Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Proses kemerosotan sejarah islam

Kini sulit mencari pemimpin idola. apalagi bila bandingannya adalah keteladanan nabi muhammad. pemimpin selanjutnya adalah ketidaksempurnaan. orang lalu melihat sejarah islam sebagai proses kemerosotan.

2 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DAPATKAH seorang pemimpin di zaman ini seperti dia? Dalam riwayat dikisahkan bagaimana dia hidup. Rumahnya batu bata yang tak dibakar. Atapnya dahan pohon palma. Ia menambal bajunya sendiri, atau memperbaiki alas kakinya yang rusak. Ia memasang tungku dapurnya, menyapu lantai rumahnya. Ia memerah susu dari domba dengan tangannya, dan hanya memakan apa yang mudah. la mengunjungi yang sakit, menyertai iringan jenasah siapa pun yang mati. Ia menerima undangan seorang hamba untuk bersantap, dan tak minta bantuan orang lain bila ia kuat melakukan kerja itu sendiri. Dapatkah seorang pemimpin di zaman ini seperti dia? Orang Islam meyakini Muhammad s.a.w. adalah Nabi terakhir. Zaman kita sekarang memang nampaknya telah tidak memungkinkan nabi-nabi baru. Tokoh yang sangat mulia pun akan dianalisa begitu rupa, hingga ia akhirnya bisa tampil dengan motif yang kabur: suatu pernyataan frustrasi masa kecil, atau sublimasi dari hasrat yang tak sepenuhnya disadari. Kalau tidak, ia hanya akan muncul sebagai gejala suatu keadaan sosial. Maka hanya mereka yang naif, yang sangat kangen akan pahlawan -- serta para remaja yang bergairah -- yang masih benar-benar "mabuk" akan seorang idola. Mahatma Gandhi, atau Madame Blatavsky, Mao ataupun Ayatullah Khomeini: mereka punya pengikut dan pemuja yang banyak, tapi pada akhirnya terbatas. Mereka toh tak lagi hidup dalam "Tbe Age of Faith". Kita kini mempersoalkan sendiri kemampuan kita untuk menjawab segala soal yang muncul. Bukan cuma wibawa kepemimpinan sosial dan rohani yang mudah diguncang. Institusi ajaran juga merasa perlu hidup berhati-hati, sejak bumi dan matahari ditemukan lain tanpa bahasa kitab suci. Pada tanggal 24 Maret 1543 Coperni cus membaca judul buku pertama tentang teorinya, beberapa saat sebelum ia meninggal. Konon ia pernah ragu untuk menerbitkan teorinya. Ia tak ingin secara terbuka bertentangan dengan Gereja. Ia pernah berpikir-pikir tidakkah lebih baik ia hanya menyiarkan "rahasia filsafat tidak dalam bentuk tulisan, melainkan lisan". Tapi ketika ia akhirnya membaca judul buku itu, ia senyum, lalu wafat. Dan segala "rahasia filsafat" pun kian lama kian mudah tersebar. Perdebatan meluas, dan makin tak mudah diputuskan. Tak mengherankan, bila ada yang melihat perkembangan ini sebagai kemunduran belaka. Jika bandingannya adalah masa yang lebih bermukjizat dan menjamin ketenteraman batin, memang zaman ini terasa lebih risau. Jika tolak-ukurnya adalah teladan hidup Rasul yang terbesar dan terakhir, memang para pemimpin sesudahnya adalah contoh jelas ketidak-sempurnaan. Mungkin karena inilah orang hanya melihat sejarah Islam sebagai proses kemerosotan dan jadi marah. Tentu saja ada tolak-ukur yang lain. Ambillah Baghdad abad ke-9. Pada waktu itu al-Makmun mendirikan Baitul-Hikmah, "Balai Kebijaksanaan", dengan ongkos 200.000 dinar: sebuah pusat kegiatan ilmiah dan perpustakaan umum. Dari sinilah, menurut Ibnu Khaldun, bermula kebangkitan ilmu, sastra dan kesenian yang kemudian tersohor dalam sejarah. Muhammad ibnu Musa, atau al-Khwarizmi, adalah buahnya yang cemerlang. Daftar astronomi yang disusunnya dipakai dari Cordova sampai Cina. Karya matematikanya dikenal kemudian di Eropa di abad ke-12 sebagai ilmu yang disebut "aljabar". Al-Khwarizmi hanya salah seorang saja dari masa lalu lintas ilmu yang sibuk itu. Tapi jelaslah lalu lintas itu tak cuma satu jurusan. Bait-ul-Hikmak adalah pusat penterjemahan yang besar-besaran karya-karya Yunani, malah juga Hindu. Dari satu segi masa itu nampak sebagai masa gemilang. Tapi adakah Bait-ul-Hikmah akan dinilai tinggi, murni -- dan tidak merosot --seandainya ia berdiri d zaman Khomeini?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus