Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Putri Duyung

DI tengah hiruk-pikuk kampanye calon presiden dan calon wakil presiden, ada berita menarik dari Pantai Ancol.

30 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Putu Setia
@mpujayaprema

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI tengah hiruk-pikuk kampanye calon presiden dan calon wakil presiden, ada berita menarik dari Pantai Ancol. Patung Putri Duyung diberi kain penutup warna kuning keemasan persis di bagian dadanya. Banyak orang kaget dan seperti baru sadar bahwa di pantai itu ternyata ada patung yang selama ini kurang diperhatikan. Padahal Ancol memiliki tiga patung Putri Duyung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ancol adalah tempat hiburan keluarga. Pantai, tempat anak-anak bermain; Dunia Fantasi, wahana adu nyali berbagai ketangkasan; Sea World, menatap isi laut; dan Pasar Seni, tempat membeli oleh-oleh. Banyak lagi yang menarik, tapi rasanya patung Putri Duyung bukan bagian untuk dipelototi secara khusus. Keberadaannya tak penting-penting amat.

Namun kini pengelola Ancol berhasil mempromosikan keberadaan Putri Duyung itu. Ibarat artis, Putri Duyung "mendadak selebritas" dengan cara menutupi payudaranya. Orang tersentak. Apakah ini sebagai syarat kawasan wisata syariah di mana patung pun tak boleh terbuka auratnya? Adakah ini sebagai wujud penerapan Undang-Undang tentang Aksi Pornografi? Apakah ini akibat protes dari ormas tertentu? Saya sudah menduga jawaban pengelola Ancol membantah semua itu. Tak ada tekanan dari pihak mana pun, semata-mata karena Ancol adalah tempat kunjungan keluarga dan semuanya demi keamanan serta kenyamanan.

Meski patung dada seorang putri yang terbuat dari semen sulit dikaitkan dengan keamanan dan kenyamanan, saya setuju Putri Duyung itu didandani dengan cara apa saja. Kalau sekarang dadanya ditutup dengan kain memakai pola budaya Nusantara, yakni selendang yang diselempangkan, lain kali kepalanya diberi hiasan gelung seperti putri ningrat Bali, saya pun setuju. Juga sesekali memakai hijab sebagaimana yang dipakai para muslimat, kenapa tidak?

Putri Duyung itu milik dunia, bukan legenda Nusantara seperti Pangeran Kodok atau Pendeta Bangau, legenda yang menggabungkan wujud manusia dengan hewan. Cerita Putri Duyung ada di Eropa, Afrika, Kanada, bukan cuma di Asia, apalagi cuma di Ancol. Dalam karya sastra dan film, kisah Putri Duyung pun mendunia. Memang betul Putri Duyung berkali-kali diangkat sebagai tokoh sinetron di negeri ini, yang melambungkan artis seperti Ayu Azhari dan Julia Perez, namun penampakan Putri Duyung itu bebas ditafsirkan sesuai dengan budaya lokal. Karena itu, tak usahlah kita ribut menyebut patung Putri Duyung berselendang kain di Ancol sebagai pelecehan terhadap karya seni. Tak semua patung harus dilihat sebagai karya seni, bergantung pada di mana patung itu diletakkan. Patung dewa-dewi di Bali pada hari-hari tertentu malah didandani busana beragam, padahal patung sudah diukir dengan penampilan yang berbusana. Kenapa repot-repot lagi memberi kain, apa tak melecehkan pematungnya?

Patung-patung yang luar biasa porno bisa aman di Candi Sukuh, juga di Borobudur. Patung atau lukisan yang memperlihatkan kepolosan wanita bisa aman dipamerkan di galeri seni. Kenapa? Karena tempat yang membedakannya dan untuk apa patung itu dipajang. Jika patung itu hanya sebagai aksesori yang nilai seninya juga tak seberapa tinggi, ya, sesekali didandani untuk tujuan "asal beda" tak perlu diributkan amat. Lebih pas kalau kita ribut soal patung Buddha yang harus diturunkan dari vihara hanya karena ada sekelompok orang yang keyakinannya goyah jika melihat patung itu.

Putri Duyung di Ancol tak seperti patung di Candi Sukuh, biarkan didandani. Kita baru tertawa kalau bagian duyungnya yang ditutup kain. Sebab, ini menyimpang dari legenda dunia, wujud ikannya menjadi hilang. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus