Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rasa keadilan rakyat benar-benar dilecehkan ketika pembongkar kasus Gayus Tambunan justru dipersalahkan dan menjadi bulan-bulanan sekelompok politikus. Orang berpikiran sehat sulit memahami gempuran terhadap Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ini secara lain, kecuali sebagai manuver yang bisa menyabotase upaya pemberantasan korupsi.
Serangan terhadap Satuan Tugas itu kian gencar setelah Gayus mengumbar pernyataan sesudah divonis tujuh tahun penjara. Terpidana kasus mafia pajak ini antara lain menuding Satgas merekayasa kasus dan memanfaatkannya buat menyerang Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar. Pernyataan di luar pengadilan yang diragukan kebenarannya ini langsung digunakan sebagai amunisi oleh politikus Golkar untuk menghantam Satgas.
Politikus Partai Beringin menganggap lembaga yang dipimpin Kuntoro Mangkusubroto itu terlalu mencampuri urusan penegak hukum. Mereka pun menuntut kinerja anggota Satgas dievaluasi. Sebagian orang menafsirkan, tuntutan ini sebenarnya merupakan bahasa halus dari keinginan menyingkirkan Denny Indrayana, anggota Satgas paling vokal.
Bila benar hal itu yang diinginkan kalangan Golkar, kita semakin prihatin. Orang tak melihat sedikit pun kesalahan Satgas. Di mata publik, langkah Denny dan kawan-kawan mendorong pengusutan kasus Gayus justru bagus. Apalagi bekas pegawai pajak ini kemudian bersedia membeberkan asal-usul duit miliaran miliknya. Di persidangan, ia mengungkapkan uang itu berasal antara lain dari tiga perusahaan Grup Bakrie.
Mungkin ada yang menganggap langkah Satgas merupakan upaya memojokkan Aburizal Bakrie. Tapi penilaian seperti ini sungguh gegabah karena proses penegakan hukum semestinya tidak dikaitkan dengan kepentingan politik yang sempit. Siapa pun atau perusahaan mana pun yang terlibat kasus Gayus tetap harus diusut demi menjunjung keadilan. Lagi pula Golkar sebagai partai koalisi seharusnya menyokong upaya memerangi korupsi yang antara lain dilakukan pemerintah lewat Satgas.
Dibentuk pada 2009, Satgas memang ditugasi Presiden melakukan koordinasi, evaluasi, koreksi, dan pemantauan agar upaya pemberantasan mafia hukum berjalan lebih efektif. Tak mengherankan jika mereka sering mengawasi kasus yang jadi sorotan masyarakat, seperti sel mewah Artalyta Suryani dan Gayus. Harus diakui, perhatian para anggota Satgas amat besar terhadap kasus yang terakhir. Tapi hal ini mudah dimengerti karena merekalah yang mengetahui sejak awal adanya skandal itu setelah mendengar testimoni Susno Duadji, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian.
Mempersoalkan sepak terjang Satgas sebenarnya sama saja dengan menyerang kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Manuver ini berpotensi mengusik hubungan Golkar dengan Istana. Koalisi politik pendukung pemerintah bahkan terancam retak karena partai ini menjadi salah satu pilarnya. Tapi justru di sinilah Presiden mesti menunjukkan kepemimpinannya dengan bersikap tegas. Tak cukup menyatakan ”I always trust you all” kepada anggota Satgas, ia seharusnya berani menyatakan pembelaan ini secara terbuka kepada publik.
Pengalaman menunjukkan, keterlambatan Presiden bersikap tegas membuat kasus kriminalisasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sempat mengundang amarah rakyat. Dampak kasus yang dikenal dengan ”cicak versus buaya” ini bagi usaha pemberantasan korupsi bahkan masih terasa hingga kini. Jika tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin pula serangan terhadap Satgas akan memancing kemelut serupa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo