Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IGG Maha Adi
Pegiat Ekoliterasi Indonesia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Uji coba teknologi pengolah tinja menjadi air minum oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno dipandang sinis oleh publik. Masyarakat belum dapat membayangkan air minumnya disuling dari limbah, apalagi tinja manusia. Betapa menjijikkan. Selain efek negatif pemberitaan, acara uji coba itu punya satu kelemahan dalam perspektif rekayasa sosial, yaitu tidak secara tegas dihubungkan dengan masalah-masalah sosial Jakarta yang harus diselesaikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terminologi "rekayasa sosial" mengalami peyorasi makna karena belakangan ini identik dengan kejahatan Internet, padahal memiliki makna lain yang lebih luas. Industrialis Belanda, J.C. van Merken, tercatat sebagai orang pertama yang memakai istilah ini pada 1894. Bila urusan mesin ditangani oleh spesialis (engineer), urusan manusia, menurut Merken, juga membutuhkan para spesialis yang disebutnya perekayasa sosial (Belanda: sociale ingenieurs).
Banyak pemerintah dan lembaga memetik manfaat dari rekayasa sosial karena berskala besar. Singapura, misalnya, memakai cara ini ketika mencampurkan berbagai ras untuk menempati rumah susun bersubsidi dari pemerintah dengan tujuan meningkatkan kohesi sosial dan loyalitas warga negaranya.
Di Indonesia, program keluarga berencana dan transmigrasi dapat disebut sebagai program rekayasa sosial yang sukses membawa perubahan sosial besar. Bila mengikuti penjelasan pakar psikologi komunikasi Jalaluddin Rakhmat, rekayasa sosial tidak pernah kehilangan momentum selama masih ada masalah sosial yang harus diselesaikan. Jadi, rekayasa sosial adalah upaya intervensi terencana dalam mempengaruhi sikap dan perilaku sosial tertentu untuk mencapai perubahan sosial.
Moda transportasi bus Transjakarta adalah salah satu contoh rekayasa sosial berdampak luas. Bebas macet dan polusi, peningkatan disiplin dan solidaritas sosial, serta membaiknya kesehatan adalah beberapa manfaat yang dapat terjadi bagi warga Jakarta yang memilih Transjakarta.
Di Dakar, Senegal, teknologi pengolah tinja Omni Processor, yang beroperasi sejak 2015, telah menghasilkan air, listrik, dan memperbaiki sanitasi secara luas. Instalasi yang dibiayai oleh Bill and Melinda Gates Foundation itu didahului oleh identifikasi terhadap masalah sosial mendesak yang harus dituntaskan dan menentukan jenis intervensi.
Jakarta mungkin terancam krisis air bersih sehingga membutuhkan tambahan dari pengolahan tinja, tapi tidak ada konektivitas yang dibangun antara uji coba teknologi itu dan krisis yang diperkirakan terjadi. Singkatnya, uji coba teknologi tersebut terkesan berdiri sendiri dan tidak direncanakan menyelesaikan masalah sosial atau melakukan perubahan sosial apa pun.
Ekonom Thorstein Veblen adalah tokoh utama yang menyebut teknologi sebagai determinan perubahan sosial. Perspektif materialis ini memiliki satu fenomena yang oleh sosiolog William Ogburn disebut culture-lag dan terjadi saat kecepatan perubahan kultural tidak mampu mengimbangi perubahan teknologi. Contoh nyata culture-lag adalah tanggapan sinis dan pesimistis sebagian masyarakat atas uji coba mesin pengolah tinja di Jakarta.
Strategi para perekayasa sosial untuk mempersempit kesenjangan tujuan dan hasil umumnya memakai tiga metode, yaitu rasional empiris, normatif, dan koersif. Dua metode pertama mengoptimalkan peran para tokoh, lembaga, promosi, serta persuasi melalui media massa dan sosial. Adapun metode terakhir melalui penerbitan peraturan dan sanksi. Tiga metode ini relatif mudah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI karena anggaran yang cukup dan ketokohan gubernur dan wakilnya yang dapat membawa pengaruh besar (social leverage).
DKI perlu memilih kawasan tertentu sebagai pusat eksperimen rekayasa sosial, khususnya untuk masalah lingkungan hidup Ibu Kota. Mesin pengolah tinja dapat diuji bersama dengan pengolah limbah domestik lainnya; pembangunan rumah dan gedung ramah lingkungan; instalasi energi ramah lingkungan; pencadangan daerah tangkapan air; dan ruang terbuka hijau. Kawasan itu dapat ditransformasikan secara lebih radikal agar menjelma sebagai daerah nirlimbah (zero waste) pertama di Indonesia.