Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Samsudin Adlawi*
Setiap 17 Agustus, Indonesia memperingati hari kemerdekaan negaranya. Angka 17 dan Agustus menjadi tanggal dan bulan yang keramat karena pada tanggal tersebut tahun 1945 duet Sukarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Itu sebabnya hari kemerdekaan RI sering pula disebut sebagai "Hari Proklamasi 17 Agustus 1945" atau orang menyingkatnya menjadi "Hari Proklamasi" saja.
Usia republik ini sudah 67 tahun. Dalam perjalanannya, ada tiga orde yang mewarnai, yakni Orde Lama (Orla), Orde Baru (Orba), dan Orde Reformasi—untuk orde yang ketiga ini, saya belum pernah mendengar atau bahkan menemukan kependekannya. Selama mengarungi tiga orde itu, bangsa ini mengalami banyak perubahan ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Yang tak berubah dari orde ke orde hanya satu hal: penulisan tema Hari Proklamasi.
Setiap tahun, isi dan pesan temanya memang berubah, tapi cara menulis tema tersebut cenderung sama. Bandingkan tema peringatan kemerdekaan RI tiga tahun terakhir. "Dengan semangat Proklamasi 17 Agustus 1945, kita bekerja keras untuk kemajuan bersama, kita tingkatkan pemerataan hasil-hasil pembangunan untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Begitu bunyi tema peringatan HUT RI tahun ini.
Sedangkan tema HUT RI tahun kemarin tertulis, "Dengan semangat Proklamasi 17 Agustus 1945 kita tingkatkan kesadaran hidup dalam ke-Bhinneka-an untuk kokohkan persatuan NKRI, kita sukseskan kepemimpinan Indonesia dalam forum ASEAN untuk kokohkan solidaritas ASEAN". Lalu tema HUT ke-65 (tahun 2010) RI adalah "Dengan semangat Proklamasi 17 Agustus 1945 kita sukseskan reformasi gelombang kedua, untuk terwujudnya kehidupan berbangsa yang makin sejahtera, makin demokratis dan makin berkeadilan".
Setidaknya ada tiga kesamaan dalam penulisan tiga tema tersebut. Pertama, ketiganya diawali kalimat "Dengan semangat Proklamasi 17 Agustus 1945". Model kalimat pembuka seperti itu juga terdapat di semua tema HUT RI sebelumnya. Kedua, penulisan tema di atas tidak sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Penggunaan tanda baca koma (,) pada tema HUT RI tahun ini dan tahun kemarin kurang tepat.
Seharusnya koma di situ diganti dengan "dan". Kedua kalimat tersebut masuk kategori kalimat majemuk setara menggabungkan. Sementara itu, tema HUT ke-65 RI malah kekurangan koma. Di sela kalimat "...makin demokratis dan makin berkeadilan" seharusnya ada koma. Tepatnya, setelah kata demokratis harus ada koma, sehingga bunyinya menjadi begini: "…makin demokratis, dan makin berkeadilan". Sesuai dengan kaidah, penulisan tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam membuat perincian, misalnya "Saya menjual baju, celana, dan topi". Tidak tepat jika kita menulisnya dengan kalimat "Saya menjual baju, celana dan topi".
Kesamaan yang ketiga, sejak dulu hingga kini, tema Hari Proklamasi menggunakan kalimat yang panjang dan melelahkan. Tema Hari Proklamasi itu ditulis pada spanduk yang melintang di atas jalan atau di pintu gerbang gedung kantor pemerintahan. Jika ingin tuntas membacanya, tidak ada jalan selain harus menghentikan laju kendaraan.
Mengapa kalimat yang panjang dan kesalahan tata bahasa pada tema Hari Proklamasi tidak segera diperbaiki? Ada dua kemungkinan. Pertama, tema Hari Proklamasi dianggap tidak penting. Tidak ada yang membacanya karena selama ini tidak ada masyarakat yang mengeluh. Kedua, tim perumus tema tidak paham tata bahasa Indonesia. Tema dan logo Hari Proklamasi dikeluarkan Kementerian-Sekretaris Negara Republik Indonesia, yang jauh dari urusan perbahasaan. Tentu sangat mungkin staf atau bahkan pimpinan di Kementerian-Sekretaris Negara tidak memahami bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bukankah kita sering menyaksikan isi pidato pejabat dengan bahasa Indonesia yang belepotan? Mereka juga tak cukup rendah hati menggunakan ahli bahasa untuk mengajarinya bagaimana berbahasa Indonesia yang baik dan benar dalam dialog ataupun pidato. Mereka lebih percaya kepada staf sendiri, yang belum tentu paham bahasa Indonesia yang sesuai dengan Ejaan yang Disempurnakan.
Meski kelihatan sepele, bagaimanapun, tema Hari Proklamasi Kemerdekaan tidak boleh diremehkan. Redaksi atau cara dan gaya penyusunan kalimat dalam penulisan tema harus sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, dengan penggunaan titik dan koma yang tepat. Penulisan kalimat harus ringkas, tepat, dan mudah diingat. Kementerian-Sekretaris Negara cukup menyampaikan seperti apa gambaran tema yang akan diangkat, sementara penyusunan redaksinya dipercayakan kepada ahli bahasa atau sastrawan yang mampu membuat kalimat yang akan melekat di benak pembacanya. Jika tidak sekarang, kapan lagi reformasi tema Hari Proklamasi Kemerdekaan RI dilakukan? Bukankah bahasa menunjukkan bangsa?
*) Wartawan Jawa Pos dan penyair
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo