Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bank Indonesia sedang mempersiapkan penerbitan rupiah digital.
Tahun ini akan dilakukan uji coba yang melibatkan pelaku industri jasa keuangan.
Bank Indonesia harus menerapkan rupiah digital secara hati-hati.
Jusuf Irianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guru Besar di Departemen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rencana Bank Indonesia (BI) menerbitkan rupiah digital terus menggelinding. Pada tahun ini, BI berencana menguji coba mata uang digital bank sentral (CBDC) berupa rupiah digital. Nantinya rupiah digital menjadi satu-satunya alat bayar digital yang sah.
Secara teknis, uji coba rupiah digital disebut proof of concept atau realisasi metode. Pengujian terbatas ini hanya melibatkan pelaku industri jasa keuangan. Dalam uji coba ini, rekening giro yang ditempatkan suatu bank di BI akan dikonversi ke bentuk digital.
Uji coba ini sekaligus untuk memvalidasi keberhasilan konversi rekening giro ke bentuk digital. Langkah proof of concept ini sejalan dengan tahap wholesale rupiah digital (w-digital rupiah). Dalam tahap ini, rupiah digital akan digunakan secara terbatas oleh lembaga keuangan berskala besar, seperti perbankan. Selanjutnya, BI akan memperluasnya untuk mendukung aktivitas moneter dan pengembangan pasar keuangan. Terakhir, BI mengembangkan interaksi w-digital rupiah dengan retail digital rupiah (r-digital rupiah). Pada tahap akhir ini, rupiah digital diharapkan layak dan dapat digunakan masyarakat luas.
Dengan kehadiran rupiah digital, cara pandang masyarakat tentang uang akan berubah. Karena itu, selain ke dunia perbankan, BI selayaknya mengenalkan rupiah digital lebih gencar ke masyarakat luas. Tujuannya agar masyarakat paham dan tak bingung jika rupiah digital nanti diterapkan sebagai alat tukar.
Bukan Uang Elektronik
Rupiah digital berbeda dengan uang elektronik. Masyarakat dapat memperoleh uang elektronik melalui berbagai layanan perbankan online (e-banking) yang disediakan perbankan. Dalam layanan e-banking, nasabah dapat memperoleh uang secara fisik, misalnya, melalui mesin anjungan tunai mandiri (ATM).
Masyarakat harus paham bahwa rupiah digital tak akan pernah berwujud fisik (kertas atau logam) dan tak terlepas dari perangkat komputer yang terkoneksi dengan Internet. Semua transaksi bakal dilakukan secara eksklusif melalui platform digital. Penggunaan Internet dan transaksi online inilah yang harus dipikirkan BI. Tak semua warga melek Internet dengan level literasi digital nasional yang berbeda. Kualitas jaringan Internet antarwilayah pun tak merata. Penduduk yang tinggal di wilayah timur harus mendapat perhatian saksama.
Masyarakat juga belum sepenuhnya paham makna rupiah digital sebagai CBDC. Jika tak paham, dikhawatirkan masyarakat tak dapat membedakan rupiah digital dengan aset kripto, seperti Bitcoin, yang tak diakui oleh BI sebagai alat tukar yang sah.
Ada kemungkinan muncul juga pertanyaan mengenai simpanan berupa tabungan, deposito, atau jenis investasi lain dengan adanya rupiah digital. Hal yang serupa dengan ini adalah tentang uang elektronik. BI perlu menjelaskan mekanisme konversi uang fisik ke dalam rupiah digital.
BI harus pula mulai mendorong peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat luas tentang kehadiran rupiah digital. Peningkatan pengetahuan masyarakat akan mempermudah BI tatkala mulai memberlakukannya kelak secara luas.
Prudential
Prinsip kehati-hatian atau prudential merupakan landasan bagi BI dalam menerbitkan rupiah digital. Ini dapat dilakukan dengan mencermati pengalaman berbagai negara di dunia dalam rencana pemberlakuan CBDC. Banyak negara, baik maju maupun berkembang, telah menjajaki pemberlakuan CBDC. Namun, hingga 2022, hanya sedikit negara atau wilayah yang telah resmi memiliki CBDC atau sedang berencana menerbitkannya.
Ada berbagai bank sentral yang telah memberlakukan CBDC, seperti Bank Sentral Bahama (CBOB) dengan mata uang digital yang disebut Sand Dollar. Ada pula Bank Sentral Karibia Timur (ECCB) dengan DCash, Bank Sentral Nigeria (CBN) dengan e-Naira, dan Bank Jamaika (BoJ) dengan JamDex. Konon Sand Dollar Bahama merupakan CBDC pertama di dunia.
Sebaliknya, negara maju masih dalam taraf studi. Amerika Serikat hingga kini belum merilis dolar digital meskipun menganggapnya tak terhindarkan. Bank sentral Amerika atau The Fed berkolaborasi dengan Massachusetts Institute of Technology untuk meriset CBDC melalui Hamilton Project. Proyek jangka panjang ini bertujuan mengeksplorasi dolar digital serta memperoleh pengetahuan mendalam tentang berbagai isu dan masalah penerapan CBDC.
Sebagai bank sentral, The Fed menyatakan pemberlakuan CBDC harus dilakukan secara terukur dan prudent. CBDC harus disetujui Kongres dan didukung regulasi yang kuat berupa Undang-Undang Dolar Digital, seperti halnya regulasi untuk dolar non-digital.
Sementara itu, bank sentral Cina dan Uni Emirat Arab juga menjalin kolaborasi ihwal penggunaan teknologi blockchain untuk CBDC. Tujuan proyek ini adalah menguji keberhasilan mata uang digital sebagai alat pembayaran regional atau antarnegara.
Keberhasilan proyek-proyek tersebut digadang-gadang dapat menyajikan pembelajaran bagi negara lain yang berinisiatif menggunakan CBDC. Indonesia harus hati-hati, cermat, dan banyak belajar sebelum merilis rupiah digital.
PENGUMUMAN
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebut lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo