profesional dari PPP? Banyak pos. Kami punya ahli bidang pertanian. Kalau kehakiman, sejak dulu kami punya. Kemudian bidang pendidikan. Pokoknya kami siap. Termasuk untuk departemen agama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus