Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUARA Anas Urbaningrum tiba-tiba meninggi. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat ini baru saja keluar dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi setelah menjalani pemeriksaan, Jumat sore pekan lalu. Dia mengangkat tinggi-tinggi Koran Tempo edisi hari itu, yang memuat sketsa pertemuan dia, Saan Mustopa, dan Muhammad Nazaruddin dengan Inspektur Jenderal Djoko Susilo di Restoran King Crab, Kawasan Bisnis Sudirman, Jakarta Selatan. "Pertemuan dengan Djoko ini tidak pernah terjadi," katanya.
Sambil duduk di tangga teras gedung komisi antikorupsi, Anas berkali-kali menyangkal ikut bertemu dengan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI yang telah menjadi tersangka korupsi proyek pengadaan simulator kemudi senilai Rp 196,8 miliar itu. "Seperti ini, ada berita pertemuan, ada sketsanya. Seratus persen ini pertemuan tidak ada," ujarnya dengan nada suara bergetar.
Datang pukul 10.40, Anas baru keluar dari ruang pemeriksaan lebih dari empat jam kemudian. Selama diperiksa, dia mengaku dicecar penyidik soal tugas dan fungsi ketika masih menjadi anggota Komisi X dan Ketua Fraksi Partai Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat. Selain itu, dia ditanya apakah kenal dengan legislator Demokrat seperti Saan Mustopa, Benny Kabur Harman, dan Sucipto. "Tidak hanya kenal, tapi kami berinteraksi," katanya.
Sumber Tempo mengatakan pemeriksaan terhadap Anas sejatinya guna mengklarifikasi sejumlah pertemuan dengan Djoko Susilo sepanjang 2010-2011. Dalam keterangan kepada penyidik, Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan membuka soal rapat-rapat khusus di luar gedung legislatif membahas anggaran Korps Lalu Lintas, yang beberapa di antaranya dihadiri Anas. "Fokus pemeriksaan soal kehadiran itu," ujarnya.
Teddy menjadi pintu penting pembuka cerita bagi-bagi uang oleh Korps Lalu Lintas Polri kepada politikus Senayan. Sebagai Ketua Primer Koperasi Kepolisian Korps Lalu Lintas Polri dan ketua panitia proyek simulator, Teddy kerap diajak menemani Djoko bertemu dengan anggota DPR guna memuluskan anggaran Kepolisian.
Perjamuan pertama dilakukan di Restoran Nippon Kan, Hotel Sultan, Jakarta Pusat. Djoko dan Teddy menemui Nazaruddin, anggota Dewan dari Partai Demokrat. Menurut seseorang yang mengetahui peristiwa ini, Nazaruddin menawarkan jasa "pengamanan" anggaran Kepolisian, termasuk proyek simulator. Djoko setuju dan meminta Nazaruddin berhubungan dengan Teddy.
Teddy kembali bertemu dengan Nazaruddin di Restoran King Crab. Budi Susanto, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, yang belakangan memenangi proyek simulator, juga hadir di sana. Nazaruddin tak sendiri. Ia datang bersama Anas Urbaningrum, ketika itu Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR, dan sejumlah koleganya, termasuk Saan Mustopa.
Sumber tadi menjelaskan, pertemuan di King Crab tidak hanya membahas soal anggaran proyek simulator. Teddy, yang diutus Djoko, diminta menyampaikan amanat keluh-kesah tentang langkah DPR memangkas anggaran pengadaan kendaraan roda empat di Markas Besar Polri dari Rp 400 miliar menjadi Rp 125 miliar. "Sebagai partai penguasa, petinggi Partai Demokrat dinilai bisa membantu," katanya.
Pada pertemuan itu, menurut seseorang yang hadir di sana, Nazaruddin menjanjikan bisa membantu dengan kompensasi uang jasa 12 persen dari anggaran yang disetujui. Separuhnya harus dibayar di muka. Menurut saksi itu, Anas tidak berkomentar apa pun walau duduk cukup dekat dengan Nazaruddin.
Sumber Tempo menyebutkan, dalam pertemuan itu, Nazaruddin yang paling aktif menawarkan jasa. Meski tidak berkomentar, Anas mendengarkan dan mengikuti semua proses negosiasi yang dilakukan Nazaruddin. "Dia pasti tahu semua pembicaraan itu," katanya.
Segera setelah pertemuan-pertemuan itu, menurut sumber yang sama, Teddy sibuk mengantar paket ke para politikus. Ia datang ke Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, menyerahkan Rp 4 miliar kepada Nazaruddin. Ditaruh di dalam kantong kertas dalam bentuk dolar Amerika Serikat, uang ini merupakan jatah untuk Partai Demokrat.
Tidak hanya ke politikus Demokrat, terungkap juga penyerahan uang senilai Rp 4 miliar kepada dua politikus Golkar, Bambang Soesatyo dan Aziz Syamsuddin, di Kafe De Luca, Plaza Senayan, Jakarta Selatan. Selain itu, ada penyerahan uang Rp 2 miliar kepada Herman Herry dari PDI Perjuangan (lihat majalah Tempo edisi 11-17 Maret 2013).
Budi Susanto membenarkan hadir dalam pertemuan di King Crab. Dia mengaku diundang Teddy untuk hadir tanpa dijelaskan tujuannya. Saat pulang, Budi, yang hanya sempat minum, mengaku membayar tagihan di restoran itu senilai Rp 2,8 juta. "Saya tidak tahu siapa saja yang hadir karena hanya bertemu dengan Teddy," katanya melalui pesan pendek yang dikirimkan kerabatnya.
Nazaruddin mengkonfirmasi sejumlah pertemuan itu. Lewat kuasa hukumnya, Junimart Girsang, Nazaruddin mengakui soal kehadiran Anas, Saan, dan sejumlah koleganya di Demokrat. "Memang saat itu Teddy diutus Djoko Susilo," ujarnya.
Persamuhan berikutnya oleh Djoko dan Teddy digelar di Hotel Dharmawangsa pada akhir Maret 2011. Menurut Nazaruddin, selain Anas dan Saan, hadir Benny Harman, I Gede Pasek Suardika, dan Dasrul Djabbar. "Ada lagi tiga rekan Djoko yang tidak diketahui namanya," katanya.
Sumber Tempo mengatakan tidak hanya fulus yang digelontorkan Korps Lalu Lintas Polri kepada politikus Senayan guna membantu mengamankan anggaran. Belakangan terbongkar juga adanya pemberian empat mobil mewah Mercy S-Class kepada anggota Dewan. "Siapa saja yang menerima dan dealer tempat memesan mobil itu sudah ada di tangan KPK," ujarnya.
Saan Mustopa menyangkal semua tudingan Nazaruddin. Dia menyatakan siap diperiksa KPK dan diperhadapkan dengan orang yang hadir dalam pertemuan itu. Bantahan serupa datang dari I Gede Pasek.
Anas membantah adanya pertemuan di sejumlah restoran itu. Dia mengaku tidak kenal dengan Djoko Susilo dan Teddy Rusmawan. "Yang saya kenal itu hanya Djoko Suyanto, Djoko Ujiyanto, dan Djoko Widodo."
Setri Yasra, Rusman Paraqbueq, Febriana Firdaus
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo