Rcti: bagai mengurung kalajengking

Setelah membaca pendapat Mustasim Billah (TEMPO, 25 Mei 1991, Komentar) tentang RCTI secara nasional, ternyata nurani kita menyadari bahwa dalam masyarakat kita masih saja menganggap budaya Barat sebagai monster menakutkan dan bangsa Indonesia sebagai anak kecil yang masih buta dalam ketahanan budaya. Agaknya, Mutasim lupa bahwa salah satu keahlian bangsa kita -- yang sukar ditandingi bangsa lain -- adalah mampu mengambil sisi baik budaya asing dan membuang total unsur buruknya. Pengalaman kita menjadi bangsa merdeka selama 46 tahun telah membuktikan hal itu. Maka, kekhawatiran bahwa siaran nasional RCTI bisa mengancam akar budaya kita tidak beralasan. Bangsa kita tak akan hancur hanya karena satu stasiun TV swastanya mengadakan siaran nasional. Kita toh tidak bodoh benar untuk menelan adat Barat begitu saja dari televisi. Justru yang patut diprihatinkan adalah pendapat yang mengatakan tak jadi soal tentang siaran TV asing di Indonesia, sementara TV swasta kita dibatasi demi kebudayaan. Itu sama saja dengan mengurung rapat kalajengking, tapi membiarkan seekor ular kobra mengulum jempol kaki kita. Bahwa RCTI dengan siaran-siaran Baratnya mencemaskan, itu bukan masalah sebenarnya. Persoalan kita sekarang adalah: bagaimana caranya menampilkan sebanyak mungkin napas Indonesia di layar RCTI tanpa mengurangi kemolekan penampilan yang sekarang. Mereka yang tinggal di Jabotabek tidak mengambil pusing apakah RCTI mau bikin siaran regional, nasional, atau internasional sekalipun. Tapi, bagi kita yang dl daerah lain, langkah RCTI itu sungguh amat berarti. Setidaknya, ia menyegarkan mata setelah terlalu sering disuguhi formalitas TVRI. SUTOPO WINTARTO Semester II/Jurnalistik STIK Semarang